Mereka bilang, manusia dapat diibaratkan sebagai sebuah teko. Air dari teko tersebut dinamakan dengan kasih sayang. Apa teko milikku sudah serusak itu? Kenapa aku tidak bisa merasakan hal itu dari mereka? Kenapa aku tidak bisa merasakan kasih sayang yang benar-benar tulus dari orang yang kusayangi? Ah, aku lelah. Tidak, ini bukan saatnya untuk mengeluh. Paling tidak, aku bisa memberikan airku kepada orang lain, bukan? Karena kebahagiaan orang lain lebih penting dibandingkan diri sendiri, benarkan?
Hei, berhentilah menghibur diri. Seseorang berkata kepadaku jika kebenaran memang kadang terasa menyakitkan. Tapi, tidak ada salahnya bukan untuk sesekali menjadi manusia yang egois? Oh iya, apa yang kamu lakukan disini?
Aku hanya berdiam diri di sudut ruangan menyaksikan orang yang disayangi menuangkan air dari tekonya kepada manusia lain. Aku melihat wajahnya tersenyum dengan tulus saat ia melakukan itu. Tapi, kenapa ini terasa menyesakkan? Aku seharusnya merasa bahagia karna ia tersenyum, iya kan? Ah, kenapa rasanya malah seperti ini? Ini salah. Seharusnya tidak seperti ini.
Apa yang kamu rasakan itu dinamakan dengan iri hati atau cemburu. Lagipula, kenapa kau tetap mengisi teko itu? Dia saja tidak peduli denganmu. Kamu hanya dimanfaatkan saja olehnya. Apa kau tau dia bahkan tidak peduli kau ada atau tidak, kau kembali atau tidak, dan kau bahagia atau tidak. Dia hanya memanfaatkan airmu saja, bahkan dia bisa membuat tekomu kosong tanpa memperdulikannya. Sudah, tinggalkan saja dia. Masih banyak manusia di luar sana yang mau memberikan airnya kepadamu. Percaya lah, dunia ini sangat luas.
Apa? Meninggalkannya? Dia adalah manusia yang berharga untukku. Aku terlalu takut untuk meninggalkannya dan aku juga takut ia pergi meninggalkan ku. Walaupun, ini semakin lama semakin menyakitkan. Lagipula, saat awal kami bertemu dia sudah memberikanku air yang dia miliki. Apa salahnya aku membalasnya?
Memang tidak ada salahnya. Tapi, ah sudah lah. Lalu, bagaimana dengan keluarga? Teko mereka pasti terbuka untukmu bukan? Tidak ada di dunia ini yang lebih indah dibandingkan kasih sayang dari ibu dan ayah.
Keluarga? Apa yang kau harapkan dari mereka? Air yang mereka beri terasa sangat menyakitkan. Setiap saat aku menerimanya, aku tidak tahu apa yang harus ku lakukan selain tersenyum dan menikmatinya. Tekoku bisa pecah karena beban itu!
Tapi, bukannya kamu tetap memberikan airmu kepada mereka? Aku sering melihatmu tersenyum bersama mereka dan itu terasa hangat.
Huh, memang benar aku melakukannya. Namun, aku melakukanya karena memang itu kewajibanku sebagai seorang anak yang berbakti. Hanya itu yang bisa kulakukan untuk mereka. Apa aku ini seorang pecundang? Apa aku masih pantas untuk mengisi air orang lain dengan air yang ku punya?
Tentu saja kau pantas melakukannya. Semua orang berhak memberikan airnya kepada orang lain. Kalau begitu, bagaimana dengan teman? Mereka mungkin ingin membagi airnya kepadamu. Lagipula, kalian terlihat dekat bukan?
Benar juga, pertemanan ini memang membuatku bahagia. Mereka memberikan airnya kepadaku, namun, aku tidak bisa terus menerus meminta air kepada mereka, bukan? Aku juga tidak bisa terus menerus memohon agar mereka tetap berada di sisiku. Aku takut mereka pergi meninggalkanku.
Ah, memang benar apa yang kau katakan. Ternyata kehidupan itu serumit ini ya. Sepertinya kehidupan yang ku alami tidak ada apa-apanya dibandingkan kehidupan yang kau alami. Luka apa yang ada di tanganmu itu? Apa itu menyakitkan?
Jangan dipedulikan. Goresan ini hanya sesuatu yang membuat air dalam tekoku terisi kembali dengan cepat. Namun, saat luka ini muncul, aku merasakan rasa sakit yang luar biasa dalam diriku. Tidak, luka ini tidak sakit. Luka ini menyembuhkan rasa sakit itu.
Apa mereka peduli dengan luka itu? Luka itu terlihat seperti anak tangga yang sudah terisi penuh. Ujung paling atas bukannya ujung dari kehidupan manusia? Hei, apa yang kamu lakukan? Letakkan itu! Untuk apa kamu membawa benda seperti itu?! Benda itu sangat berbahaya.
Aku tidak tahu, mereka hanya terdiam saat melihatnya. Bahkan, ada juga yang menjauh dan enggan memberikan airnya lagi kepadaku. Apa aku harus menambahnya agar semua rasa sakit ini menghilang? Dan lagi, benda ini tidak berbahaya. Ini adalah obat disaat rasa sakit itu datang.
Tidak, tetaplah hidup. Aku akan tetap berada di sampingmu. Aku bisa memberikan airku kepadamu, aku bisa mendengarkan semua ceritamu hingga kau merasa lebih baik. Jadi, kumohon letakkan benda itu.
Walaupun hidup tanpa tujuan? Walaupun hidup tanpa arah? Walaupun hidup dalam kekosongan ini?!
Aku yakin kau akan baik-baik saja karena, dirimu yang aku kenal adalah manusia yang kuat. Banyak manusia yang masih membutuhkan air dari tekomu termasuk keluargamu. Yakin lah jika dirimu adalah manusia yang kuar, manusia yang hebat.
Tekoku sudah rusak dan kau tetap bilang aku akan baik-baik saja? Omong kosong macam apa itu? Kau tidak merasakan rasanya jadi aku. Tidak ada teko rusak yang diterima di dunia ini. Semua kata-kata yang mereka ucapkan hanya omong kosong belaka. Kata penyemangat yang diluncurkan dengan tatapan iba, aku tidak butuh dikasihani!
Lalu apa yang kamu butuhkan? Aku akan berusaha memberikanmu hal itu selagi aku bisa. Katakan saja apa yang kau butuhkan saat ini.
Aku hanya ingin merasakan apa yang seharusnya dirasakan. Aku ingin tekoku diisi dengan kasih sayang yang sesungguhnya. Aku ingin orang yang kuberi air juga membagi airnya kepadaku. Ah, bodoh! Mana ada kisah seperti itu untuk teko yang sudah rusak!
Hei, tenanglah. Biar aku obati lukamu itu. Sial, darah yang keluar sangat banyak.
Semua ini memuakkan, aku sudah berjuang untuk segalanya namun apa? Mereka tidak menganggapku seperti manusia pada umumnya. Sampai kapan aku harus terus menerus merasakan rasa sakit ini?! Banyak manusia datang kepadaku hanya karena merasa kasihan. Apa ini yang dinamakan hidup bahagia?!
Tenangkan dirimu, luka itu akan semakin parah jika kau tidak tenang. Hei, dengarkan aku. Aku mohon.
Aku sudah lelah dengan semua ini! Apa aku harus terus merasakannya?! Sabar, ya, sabar ya, sabar ya, bukan itu yang aku inginkan! Kenapa tidak ada yang bisa mengerti aku di dunia yang luas ini?! Kenapa hanya aku yang harus mengerti apa yang mereka inginkan?! Kenapa?! KENAPA?!
Jangan! Jangan lukai lagi, sudah cukup! KAU BISA MATI JIKA SEPERTI ITU!
Sudah cukup? Seperti ini sudah cukup?! Aku masih merasa sakit dalam diri ini dan kau bilang ini sudah cukup?! Hei. Aku lelah. Tolong izinkan aku beristirahat untuk selamanya.
Tidak, kumohon bertahanlah. Masih ada yang menyayangimu di dunia ini. Aku yakin tekomu akan diberi air dengan tulus suatu saat nanti. Jadi, bukalah matamu dan lihatlah aku. Ah, kamu sudah benar-benar tertidur, ya. Maaf aku tidak datang saat awal rasa sakit itu datang. Maafkan aku yang masih menganggap jika kau baik-baik saja. Ah, selamat malam. Semoga kau terlahir kembali menjadi teko yang lebih baik dari sekarang dan selamat tinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Sebuah Tulisan
Truyện NgắnHanya sebuah tulisan yang dibuat oleh seorang manusia yang terus berusaha hidup walau tidak memiliki arah