Paper Planes - Prague [PREVIEW]

2.2K 169 10
                                    

Notes: Naskah cerita ini masih cukup mentah, ya. Dalam versi cetaknya mungkin akan ada sedikit revisi kecil. Jadi, kritik dan saran dipersilakan.

.

Ten nejlepší pocit je, když se podíváte na něj a on se už na vás hledí.

The best feeling is when you look at him and he is already staring.

.

Ceklek.

Lapisan tipis awan cirrus menyebar dari barat. Samar dan bergelombang seperti helai sutra yang menaungi bangunan-bangunan kastil dan menara tinggi di depan sana. Dilatari lagit yang masih berwarna abu-abu sementara sang surya merangkak pelan malu-malu dari horizon timur, membiaskan semburat oranye pada apapun yang ia timpa.

Langit yang indah. Seperti lukisan.

Ceklek.

Di bawah, pemandangan terhampar sama megahnya, jika tidak lebih. Jagad suka memotret langit, tapi apa yang ada di bawah langit sekarang di hadapannya adalah sesuatu yang jarang dia saksikan. Bekerja, sebagai bagian yang menyakitkan dari menjadi dewasa, memaksanya untuk terjebak dalam pemandangan abu-abu yang membosankan dari gedung pencakar langit di atas kota yang sibuk. Itupun cukup beruntung jika dia memiliki waktu untuk melihat ke luar jendela, karena sebagian besar waktu, yang bisa dia lihat hanyalah tumpukan dokumen dan obat sakit kepala.

Namun sekarang, surga kecil terbentang di hadapannya. Sungai Vltava yang mengalir melalui jantung Praha tenang seperti biasa, airnya memantulkan semua yang diberikan langit di atasnya, warna temaram langit, matahari, jembatan batu yang melintasinya. Ada beberapa kapal pesiar di permukaannya juga, berlayar dari tenggara, terlihat kecil dari tempat Jagad berdiri.

Ceklek.

Jagad menoleh ke kanan. Untungnya, belum banyak orang di sisi itu. Dan seolah-olah dia tidak bisa lebih beruntung lagi, hanya ada satu orang di sana, berdiri tepat di bawah lampu jalan terdekat kedua yang tampak antik. Orang itu menghadap Staroměstská Věž, menara jembatan Charles di ujung Old Town. Seorang gadis, Jagad dapat dengan mudah menyimpulkan dari rambut panjangnya yang jatuh di punggung. Atau melalui tubuhnya yang mungil. Dia tampak semakin mungil dengan sweater wol putih dua ukuran terlalu besar untuknya sehingga membuatnya terlihat hampir tenggelam dalam pakaiannya sendiri.

Untuk sesaat, Jagad hanya berdiri di sana menatapnya. Seolah ia tidak tahu cara mengalihkan pandang. Pemandangan itu ... melebihi indahnya pemandangan Praha di pagi hari. Pemandangan Praha di pagi hari dengan gadis itu berada di tengah-tengahnya terasa ... ajaib. Bagaimana sinar matahari musim panas pagi itu menyinari rambut cokelatnya, membentuk lingkaran cahaya di atas kepalanya. Lalu gadis itu menaikkan tangannya, memotret. Sesaat sebelum ia tersenyum. Dari sisi itu, Jagad dapat melihat samar garis senyumnya meski tidak dapat melihat wajah gadis itu seutuhnya.

Tetapi, itu saja cukup. Semua itu cukup untuk membuat gadis itu ... tampak seperti malaikat.

Ceklek.

Dia mengambil gambar lain. Kemudian dua lagi dari objek yang sama; gadis itu dengan bangunan kastil kuno Praha sebagai latar belakang. Gadis itu kemudian berjalan ke depan dan bergeser sedikit ke samping, lebih dekat. Dia mendongak, tampak mengagumi salah satu patung Barok yang ditempatkan di kedua sisi jembatan. Namun, Jagad masih tidak bisa melihat wajahnya selain tampak samping.

Dan entah bagaimana, ia merasa sedikit penasaran.

Ceklek. Ceklek.

Sekelompok orang membanjiri dirinya saat itu, mengobrol dalam bahasa asing dan merusak apa yang disebut Jagad sebagai pemandangan sempurna. Malaikat itu tidak terlihat, disembunyikan oleh seorang pria besar yang mengenakan kemeja abu-abu dengan tulisan 'I love Prague' di bagian belakang. Dia berputar, mencari pemandangan yang layak untuk dipotret daripada kemeja abu-abu pudar. Jagad memutuskan untuk memotret lebih banyak lanskap Praha dengan Canon 7D Mark II miliknya.

Ceklek. Ceklek.

Praha memang indah. Orang menyebutnya sebagai Paris dari abad delapan puluh. Jagad sangat setuju. Dengan semua bangunan tua yang tampak seperti dongeng, kota ini terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Dia mengambil lebih banyak gambar di jembatan saat dia di sana, setiap menara di kedua ujung jembatan, yang ada di Old Town dan yang di Malá Strana, beberapa patung, bahkan tiang lampu.

Jagad bukanlah seorang fotografer atau apapun yang berhubungan dengannya. Tidak, dia tidak melakukan ini secara profesional dan mendapatkan sejumlah bayaran darinya. Dia lulus dari Harvard dengan gelar master manajemen bisnis di dahinya dan kembali ke Jakarta untuk membantu ayahnya menjalankan bisnis keluarga mereka. Baginya, memotret hanyalah hobi. Hal yang dia lakukan demi lepas sejenak dari penatnya tanggung jawab.

"Jagad, umur Bapak ini nggak berkurang loh. Umur Bapak sudah pantas untuk pensiun." Jagad ingat ayahnya meneleponnya pada dini hari hanya untuk memberitahukan hal ini. Dan hal pertama yang Jagad lakukan adalah mengutuk perbedaan waktu yang besar selagi ia berusaha menahan kuap. Saat itu jam 3 pagi dan dia butuh istirahat setelah tidur tidak sampai dua jam yang lalu demi menyelesaikan makalah. "Kamu harus cepat lulus dan gantiin Bapak."

Lebih sering daripada tidak, dia akan tertidur kembali mendengar ayahnya membacakan nasihat yang sama (atau lebih seperti tuntutan) berulang-ulang atau kekhawatiran ibunya yang tak henti-hentinya tentang apakah dia makan dengan baik atau tidak.

Namun sekarang, setelah Jagad kembali dan memimpin bisnis mereka baik di pertelevisian maupun penerbitan seperti yang mereka harapkan, orang tuanya sepertinya memiliki ide yang tak ada habisnya untuk mengomelinya. Dan permintaan baru ini tidak disukai Jagad sedikit pun. Lebih daripada sebelum-sebelumnya.

Ceklek. Ceklek. Ceklek.

Ini sudah bulan Juli. Musim panas. Sebuah alasan mengapa hampir separuh penduduk Praha (kalau boleh dilebih-lebihkan) dicurahkan ke Charles Bridge. Jagad mendapati dirinya hampir tersesat dalam gelombang orang-orang yang datang dari kedua sisi, kebanyakan pasangan atau orang-orang dalam kelompok, dipimpin oleh seseorang dengan suara nyaring yang berbicara dalam bahasa Inggris sebagai pemandu mereka. Menjadi salah satu tempat wisata paling populer di Ceko, setiap wisatawan pasti ingin datang ke sini. Dirinya termasuk.

Tapi bukan Vianca. Bukan model terkenal dengan jam terbang ketat bernama Vianca Ayu Scwarz. Gadis itu terlalu sibuk dengan peragaan busana dan pemotretannya.

Ceklek. Ceklek.

Dia menyipitkan matanya di depan lensa kamera, fokus untuk mengambil gambar satu kapal pesiar mendekati jembatan ketika sesuatu menyodok lengan sebelum mendarat di kakinya. Jagad secara otomatis melepaskan calon bidikannya untuk melihat benda apa yang baru saja mengenainya.

Ia menunduk. Di sana, di dekat kakinya, adalah sebuah pesawat kertas berwana kuning.

- Paper Planes -

Bagaimana? Saya harap sedikit cuplikan ini bisa memberikan kamu gambaran tentang apa novelet Paper Planes nanti. Dan semoga saja, kamu justru semakin ingin membawa pulang Paper Hearts dan Paper Planes.

Oh, ya. Bagi kamu yang masih menabung, aku mengadakan giveaway kecil-kecilan di Instagram. Yuk, ikutan. Cek di Instagramku (at)nayahasan27

PS: Sebenarnya kemaren bikin slot beda-beda untuk FB dan Twitter juga, tapi karena nggak ada yang ikut, aku batalin :(

PSS: Sampai ketemu di PO tanggal 9 Oktober nanti!!!

Paper Planes [Paper Hearts AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang