bagian 3

156 6 0
                                    

AHai ahai readers.
Bagian ketiga nongol lagi nih, ya ga papalah
walaupun ga ada juga yang menantikan,
seenggaknnya aku berusaha tidak
menggantung~nggantung cerita terlalu lama
sampai seolah-olah memainkan perasaan para
readers yang mulai mirip arwah-arwah penasaran
(liat kiri~kanan takut di gaplok thor lain yang
merasa kesindir) lagian sapa juga penasaran ama
ceritaku yaw? (Kecil hati mode on)
Its' ok.. well
Hapyy reading ya..
Typo tetap merajalela.

****
Seperti pagi sebelumnya aku masih saja badmod.
Well, sepertinya tanpa kusadari adriana memang
sudah menjadi moodboster ku ya?
Ponsel ku berbunyi saat aku sudah memarkir motorku di kampus, ku raba saku celana jeansku,

dih.. private number huh? Siapa juga hari gini yang masih sudi mengangkat telfon dari penelfon
tidak beratitude yang menyembunyikan nomornya.

Ku abaikan telfon itu sampai 3 kali. Setelah itu tidak ku dengar lagi deringannya. Sepertinya
penelfon sok misterius itu sudah menyerah.
Dan kulihat Safa melambaikan tangannya dari balkon
lantai dua kampusku.
Syyuuurrrr.. angin segar segera menggelitik di
sekujur tubuhku. Ccckk. Gadis itu, masih saja memberi pengaruh luar biasa buat rohani dan
jasmaniku, he he he. Senyumnya,
lesung pipitnya, hidung dan bibir kecilnya, matanya membulat dan jernih. Buatku itulah
bentuk kesempurnaan bagi tiap wanita.
Dia adik kelasku, masih semester 3. Segala hal tentangnya adalah amazing. Well, walau aku tak
pernah menemukan hal yang membuatku berani
mendekati. Bahkan berbicara dengannya saja membuat lututku lemas, dan apakah kalian tau?
Senyumnya apabila sengaja di arahkan padaku selalu menumbuhkan gelenyar aneh..
Dia menghampiriku. Ok, jantungku tak boleh segila ini..

"Kak Riz, jadikan ngasi aku bahan referensi buat kontes ratu debat minggu depan? Manah?".
Ujarnya mengamit bahuku.
Lets see.. apalagi tingkahnya. Ughh.. tak bisakah dia menjaga jarak sedikit saja sebelum aku punya
fikiran aneh~aneh tentangnya. Mana dia tau.

"Kak, kok bengong? Kebiasaan ih. Badannya dimana nyawanya dimana. Ga boleh keseringan tau".
Suaranya terdengar gemas. Dan aku baru kembali keduniaku setelah dia ngedumel..

"Hah.. bahan ya.. humzz.. ada sih. Tapi lagi ku gak ku bawa".

"Tsk," ujarnya sambil mengjentakkan kaki kesal. "kakak sih ah. Bentar lagi eventnya dimulai tau, lah si kakak mah masih aja ga bantuin, katanya mau ngajarin aku, ckk.. ckk.. percuma donk deket
ama pemenang Kontes ratu debat tapi ga mau berbagi ilmu" kali ini nada suara sangat tinggi sekali seolah mbentakku atau memang ia membentakku. Aku hanya tak percaya saja sikap seperti bisa di tunjukkan gadis bertubuh mumgol seperti dia.

"Mana kak?, niat nolong gak sih" dia mulai memaksa. Oho ho. Aku sangat tidak suka ini, dari dulu aku paling benci di paksa.
Aku menaikan alisku sebelah, ternyata dia akhir~akhir ini mendekatiku karena ada maunya..
hahhhh.. lagi~lagi ceweeee, kentara banget sih ngakalinnya.

"Sooo, ngedekatin aku cuma karna ada maunya toh?" Aku melangkah pelan meninggalkannya.
Baru kali ini aku mengabaikannya. Karena sepertinya aku benar~benar tertohok karena kata~katanya barusan. Kok bisa ya aku
klepek~klepek cuma karena cewe seperti dia.
Memang si gosip miring tentang dia yang sering
sekali memanfaatkan orang lain sempat kedengaran ditelingaku. Emha juga sudah
mengatakannya. Tapi bila belum mendengar sendiri seperti tadi memang sulit buat aku
percaya.

"Yee.. si kakak malah ngabur sih". Dia berusaha
menjajari langkahku. "Bukan gitu maksudnya kak, ya kan ga salah adik junior belajar sama kakak
senior ya kan? Menurutku disini kan kakak memang paling berpengalaman 2 x menang
kontes. Udah mahir dong tuh, jadi aku mau belajar gitu doank". Dia berusaha menjelaskan.
Tapi justru yang keluar dari mulutnya seolah hanya bulshit. Mudah sekali perasaanku ini naik
dan turun, bahkan tadi saja aku masih sangat mengaguminya. Benar-benar labil ni bocah.
Dan sekarang perasaan itu perasaan kagum itu langsung berubah jadi jengah. Dan untunglah aku terselamatkan oleh kehadiran Oghek

cubing rights?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang