Mungkinkah

14 7 1
                                    


Merealisasikan gejolak hati yang berbisik memerintah tunggu tuanmu di ruang tamu maka kalian akan segera bertemu. Langkah gontai menyertai setiap jengkal langkahku menuju kursi di ruang tamu. Enggan, satu hal yang menghantui angan berkelanjutan milikku. Benar aku sudah merasa tak ingin lagi berharap juga menunggu kehadiran sang pemilik rumah.

Mendaratkan pantat dengan mulus di atas bantalan empuk kursi yang sudah menua, lalu apa yang harus kulakukan guna membunuh rasa jengah yang teramat ini?

Sebelah tangan kugunakan mengetuk-ketuk pinggiran kursi yang berbahan dasar kayu berpelitur mengilap menggunakan jari telunjuk dengan polesan kutek berwana transparan dan sentuhan cat putih di ujung kuku yang sedikit panjang, membuat kesan mengilap, bersih serta elegan walau hanya berbalut cairan warna sederhana, dan yah tentu saja aku tetap menjaga agar kayu di pinggiran kursi tidak melukai kuku indahku, selagi ini bagian favorit tuanku.

Bosan, bosan, bosan! Ya Tuhan aku harus apa, menutup mata pun tak bisa? Decakan sebal lancar keluar dari bibirku. Mengecek waktu lagi guna menerka seberapa lama lagi tuanku ini menyegerakan dirinya pulang dan sudah seberapa lama juga aku menunggu. Seketika tersentak dalam dudukku setelah melihat jam dinding yang menemplok di atas tirai hijau penyambung ruang tamu dengan ruang tengah. Sudah menjelang pukul satu dini hari, dan lagi hati ini sudah tak kuasa berdiri guna meyambut sang pemilik hati.

Merapalkan do'a kepada Yang Kuasa seharusnya sedari tadi aku lakukan. Mungkin karena baru saja dapat sabetan malaikat berhati baik jadi aku mendapat ketukannya sekarang. Oh Tuhan semoga saja, tunggu bukan semoga, pastikan dia hari ini kembali ke peraduannya; kembali membaur pada orang tercinta dan mencintainya.

Sudah, harapku lekas berderap menyisir hatinya 'tuk segera berbalik kepadaku yang kerap merasa sendu tanpa hadirmu, tuan.

Masih saja aku kelimpungan dikejar waktu. Mengecap rasa gundah akan kalimatmu yang terbaru, katanya kan segera menjemput temu mengusir rindu. Akankah aku harus mengubah pandangan bahwasanya sekarang kau bermain manis yang hanya berupa kiasan kata, mana gelagatmu yang selalu melabuhkan usaha nyata?

Aku hanya butuh pelebur yang manjur untuk mengubur rasa tak pantas yang hinggap di manah yang mulai merasakan kendur ini, tuan. Lekaskan dirimu menubrukkan tubuh perkasamu guna menunjukkan, hanya dirimulah pemilik utuh tubuh ini yang perlahan kian runtuh, keropos menahan derasnya hantaman rindu yang meluas semakin melaju.

Mungkin, sudah tidak ada harapan lagi kita berjumpa hari ini. Menunggu memang memuakkan meski begitu alam bawah sadarku masih tetap menggaung keras, bersih keras mengaum diantara dinding peredam supaya aku menyegerakan tidur malam.

Aku lupa akan agenda membunuh si bosan ini. Kita lihat apa yang musti aku lakukan. Menelisik ruangan yang biasa digunakan untuk menerima tamu sampai mendarat pada meja makan di ruang belakang. Suatu ide hebat muncul menyorak seperti kembali menyalakan lampu pijar yang tidak berpendar karena mungkin konslet atau lampu mati, ah sudahlah yang penting aku dapat sebuah ide cemerlang.

Kali ini aku tidak melangkah lemah lesu, mungkinkah karena mendapat semangat yang terbaru guna keinginanku untuk menyambut sang tuan dengan layak, walau belum pasti berujung temu.

Kalian tahukan apa yang dipikiranku, apa yang akan kulanjutkan setelah ini? Barang kali kalian bisa menebak akan kuajak menghirup semerbak aroma kue kering yang berada dalam toples yang baru kubuat tadi sore.

Sudah mendapat jawaban akan apa yang aku lakukan? Seribu! bila ada yang menjawab setoples kue kering itu yang akan aku boyong untuk menjejal rasa bosan dan sekalian menjamu priaku.

Lantas setelahnya apa? Aku hanya berhasil mendepaknya bukan membunuhnya. Helaan napas terberat yang keluar, menggambarkan betapa sesaknya setiap tarikan yang jelas selalu menyertaiku, bukan seperti dirimu!

Tak mengapa, diriku ini sungguh kuat. Lihat saja apa yang senantiasa mengujami diriku, mencoba meruntuhkan pertahananku, dan melahap kewarasan diriku. Namun, kalian bisa lihat aku masih segar bugar berpendar jua tak gentar.

Entah kepada siapa lagi yang harus aku menuntut jawaban akan pertanyaan yang aku lontarkan. Vas bunga yang ditempatkan tepat di depanku pun tak luput akan bombardir diriku.

Sayang, kau di mana aku ingin bersama?
Aku butuh sentuhanmu yang senyaman serta seringan bulu itu, membau surai indahmu, pun juga suara syahdu mendayu milikmu untuk tepiskan rindu.
Mungkinkah kau di sana merasa yang sama?











(***)












Henlou kalian! Gimana, part dua ini agak cringe kalau dirasa-rasa. Betul tidak?
Duh aduh tak apalah sekali-kali jdi cringe :(
Kkey seperti biasa, jangan lupa jejaknya!

W/<3 selarasarasa

Menari Dalam RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang