01

672 43 0
                                    

"Assalamualaikum," ucap Fenly saat memasuki rumah bernuansa gold yang penuh kehangatan itu.

"Waalaikumsalam, anak umi udah pulang?" sambut umi yang duduk di sofa ruang tengah, tersenyum hangat saat fenly mencium tangannya lembut.

"Iya umi, ya udah fen ke atas dulu ya, mau mandi gerah."

"Ya udah, sana mandi, abis itu turun buat makan siang!"

"Iya Umi."

Baru dua langkah menaiki anak tangga suara perempuan yang lebih muda terdengar bertanya padanya.

"Adik kamu di mana Fen?" Fenly mendengus sebal, membalikan badan dan menatap Fania yang juga menatapnya dengan raut bertanya.

"Mana fen tau!" balas fenly ketus, melanjutkan menaiki tangga dengan kesal. Kenapa kakaknya itu selalu menanyakan Fajri padanya.

"Kemana anak itu?"

"Udah Fan, anak itu udah gede, bisa jaga diri."

Fenly tersenyum saat samar-samar suara perbincangan dua wanita kesayangannya terdengar. Benar kata umi, adiknya sudah besar dan bisa jaga diri.

Sementara di luar sana, lebih tepatnya depan gerbang. Fajri berjalan sambil mendorong motor gede kakaknya.

Peluh yang menetes tak ia pedulikan, senyumnya tetap mengembang ketika netranya melihat Pak hasan, satpam rumah berjalan menghampirinya.

"Astagfirullah, Aden ngapain dorong motor segala?" tanya pak hasan seraya membuka pintu gerbang.

"Assalamualaikum, ini pak motornya fenly mogok, tukeran motor di gerbang komplek."

"Waalaikumsalam, ya ampun tega banget kakak kamu." Pak hasan tak habis pikir, Kakak adik itu selalu ada aja tingkahnya.

"Simpen aja di situ biar bapak yang bawa ke dalem motornya!" pinta Pak hasan saat fajri mulai mendorong kembali motor milik abangnya.

"Gak usah Pak, udah deket juga."

Pak hasan hanya menatap anak itu dengan gelengan kepala, selalu seperti itu, si kakak yang egois dan si adik yang selalu mengalah.

"Ya ampun Aji, kamu ngapain dorong-dorong motor? Motor kamu kemana?" Fania berteriak heboh, saat fajri menghampirinya dan mengucapkan salam, bahkan wanita itu lupa menjawab dan hanya membiarkan adiknya mencium tangannya.

"Tukeran motor sama Abang, di depan."

"Udah lah Fan, udah seharusnya adik ngalah sama kakaknya," tegur umi yang keluar menghampiri kedua anaknya yang berdiri di teras.

"Tapi umi_

"Udah, Kak. Aji mau ke kamar dulu ya," pamitnya sambil berjalan melewati pintu, tentu saja setelah mencium punggung tangan wanita tercintanya.

Fajri itu jarang ngomong, soalnya kalau ngomong panjang lebar bawaannya bikin orang kesel, lama.

"Dari mana aja Lo? Lelet banget, cuma bawa motor dari gerbang ke rumah juga." Baru saja fajri menginjakkan kakinya di lantai atas, suara fenly membuatnya terhenti dan menatap kakaknya yang beda lima menit itu lekat."

"Gak liat badan gue keringetan gini? Gue cape mau istirahat!" Seperti adik kakak pada umumnya, kericuhan bukan masalah besar, sering terjadi tapi selang beberapa menit baikan lagi.

"Gak sopan Lo sama kakak!"

"Kita cuma beda lima menit ya!" Tanpa menunggu jawaban abangnya, fajri melengos pergi memasuki kamar miliknya.

"Huh, cape banget. Mandi aja deh, gerah," gumamnya seraya bangkit dari rebahannya. Sampai kamar pemuda itu langsung merebahkan diri dengan alasan lelah.

FAJRI In Secret FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang