Chapter 11

10 1 0
                                    

Terlihat gadis itu tertawa mendengar cerita sahabatnya di seberang telepon. Tangan kirinya memegang gawai dan tangan kanannya bergerak lincah mengetik keybord lap top di depannya, mencoba membuka aplikasih intagram lalu mencari akun yang di maksud sahabatnya itu.

"Yang mana ni, Na? Banyak sekali akun yang memliki nama yang sama," ucap Azhira.

"Kamu buka aja akun yang profilnya cowo pakai jaket kulit warna hitam."

Mata Azhira langsung tertuju pada akun yang terderet paling utama. Nah mungkin ini yang dimaksud Isna, batinnya.

Tanpa tunggu lama Azhira langsung membuka akun tersebut. Dapat dilihat banyak foto-foto pria sang pemilik akun itu. Seperti yang sudah dia diketahui dari Isna, bahwa pria itu berasal dari Tionghoa, memiliki mata sipit serta kulitnya yang pucat dan postur tubuh tidak terlalu tinggi.

"Hoh, ini yang kamu maksud, Na?"

"Iya, Ra. Gimana menurut kamu, dia ganteng, 'kan?"

"Nggak biasa aja."

Isna kaget mendengar jawaban Azhira yang diluar dari ekspektasinya.

"Aduuh, Ra, mata kamu gimana, sih, ganteng gitu masah kamu bilang biasa aja," ujar Isna kesel.

"Hmm ... Mungkin itu menurut kamu, tapi menurut aku biasa aja kok," jawab Azhira.

"Hmm, terserah deh!" kesal Isna. "Tapi aku mau PDKT sama dia. Semoga aja berhasil," lanjutnya lagi. Azhira menggelengkan kepalanya saat mendengar itu.

"Kamu tau, Na. Apa yang selalu membuat wanita itu lupa akan satu hal?"

Tampak Isna mencoba untuk mencerna kata-kata Azhira diseberang sana.

"Hmm ... Apa itu? Mungkin seperti naruh barang ke tempat sembarang dan akhirnya lupa deh," jawab Isna asal-asalan.

"Bukan itu," ucap Azhira.

"Terus apa dong?"

"Ia lupa, kalau dirinya itu sangat berharga."

Isna pun terdiam sembari mengucapkan istighfar terus menerus. Kata-kata Azhira yang singkat itu mampu membuatnya sadar dalam sekejap. Dia yang tadinya sudah menaruh niat untuk PDKT sama pria itu pun musna. Dia sadar bahwa dia lupa jika dirinya sangat berharga, dan jika dia melakukan itu sudah pasti harga dirinya sebagai muslimah akan jatuh sejatuh-jatuhnya.

Bersyukur dia mempunyai sahabat seperti Azhira yang selalu meluruskan dia dari jalan yang akan menyebabkan kesesatan.

"Eh, Na. Udah dulu, yah. Nanti kita lanjut lagi," ucap Azhira kala mendengar sebuah mobil abangnya berhenti di pekarangan rumahnya. Dia cepat-cepat mengakhiri sambungan telepon dari Isna dan meranjak keluar dari kamarnya. Mengingat dia sedang memesan bakwan pada sang abang membuat Azhira bersemangat untuk cepat-cepat menghampiri Azzam yang sudah berada di ruang tamu sedang duduk bersama umma dan abi di sana.

"Bang, mana pesanan Azhira, abang beli 'kan?" Azzam tersenyum sambil menggelengkan kepalanya saat adiknya itu tiba-tiba datang langsung bertanya soal pesanannya tadi. Pria itu langsung menunjukan jarinya ke arah depan, yang dimana sudah ada bakwan di atas meja.

Azhira mengabil bakwan tersebut dengan kegeriangannya. Karena merasa senang bisa memakan makanan kesuakaannya yang sudah lama tak makan itu. Dia dengan cepat melahap salah satu bakwan dengan lahap.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 (Cinta Dalam Istikharah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang