Fajri menatap kedua sahabatnya yang tengah makan dengan lahap, tersenyum tipis dan kembali menyuapkan satu bulatan bakso dalam mulutnya.
"Ngapain ngeliatin kita sampe segitunya Ji?" tanya fiki sambil menatap fajri heran.
"Iya, emangnya ada yang salah sama muka kita berdua?" Zweitson ikut penasaran dan bertanya dengan nada bayinya.
"Gimana sih rasanya di belain sama ibu kalian?"
Fiki melongo dengan wajah polosnya, kenapa dengan Fajri hari ini? "Lo kenapa sih Ji?"
"Ya enak sih, apalagi pas adek gue nakal terus mami belain gue, rasanya ah mantap," jawab zweitson enteng, tersenyum dengan mata yang membayangkan momen di mana ia di bela oleh ibunya.
"Apaan sih Son?" Fiki menyikut tangan zweitson saat anak itu malah menjawab dengan tenangnya.
"Ternyata emang cuma gue yang di bedain di keluarga itu," gumam fajri pelan, mengaduk baksonya setelah di tambah satu sendok sambal lagi.
"Gak usah di pikirin Ji, mending sekarang lo pokus sama basket dan belajar supaya orang tua Lo bangga!"
"Masalahnya orang tua gue gak pernah puas sama nilai yang gue dapetin, apalagi fenly selalu mendapat lebih."
Baik Zweitson maupun Fiki, keduanya saling tatap maklum.
"Sekarang gini aja," fiki menjeda ucapannya menepuk bahu fajri dan meletakan sendoknya agar perbincangannya serius. "Belajar dan raih mimpi lo buat diri lo sendiri, jangan jadikan dukungan orang lain sebagai motivasi, tapi jadikan cambukan buat lo terus maju hingga sukses!"
Fajri menatap fiki dengan tersenyum, fiki memang yang paling muda, tapi kadang kala pikirannya selalu lebih dewasa.
"Thanks Fik, Son, gue gak tau lagi kalau gak ada kalian!"
"Selow aja lagi, kan biasanya Lo yang ngasih gue motivasi sekarang giliran gue nyemangatin lo!"
"Iya gue mah apa atuh, cuma bisa diem saat sahabatnya sedih," ucap zweitson dengan wajah sedih di buat-buat, bibirnya mengerucut lucu padahal pipi tirusnya mengembung karena bulatan bakso yang belum di telan.
"Gak usah gitu mukanya Son, cukup piki aja yang wajahnya gemoy jangan bikin predikat bayi lo bertambah," gemas fajri yang kembali tersenyum dengan tingkah sahabatnya itu.
"Fiki Ji, bukan piki!"
"Elah, sama aja padahal."
"Beda!"
"Ya udah sih perkara nama doang, udah mending ke kelas, bel udah mau bunyi pasti!" lerai zweitson yang di angguki keduanya.
Ketiga sahabat itu kini tengah main game online di kelas, padahal sebelumnya mereka misuh-misuh, kesal harus meninggalkan sisa bakso di kantin demi pelajaran, eh tiba-tiba pengumuman jam kosong, karena ada rapat.
"Hallo, Assalamualaikum Umi,"
(....)
"Yah Ji, Lo pake keluar segala kalah dah kita, padahal dikit lagi!"
"Ngeselin banget si aji_
"Syuuth! Iya mi, nggak kok ini aku mau belajar, iya. Assalamualaikum!"
"Lo gimana sih Ji, bukan cuma Lo yang kalah kita juga," ucap fiki emosi.
"Ibu negara telpon bisa tidur di luar gue kalau gak di angkat."
"Ngomongin apaan emangnya?"
"Nggak, nyuruh belajar. Gue juga di omelin gegara kalian berisik ngomongin kalah, jadi ketahuan lagi mabar."
KAMU SEDANG MEMBACA
FAJRI In Secret Family
Teen FictionMenjadi berharga dan di hargai adalah impian semua orang tapi bagaimana bisa berharga jika kamu terlahir dalam kalimat ... HARAM. by : pranormal