Bunyi ketukan pintu ruangan kerja membuat Rafandra sedikit terkesiap. Satu kali ketukan ia diam tak beranjak. Akhirnya, dua tiga kali ia pun jengah dan menyuruh si empunya yang mengetuk untuk masuk kedalam ruangannya.
Rafandra tampak acuh terdiam tak bicara. Matanya masih tertuju pada deretan angka dan huruf yang membuat matanya memerah serta telinganya berdengung. Satu sosok berdiri di hadapannya membawa satu bungkus makanan yang nampaknya lezat. Bisa diendus melalui baunya yang keluar dari pori-pori kertas.
"Selamat siang, pak Rafandra. Ini saya bawakan makan siang untuk bapak," ujar Kayana mengawali pembicaraan pertamanya dengan Rafandra di luar pekerjaan.
Rafandra menaikkan wajahnya menatap sosok Kayana yang tersenyum canggung nampak bingung. Terlihat dari tangannya yang sibuk memelintir tali paper bag hingga menggulung di jarinya. Makanan itu belum dikeluarkan dari tempatnya. Kayana sepertinya menunggu jawaban dari bos besarnya, apakah menerima atau tidak makanan yang ia bawakan barusan.
"Saya suruh kamu beli makanan?" ketus Rafandra. Kayana tak menjawab. Ia masih diam mematung di tempatnya. Kikuk akan menjawab apa. Memang, Rafandra tak menyuruhnya ini adalah inisiatif dirinya. Betapa bodohnya Kayana yang tidak berpikir ini sebelumnya.
"Kalau bapak tidak mau, tidak apa-apa. Saya bawa kembali makanannya," jawab Kayana sembari membawa makanan itu dan berpamitan ke luar.
Namun, belum satu langkah ia berjalan tiba-tiba Rafandra memanggilnya. "Kamu niat kasih saya tidak?"tanya Rafandra. Kayana berbalik memandang bosnya yang tampak tenang saat menanyakan hal itu.
"Saya niat, pak. Tapi kayaknya....."
"Taruh makanannya di meja situ, buka satu-satu," tunjuk Rafandra yang akhirnya diangguki oleh Kayana.
Sebenarnya Rafandra tak tega melihat salah satu karyawannya membelikan makan siang untuk dirinya. Ini bukan kewajiban mereka. Tapi, demi untuk membalas kebaikan hatinya mau tak mau Rafandra terima pemberian itu.
"Ini pak sudah saya beresin makanannya. Saya permisi dulu," ujar Kayana pamit undur lagi.
"Kamu tidak dalam rangka menyogok saya kan? Karena kejadian tadi pagi?" ketus Rafandra. Kayana menggeleng. "Terus, apa maksudnya ini?" Rafandra menunjuk sekumpulan kotak makanan di hadapannya. Kayana jadi salah tingkah. Karena Rafandra menolehkan wajahnya saat berbicara dengannya.
"A-anu..." Rafandra menaikkan alisnya. Kayana tersenyum kikuk lalu menjelaskannya. "Saya lihat tadi pak Rafandra belum makan siang setelah kejadian di basement sebelumnya. Sekaligus saya minta maaf karena sudah membuat pak Rafandra marah-marah."
Kayana berdiri lalu membungkukkan tubuhnya. Persis seperti kejadian tadi pagi. Rafandra tak tega, lalu menyuruhnya duduk kembali.
Rafandra melanjutkan kembali acara makannya. Kayana melihatnya diam-diam. Sejenak ia termangu melihat cara makan bos besarnya itu. Sangat lucu seperti anak kecil. Mengunyah makanannya dengan gigi depan lalu menelannya. Rafandra merasa ada yang tak beres. Ia pun menoleh membuat Kayana terkejut.
"Kenapa kamu lihat saya makan? Kamu mau?" tanya Rafandra sembari menyodorkan kotak makanan yang dipegang olehnya. Kayana menggeleng dan melambaikan tangannya.
"Enggak pak. Saya hanya kagum dengan cara makan pak Rafandra. Lucu, seperti anak kecil." Kayana terkekeh pelan lalu menutup mulutnya dengan tangan.
Rafandra menghentikan acara makannya yang menyisakan sesuap nasi. Ia melirik Kayana lalu berpura kesal.
"Saya sudah kenyang. Cepat bereskan lalu kamu kembali ke ruangan," perintah Rafandra. Kayana merasa tak enak dan salah tingkah. Karena selesai ia menjawab, Rafandra langsung menghentikan makannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream of me, Mr.CEO
RomanceKayana, ibu dua anak yang bekerja sebagai supervisor di perusahaan ternama harus terlibat dalam kerjasama konyol dengan CEO barunya yang keras kepala. Kayana pun terpaksa menerima walau akhirnya itu membuatnya luka.