O2; Ngegas.

380 77 10
                                    







Jam pelajaran ke tiga setelah istirahat adalah Matematika. Bukannya duduk tenang di dalam kelas, Sean dan Bagas malah duduk dengan santai di atap sekolah. Ada sebuah sofa panjang reot—yang tidak tau di dapat dari mana—dan beberapa ban bekas yang disulap jadi tempat duduk.


Salah satu tempat Sean, Bagas, beserta teman-teman satu tongkrongan mereka untuk menghabiskan waktu bolos, atau sekedar nyebat saat istirahat makan siang. Atap sekolah adalah titik buta guru BK yang hobi keliling sekolah menciduk anak-anak yang bolos, tapi tidak semua anak bisa bersembunyi di sini tentu saja.


Kalau bukan karena sudah jadi tempat tongkrongan wajib Sean dan sekomplotannya ya, apalagi. Hampir seluruh siswa lebih memilih tidak mencari masalah dengan Sean dan teman-temannya. Bukan karena Sean dan teman segerombolnya tukang palak atau apa.


Mereka tergolong anak berandalan yang kalau tidak di ganggu, mereka juga tidak akan mengganggu. Lebih suka tidak melibatkan diri dalam hal-hal merepotkan selain jika mereka di pancing lebih dulu.


Saat Sean dan Bagas masih siswa baru, ada segerombol siswa kelas 3 yang memang cukup meresahkan. Benar-benar jenis berandalan sekolah yang hobinya membully dan memalak. Tidak ada urusan sama sekali dengan Sean dan Bagas sebenarnya, tapi siang itu kebetulan yang tidak menguntungkan, Sean dan Bagas menjadi sasaran untuk dipalak.


Berakhir dengan adu jotos sampai rahang salah satu siswa kelas tiga itu patah karena tinjuan Sean dan berujung dijatuhi hukuman skorsing tiga hari.


Berita menyebar dengan cepat di seluruh sekolah. Membuat mereka berdua menjadi salah satu yang disegani.


Sean dan Bagas memang kerap kali di juluki kembar tapi tak sama. Hampir disetiap kesempatan, di mana ada Sean pasti ada Bagas. Begitu pula sebaliknya. Mungkin efek berteman sejak masih SD dan kemiripan sifat yang tak jauh berbeda, membuat mereka cocok menjadi teman satu sama lain.


Bahkan dalam hitungan waktu yang tidak sebentar.


Kebiasaan mereka pun hampir sama. Tukang bolos, kadang juga sama-sama terlambat dan berakhir memanjat dinding belakang, langganan sekali di hukum karena tidak mengerjakan tugas dengan sengaja. Lalu yang paling parah adalah, kebiasaan nyebat keduanya yang benar-benar membuat geleng-geleng kepala.


Meski sekarang Bagas sudah berangsur-angsur mengurangi jatah rokok karena lebih takut pada pacarnya yang galak setengah mati. Tapi Sean masih tetap sama. Bahkan sejak menginjak kelas dua, anak itu merokok makin parah.


Ditambah lagi pujian-pujian dari para gadis yang menggilainya—mengatakan anak itu kelihatan makin keren waktu merokok—yang pernah menjalin hubungan dengan Sean. Membuat anak itu melambung semakin tinggi dan meneruskan kebiasaan nyebat yang benar-benar tak terkontrol.


"Sob, korek ada?"


Ekor mata Sean melirik pada Bagas yang mengadahkan tangan padanya, dengan rokok yang sudah terapit di bibir. Merogoh saku seragamnya dan melempar korek api pada Bagas. Korek yang tadi baru dia temukan setelah insiden pagi hari di gerbang.

NYEBAT (glow-up ver); KOOKVWhere stories live. Discover now