Bagian 4

101 7 0
                                    

Seminggu berlalu sejak aku menanyakan pada adriana kenapa dia galau ga jelas begitu. Seolah bukan adriana yang ku kenal, dia sobat ku satu satunya yang paling bisa jadi moodboster the gecors. Bahkan setelah di tanya sampai lidahku melepuhpun Adriana tetap tak mau menceritakan apa sebab dia galau. Makin sok misterius aja tu orang.

Sedangkan kedekatan dengan keenan sepertinya sudah mulai memasuki tahap lebih jauh. Dia lebih kepo tentang diriku. Sedangkan aku tak banyak berkata kata untuk tau seperti apa dirinya. Biar semua mengalir apa adanya.

Keenan sempat bercerita kalau mantannya sudah pulang ke kediri, bahkan akan menikah dengan adik lelakinya. Hahh.. miris memang. Dia meminta kekasihnya pulang ke rumah ortunya malah kekasihnya akan menikah dengan adiknya. Complikated dan pasti menyakitkan. Ya walaupun dia bilang sekarang mereka sudah jadi mantan dan dia sudah tak mau lagi membahas tentang itu.

Sedangkan kisah ku dengan reni si bodong sykopat itu, sepertinya aku tak perlu banyak berkata kata. Karena adriana sudah menceritakannya.

Drrtt.. drrtt... suara dering ponselku mengejutkanku dari lamunan.

'Kenan caling? Interlokal terus. Dasar pemboros' fikirku. Segera ku anggkat telfonnya.

"Hai ris, sudah pulang kuliah?" Kudengar suara khasnya dari seberang sana.

"Ia sudah, baru aja nyampek." Sahutku sambil merebahkan tubuhku dan meregangkan ototku. Lelah memang, sehabis rapat kordinasi dengan beberapa univ lain.

"Capek?" Tanyanya lagi. "Ia banget, ivent go greennya di percepat, makanya semuanya jadi serba dadakan."

"Aku ganggu donk?"
"Ah gak juga, biasa ajalah. Ada apa sih, kok kayanya bingung gitu?"

"Hum, mulai darimana ya?"
"Hah, apa yang darimana?" Tanyaku heran. "Ya ngomongnyalah ris, aku jadi bungung "

Huh kudengar suaranya memang sedikit takut takut. Atau mungkin ragu.

"Kenapa si nan? Ayolah ngomong aja, ga sayang duit apah?" Cerocosku. "Hah, maksudnya sayang duit?"

"Ya kamulah gak sayang duit. Udah tau interlokal tiap hari telfon, nah sekarang pakek buang waktu buat bingung segala. Hemat dikit napah."

"Unh, ia maaf. Aku cuma ragu."

"Ok ya udah hilangkan ragumu itu, to do point aja. Aku suka yang seperti itu."

"Beanarkah?". "Yaa,, tentu saja."

"Sebebarnya dalama beberapa hari kedekatan kita ini, aku merasa aku nyaman banget sama kamu ris, aku bisa jadi diriku sendiri dengan sikapmu suple dan hangat, perhatian kamu dalam tiap tiap hal kecil, bahkan yang ku duga duga sebelumnya, entah kenapa semua itu buat aku rindu ris."

"Unzz, rindu? Rindu yang seperti apa maksudnya?"

"Yaa.. aku rindu semuanya tentang kamu, awalnya aku belum yakin rasa apa yang aku rasain sekarang ini. Tapi sekarang aku yakin dengan perasaanku, sepertinya aku menyukaimu ris, lebih dari sekedar teman."

"Hum.. ini dengan kata lain kamu nembak aku gitu nan?"

"Ya bisa dibilang gitu, aku tau kamu pasti berpendapat kalau aku terlalu terburu buru dan grusah grusu. Tapi aku gak mau buang buang kesenpatan ris, aku ingin menyatakan apa yang aku rasa bebeberapa hari belakangan ini."

Aku hening sejenak, ku cerna pelan pelan tiap perkataannya.
Memang terkesan terlalu cepat menurutku, belum lagi jarak yang terlalu jauh, kami juga belum lama dekat. Hahh. Malah jadi fikiranku yang bercabang cabang.

"Ris, are u okey?" Tanya kenan membuyarkan lamunanku.

"Yah, i'm alright."
"Lalu bagaimana menurutmu tentang apa yang kukatakan barusan?"

"Gini ya nan." Aku masih mikir mikir jawaban apa yang tepat aku berikannya padanya. Jujur saja aku masih ragu.

"Okey mungkin ada benarnya kalau menurutmu ini terlalu cepat, tambah banyak lagi hal lain yang jadi pertimbangan, gak cuma itu. Kita belum saling bertemu, gimana mungkin bisa langsung suka, maaf bukan maksudku gak percaya dengan perasaanmu. Memang sih aku pernah LDr, tapi hanya lain kota. Dan intensitas pertemuan kita juga lumayan. Sebebernya jarak juga jadi kendala. Hahhh.. aku bingung mesti jawab apa nan."

"Apa kamu membenciku ris?"
"Hah, tentu saja tidak, kamu ini mengada ngada. Atas dasar apa aku membencimu?"

"Lalu kamu menyukaiku?"

"Nah itu dia, jujur ya, untuk saat ini aku belum suka terhadapmu dalam artian ingin ku jadikan pacar, atau saat ini perasaanku belum lebih dari teman."

"Tak bisakah ris? Belajarlah menyukai ku pelan pelan. Aku yakin aku akan membuatmu jatuh hati padaku ris. Percayalah. Kamu gak harus jawab sekarang, jawablah kapanpun kamu yakin. Walaupun aku pasti senang banget kalau kau mau jadi kekasihku dengan segera."

"Hum, baiklah. Akan ku fikirkan, tapi ku mohon jangan buru buru. Karena aku juga belum yakin."

"Okey ris. Makasi ya. Kuharap dengan sangat."

Tak lama telfonku terputus.
Tinggallah aku merenung. Memikirkan lagi masak masak sikapa apa yang harus ku ambil. Jawaban apa yang harus kuberi.

*****
Benar benar ya adriana ini menguras emosiku. Sudah beberapa hari aku menghubunginya tapi tak pernah di angkat. Bahkan chat ku juga tak di balas. Gajah dongok apa lagi kesampet nenek lampir kali ya.

Padahal ada banyak hal yang inginku ceritakan padanya. Termasuk menanyakan pendapatnya tentang sikap keenan padaku. Memang sudah jadi kebiasaanku buat sharing dengannya. Apalagi tentang gebetan. Tambah lagi sekarang, seolah keenan itu gak sabar sabarnya. Aku jadi bingung.


Yupp. Readers.. pelan pelan kucoba update.
Dengan mengumpulkan sisa mood dan disela sela kesibukanku. (sok sibuk, padahal gak sama sekali)

Happy reading. Maaf kalau typo masih saja meraja lela. Ceritanya memang agak ubsurd,

**selamat datang di dunia ubsurdku yaw**

cubing rights?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang