Tiga

1 0 0
                                    

"Kita berdua?!"

"Iya. Ada masalah?"

"Bukan gitu coach, tapi—"

"Saya sih gak ada masalah coach, kalau jadi Kapten." Ael dengan cepat menyahut dan dihadiahi tatapan horor dari Aizel.


Apa yang barusan Aizel dengar? Tidak salah bukan? Ael ingin menjadi partner Kapten dalam Kejuaraan Nasional bersama dirinya?


“Jangan saya, coach.”

"Kamu kenapa? Ada masalah? Memangnya ada kendala apa, Aizel?" coach Agus beralih menatap Aizel bingung.


Ternyata alasan Ael mengajak Aizel ke ruangan coach Agus adalah untuk menerima posisi sebagai kapten tim putra dan putri.


“Jangan saya, coach. Masih ada.. Sania, Yesha.. sama yang lain.” Seru Aizel. Gadis itu gelisah, menatap ke bawah dengan tubuh sedikit bergetar. “Jangan saya, coach..” ucapnya lagi.

Tubuhnya berkeringat dingin, padahal ruangan coach Agus memakai pendingin ruangan. Tubuhnya juga bergetar gelisah, sampai Ael menaruh telapak tangan kanannya di atas tangan Aizel yang berkeringat.

Ael bertujuan menenangkan Aizel. Laki-laki itu tidak tahu apa alasan di balik bergetarnya tubuh sang gadis.

“Aizel, saya tahu kemampuan kamu. Saya juga tahu, kalau kamu sanggup menerima jabatan ini. Saya memilih kamu sebagai Kapten, karena saya yakin kamu bisa mengayomi para atlet.” Ujar coach Agus.

“Kalau kamu keberatan, kan ada Ael. Itu sebabnya saya mau kalian berdua menjadi partner yang saling membantu satu sama lain. Kalau kamu kesulitan, kamu bisa meminta bantuan Ael.”

Mendengar ucapan coach Agus, Aizel semakin mengeratkan genggaman tangan Ael—yang tadinya hanya sebuah elusan halus biasa. Ael yang kaget pun melotot karena saking kerasnya genggaman itu berubah menjadi remasan.


“Aizel, saya percaya sama kamu.”


Singkat, tapi membuat hati Aizel terenyuh. Sudah sejak lama ia tidak mendengar seseorang mengucapkan kalimat singkat ini padanya.

Aizel menggigit bibir bawahnya, bingung harus menerima jabatan itu atau tidak. "Tapi ini seriusan, coach?" tanyanya sedikit tidak percaya.

Coach Agus terkekeh, "lah, kamu kira saya tadi lagi ngelucu?" Aizel hanya menyengir tanpa dosa merespon kekehan coach Agus.

"Baik coach, saya terima posisi saya." akhirnya Aizel memutuskan jawabannya. Sejujurnya, mendapat kehormatan menjadi seorang Kapten bagi tim adalah impiannya. Tentu, semua orang punya mimpi menjadi pemimpin. Namun di sisi lain, Aizel sudah memikirkan bagaimana suasana canggung yang akan terjadi apabila partnernya adalah Ael.

Setelah itu mengalihkan tatapannya ke samping kiri, lalu mengatakan terima kasih dalam hati, dan tersenyum simpul.

"Terimakasih karena mau menerima tanggung jawab ini. Semoga kalian bisa membantu tim meraih kemenangan ya.”


Tanpa gadis itu sadar, perlahan ia mulai membawa diri keluar dari zona nyaman.

xxx




"Hai, Jel!"

"Ya..?"

"Gue minta nomor lo dong," kata Ael tanpa basa-basi sesaat Aizel memutar tubuhnya kebelakang.

Gadis itu mengerutkan kening, "buat?" tanyanya.

"Kita kan sebagai partner Kapten, harus saling punya nomor dong." jawab Ael menyengir lebar.

"Gak harus sih," elak Aizel tersenyum masam.

"Udah kasi aja nomor lo, gini doang lama amat."

"Gue lupa nomor gue." alibi Aizel terdengar cukup natural bukan?

"Buka hp lo," ujar Ael. Laki-laki ini lebih cerdas dari yang ia pikirkan. Mau tak mau, karena sudah kalah telak, Aizel mengeluarkan ponselnya dari dalam tas ransel, membuka nomor ponselnya sendiri, lalu memberikannya pada Ael.

"Nih lo baca aja sendiri," kata Aizel sambil menyodorkan ponselnya di telapak tangan Ael.

"Kirain mau dibacain," kata Ael dengan suara pelan. Padahal tadi tangannya sudah berada tepat di depan mata Aizel.

"Males."

"Kok gitu? Nanti kita bisa chatan sambil bahas tim. Kan seru," ujar Ael berandai-andai meskipun jarinya tengah mengetik di ponsel.

"Mimpi aja." balas Aizel singkat, yang di tidak di respon oleh Ael.

"Oke, makasi ya, Jel!" ucap Ael setelah selesai menyimpan nomor ponsel gadis itu di ponsel miliknya. Tanpa mendengar jawaban balik dari Aizel, Ael lebih dulu berlari menuju motornya.

Aizel memutar bola mata bingung. Padahal jelas-jelas mereka sudah memiliki grup Kejurnas Ku18 2020. Apa Ael tidak dimasukkan kedalam grup? Ah, tapi itu tidak mungkin terjadi. Lalu apa semua ini. Apa mungkin Ael sama seperti dirinya? Jarang ikut mengobrol dalam grup dan hanya membaca tanpa ada niat membalas pesan tersebut.

Begitulah percakapan singkat antara Aizel dan Ael, meski ini adalah percakapan terlama mereka berdua semenjak tidak saling berkomunikasi selama hampir lebih dari 3 tahun.

Pemikiran Aizel berhenti dengan dirinya bermonolog sambil berdecak, "orang gila."


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KaptenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang