Setiap detak aku nikmati, setiap ejekan senyap pun selalu setia aku lampaui. Heran, mengapa aku sesuka ini dengan keadaan sepi yang melilit. Berbaring di kasur berdipan memeluk diri sendiri, terduduk menopang dagu, berdecak, kemudian menengok si penunjuk waktu.
Jarum jam telah menghunus tajam hampir mengenai angka sebelas tentu dengan suasana malam mengitari. Semakin bergulir tanpa lelah saat aku kelelahaan berkutat dengan pikiran. Sesaat hitam kosong nan hampa menghampiri isi otakku. Mengetuk tanpa sopan santun dan salam. Melamun jelas yang terjadi padaku.
Sekilas aku merekayasa adegan yang akan terjadi setelah tepat jam sebelas malam. Mulai dari menyambut dikau, melayanai dengan sepenuh hati, memberi kehangatan tanpa hambatan atau bahkan berbincang sampai tengah malah bahkan subuh menjelang. Aduhai indahnya skenario yang tercipta dalam kepala tanpa isi ini.
Sungguh aku tak berbohong kepada kalian sampai bila saja kalian di hadapanku bisa menerka aku menyerupai orang kurang obat simplenya seperti orang gila. Bukan memberikan gambaran bahwa kalian harus menyugesti aku gila, tidak! Jangan sampai Ya Tuhan. Hanya saja aku memang sudah dibuat gila olehnya, lalu harus apa puan ini untuk menampik segala hal manis dari sang tuan?
Senyum selalu terpatri tidak pernah luntur meski aku sudah kelelahan. Lamunan bagai berada pada padang lamun yang menghanyutkan masih berdiri tegak melingkupi diriku. Jika aku bisa aku langsung mendatangi dirimu tuan, aku orang yang tidak sabaran bila kau ingin tahu tuan. Ah, sunyi yang semakin menggerogoti relung hati tanpa terduduknya dirimu di situ bersamaku semakin membuat rekayasa adegan melantur kemana-mana menjarah akal sehatku.
Menggelengkan kepala guna melerai pertikaian antara akal waras dan lamunanku, memusatkan atensiku pada si penunjuk waktu. Sial, rupanya sudah menginjak pukul sebelas malam dan kau bahkan belum memeluk diriku tuan!
Konyolnya juga aku termangu hampir seperempat jam, ini sudah benar-benar gila bukan main. Tertawa mengejek kelakuan tidak bermanfaatku tapi ternyata masih aku lakukan lagi berdalih daripada lelah menunggu. Sekarang skenario nyeleneh apalagi yang harus aku impikan?
Ehem, aku tahu sekarang. Mungkin dengan permulaan aku bisa berdansa-dansi di bawah hujan bersama sang tuan, sekaligus berbagi cumbuan. Setelahnya kita bermalas-malasan menonton acara yang disediakan saluran televisi atau mungkin memutar musik klasik yang tak pernah mengusik ketenangan. Menyantap kudapan yang kusediakan bersamaan dengan cengkrama yang tercipta dari topik menarik yang engkau adakan. Sungguh eloknya drama romansa milikku.
Bodoh! Semua impianmu harus pupus halus bahwasanya semuanya tak akan pernah kau raih. Merutuki kebodohanku sembari menggerakkan roda jeruji berkarat yang mendiami ruang pikiranku agar tetap realistis. Kini pikiranku berlabuh pada kemungkinan-kemungkinan terburuk, terjelek, dan terbajingan untuk dirimu! Segala pola pertanyaan didasari dengan terkaan, apakah kau akan kembali sesegera mungkin, kembali meluruhkan hujaman menggelikan kepadaku setelah sekian hitungan hari aku tertatih menunggumu. Bahkan sudah aku rangkai berbagai kata umpatan untuk dirimu.
Salah, umpatanku sudah meluncur deras dan jelas seusai jam wekerku berdering. Melirik sinis si pembuat onar pemecah pola abstrak pemikiranku. Melangkah tanpa minat guna menghentikan ocehannya. Memberitahu diriku bahwasanya waktu sudah menyentuh pukul dua belas dini hari.
Sekembalinya mematikan weker, aku bergelung dalam selimut tipis bergaris milikku. Sadar sebenarnya ini tidak bisa menghalau rasa dingin dan sekalian dugaan burukku.
Tidak, jangan menangis hanya karena lelaki!
Sumpah, aku harus berpolah bagaimana lagi? Dia lelaki yang menciptakan rasa gelenyar aneh di dadaku, semangat gelora untukku, dan dirinya sudah kutetapkan menjadi pusat segalanya bagiku. Menyumpal dengan kata-kata manis bukan tabiatnya, melainkan afeksi memabukkan yang menjadi ciri pastinya. Sudahlah, kalian pasti iri dengan pria romantisku, hahaha!
Berguling kesana-kemari di atas kasur baruku yang usianya baru seminggu setelah menginjak rumah kita. Pasrah dengan kemungkinan terburuk yang aku rangkai pasti terjadi, dia tidak mungkin bertandang. Ya Tuhan, semoga saja yang jelek-jelek itu tidak terjadi.
Sungguh tak terasa malam semakin larut dan ternyata aku tetap terjaga, segala pikiranku masih carut marut memikirkanmu tuan! Di luar sedang hujan deras dan kau belum ada tanda kehidupan. Aku sebenarnya hanya ingin kau secepatnya pulang ke rumah kita, sesederhana itu apa kau masih tak mengerti?
(***)
Holla selamat bertemu dengan catatan penulis! Ah, iya ini karya pertamaku huhuhu sungguh aku sangat terharu tau. Akhirnya aku bisa membuat suatu karya!
Yap kalian pasti bisa menebak akhir cerita ini kan!? Bener kan, hayooo ngaku? Sini-sini komen bakal gimana akhir cerita ini menurut kalian.
Tidak lupa aku juga memberikan terimakasih banyak untuk kalian yang sudah memberi apresiasi yaitu dukungan melalui vote dan komen sebanyak-banyaknya. Bahkan kalian bisa juga lho share ceritaku, idih ngarep banget wleee.
Okey, sekali lagi terimakasih banyak dan semangat berkarya!W/<3 selarasarasa
KAMU SEDANG MEMBACA
Menari Dalam Rindu
RomanceAku menahannya dari semula rintik yang kian mengundangmu, hingga kita menari dalam rindu. - sebuah cerita yang berdasar dari lantunan merdu milik Melly Goeslaw bertajuk Denting. Selamat merapah dalam setiap jengkal cerita pendekku. (***) 2021 dituli...