Brother

953 161 18
                                    

Sekarang apa yang harus kulakukan? Menikah dengan Bimo, yang benar saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekarang apa yang harus kulakukan? Menikah dengan Bimo, yang benar saja. Tidak akan setelah apa yang kudengar semalam. Setelah sempat saling mengancam satu sama lain, aku langsung meninggalkan Bimo dan memblokir kontaknya. Tapi tidak bisa ditunda lagi, aku harus segera mencari jalan keluar untuk permasalahan ini. Bagaimana kalau Bimo serius dan benar-benar memiliki bukti soal ... sudah, sebaiknya aku tidak memikirkan itu dulu.

Mas Jagad. Mungkin dia yang bisa membantu. Mumpung masih jam segini sebaiknya aku ke penthouse-nya, semoga saja dia tidak ke mana-mana.

Sepanjang perjalanan sebenarnya aku gelisah, memikirkan bagaimana membuka percakapan soal semua ini. Mas Jagad pasti akan marah besar begitu mengetahui kebenaran soal adiknya yang murahan.

Aku melepaskan napas perlahan dari bibirku, demi menahan jangan sampai menangis. "Lo kuat Arumi, semua pasti ada jalan keluarnya. Mas Jagad pasti bisa bantu." Aku mencoba menguatkan diri sendiri.

Mas Jagad sedikit terkejut melihatku muncul di penthouse-nya, tapi dia tetap menyambut ramah seperti biasanya.

"Mas Jagad mau ke mana, kok udah rapi weekend gini?" tanyaku basa-basi karena sepertinya dia sedang bersiap-siap pergi. "Mau nge-date ya? Kenalin dong, Mas."

Aku mencoba bercanda untuk mengikis kegugupan, sebelum masuk ke topik utama. Aku berjalan menuju dapur untuk mengambil sendiri minuman untukku, lagi-lagi ini sebenarnya adalah usaha untuk mengulur waktu.

"Jangan bicara yang aneh-aneh kamu, Dek. Kamu sendiri, tumben weekend muncul di tempat Mas, ada angin apa? Biasanya juga kelayapan terus."

Aku kembali ke ruang tengah, di mana Mas Jagad sudah siap menungguku dengan tatapan curiganya. Aku menggigit bibir, kegugupan kembali menyergap. Seandainya gelas ini bukan terbuat dari kaca, mungkin sudah rusak dari tadi karena cengkeramanku yang terlalu kuat.

Perlahan aku duduk di seberangnya sebelum mulai berkata, "Ada sesuatu--"

"Sudah pasti ada sesuatu. Katakan, kali ini apa lagi masalah yang kamu buat adekku sayang?"

Aku menunduk, menghindari tatapan mata kakakku satu-satunya ini. Maaf, Mas, adikmu ini sudah mengecewakanmu. Tanpa tahu, air mata tiba-tiba keluar membasahi pipi.

"Dek? Hey, what's wrong? Kenapa kamu malah nangis, apa ada yang mengganggu kamu, kalau iya bilang sama Mas siapa orangnya." Mas Jagad menghampiriku dan menyejajarkan pandangannya denganku. Sementara aku hanya bisa menggeleng karena belum sanggup menjawab semua pertanyaannya.

"Dek, kamu cerita. Kalau kamu cuma nangis gini, bagaimana Mas bisa bantu kamu," rayunya sambil mengelus rambutku penuh kasih sayang yang entah kenapa justru makin membuat hatiku sakit. Jelas saja, karena aku sudah dan akan mengecewakannya lagi.

"Ma-af." Aku hanya bisa mengatakan satu kata itu dengan terbata-bata di tengah isakku.

Mas Jagad seketika merengkuhku ke dalam pelukannya dan menepuk pelan punggungku tanpa mengatakan apa pun. Membiarkan aku meluapkan keresahanku, bahkan tidak peduli ketika air mataku mulai membasahi kemeja biru yang dia kenakan.

Seoulful Love (Terbit) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang