•
•
•
"Kita mau kemana Lang?" tanya Laura karena Langit terus membawanya menuju puncak bukit tanpa mengucapkan apapun.
"Ikut aja." jawab Langit, datar.
Terik matahari yang menyengat ditambah ocehan Laura yang tidak berhenti sejak tadi membuat Langit kesal setengah mati. Jika saja dia tidak punya hati maka dia akan memutuskan Laura tanpa repot memberikan kenangan terindah.
Sampai, Laura langsung berlari ke pagar pembatas menatap pemandangan di bawahnya, "Wah indah banget." kagum Laura.
Langit ikut berdiri di samping Laura sembari menatap gadis itu yang sedang tersenyum bahagia. Memang cantik, tetapi tidak bisa membuat hatinya bergetar dan jatuh cinta.
"Cantik 'kan pemandangannya?" tanya Langit dan Laura langsung mengangguk tanpa menoleh sedikitpun karena sibuk memperhatikan pemandangan sekitar yang tidak pernah dia lihat sebelumnya.
Dari tempat itu, dia bisa terlihat kebun teh yang hijau, sawah dengan padi yang mulai menguning, taman bunga yang indah dan pemukiman warga yang terlihat sederhana tetapi sangat asri.
Lama berdiam di sana, Langit lalu mengajak Laura makan siang di salah satu restoran yang ada di sana. Meski di atas bukit tetapi di sana ada bebarapa restoran kecil yang hidangannya lumayan enak untuk mengisi perut mereka.
Setelah itu dia mengajak Laura memetik daun teh, wisata buah bermain air di pinggiran sungai dan terakhir dia membawa Laura menyusuri taman bunga tulip ungu.
Laura berlarian di taman bunga, melihat itu Langit tersenyum ketika membayangkan Embun yang berada di sana, dia pasti akan menambahkan suatu moment yang sangat indah. Mungkin, berfoto sambil berpelukan.
"Harus gue akhiri sekarang!" gumamnya, langit kala itu sudah beranjak berwarna orange kemerahan pertanda sebentar lagi sang matahari akan tenggelam.
"Lau!" panggil Langit, Laura yang sedang sibuk berselfie ria langsung menoleh dan tersenyum ketika Langit mendekat.
"Langit, foto yuk!" ajak Laura tetapi Langit langsung menggeleng cepat.
"Lo aja yang gue fotoin." Langit mengambil alih ponsel Laura lalu mengarahkan kameranya. Merasa ada yang kurang, Langit memetik bunga tulip ungu lalu memberikannya pada Laura, membuat gadis itu merona.
"Siap ya! Pose yang bagus." ucap Langit dengan ekspresi serius, dia sangat suka photografi dan banyak menfoto suatu objek tetapi dia tidak pernah menunjukannya pada siapapun.
1
2
3
cekrek
"Nih." Setelah mendapat beberapa foto, Langit mengembalikan ponsel itu dan Laura melihat hasil jepretan Langit dengan antusias.
"Cantik." ucap Langit tiba-tiba membuat Laura tertegun lalu menatap Langit,
"Lo cantik." ucap langit lagi sembari mengusap pipi Laura, seketika Laura merona.
Laura memejamkan mata saat Langit mendekatkan wajahnya, berharap Langit akan menciumnya. Pipi atau bibir, selama ini Laura ataupun perempuan yang berhubungan dengannya, Langit tidak pernah mencium mereka sama sekali.
Tetapi harapan Laura sirna karena Langit hanya mengecup pucuk kepalanya, hal yang sudah biasa Langit lakukan meski hanya padanya.
"Tapi sayang, kecantikan lo nggak bisa buat gue berdebar apalagi jatuh cinta."
deg
Perkataan Langit selanjutnya membuat jantung Laura seolah berhenti berdetak.
"Apa hanya sebuah kecantikan yang bisa buat lo jatuh cinta?" tanya Laura, dia menatap Langit sangan dalam.
Langit menggeleng, "Lo juga baik, lo juga sempurna. Tapi maaf, gue nggak terpikat dengan semua itu." jawab Langit, dia menatap mata Laura yang mulai berkaca-kaca.
"Lau, ayo akhiri hubungan ini. Gue mau putus." ucap Langit, enteng membuat Laura seperti tersambar petir di sore hari yang cerah.
"Kenapa? Apa gue nggak pernah ada di hati lo?" tanya Laura,
"Nggak."
Jawaban Langit membuat airmata yang berusaha dia tahan, kini mengakir sangat deras.
"Maaf Lau." Sesuatu yang tidak mungkin untuk Langit, mengucapkan kata maaf dan kini dia ucapkan untuk Laura karena telah mempermainkannya. Lalu dia memeluk Laura, membiarkan gadis itu menangis di dalam dekapannya.
"Lo jahat, Lang!" isak Laura, dia menatap Langit dengan tatapan terluka,
Langit tersenyum lalu membalas tatapan Laura, tajam. "Gue emang jahat. Tapi bukannya dari awal gue udah bilang ke lo, jangan naro hari dan harapan lebih ke gue. Karena gue, Langit Sankala nggak mungkin jatuh cinta sama Laura." tegas Langit.
"Brengsek!" tangis Laura pecah, dia memukul dada Langit sembari menumpahkan kesedihannya. Sedangkan cowok itu hanya mentap datar lalu memeluk Laura dengan erat.
Langit orange perlahan menghilang digantikan cahaya bulan yang bersinar terang dan cahaya remang dari lampu yang terpasang disetiap sudut juga menerangi taman itu. Laura masih saja menangis dalam pelukan Langit, memecah kehingan malam.
Sangat lama hingga akhirnya Langit tidak mendengar isakan lagi dari Laura, lalu dia mengusap surai gadis itu dengan lembut.
"Gue mau tunangan." ucap Langit tetapi Laura hanya diam. Cowok itu memegangi kedua bahu Laura dan sedikit mendekatkan wajahnya pada Laura, "Sama Embun." lanjutnya, barulah Laura bereaksi dam melepaskan pelukannya.
"Embun?"
Langit mengangguk, "Iya, lo tau kan bokapnya bangkrut dan punya hutang besar." ucap Langit lalu dia terkekeh, "Sesimple itu, ayah gue ngajuin pertunangan. Ya meskipun Embun awalnya nolak, tapi karena gue maksa dia akhirnya setuju." jelas Langit tanpa beban.
"Apa maksud lo?" tanya Laura, tatapannya kini berubah tajam dan tak suka. Bukan karena takut cintanya tersaingi tetapi Laura takut Langit menyakiti Embun.
"Lo maksa dia?" tanya Laura tetapi Langit hanya tersenyum senang.
"Nggak usah gue jelasin 'kan? Gue juga nggak mau ngehianatin Embun. Gue cinta sama dia dan gue mau tunangan sama dia." ucap Langit tepat di depan wajah Laura.
"Jadi Ra, lo ngerti 'kan? Lo nggak mungkin marah sama Embun 'kan?" tanya Langit penuh penekanan, jari-jari Langit juga mencengkram pundaknya sangat erat.
Laura tersenyum miris, Langit sedang mengancamnya, "Mana mungkin Lang."
Langit tersenyum lagi lalu mengecup pucuk kepala Laura, "Oke, thanks." ucapnya,
Langit melepaskan cengkraman di pundak Laura. "Ayo gue anterin pulang." Langit berbalik, lalu tanpa memperdulikan Laura yang menangis dia meninggalkannya sendirian di taman.
Sepeninggalan Langit, tubuh Laura merosot ke tanah. Tangis yang tidak dapat dia tahan lagi keluar begitu saja bersama isakannya meskipun Laura sudah berusaha agar suaranya tidak keluar.
Hati Langit seolah mati, dia tidak tersentuh sama sekali karena sejak dulu Langit hanya memberikannya pada Embun.
"Dalam hubungan ini, jangan naro hati sama gue karena gue nggak akan pernah bisa jatuh cinta sama lo." peringat Langit saat itu. Laura pikir, seiring berjalannya waktu hati Langit akan jatuh padanya, tetapi nyatanya hati Langit sudah memiliki tempat bersinggah.
•
•
•
Team Langit Embun atau Langit Laura?

KAMU SEDANG MEMBACA
DAMN'IT FIANCE
Fiksi Remaja"Lo milik gue selamanya!" Langit Sankala, si brengsek yang sifatnya arogan, berandalan dan playboy, sedang jatuh cinta pada primadona sekolah, Embun. Tetapi citra buruk yang melekat pada Langit membuat Embun selalu menjauh dan tak pernah ingin b...