Chapter 3

14 9 1
                                    

Happy reading

.
.
.
.

Dengan langkah yang sedikit ragu Andhira akhirnya mengetuk pintu ruangan itu.

"Permisi, pak," ucapnya gugup.

"Silahkan masuk," ucap pria di balik pintu itu.

Semerbak aroma ruangan dan dingin AC menjadi penyambut bagi Andhira ketika memasuki ruangan Pak Dodi.

"Duduk," kata Pak Dodi mempersilahkan.

Andhira hanya membalasnya dengan mengangguk ramah dan tersenyum.

"Saya menemui bapak karena kemarin dapat informasi, jika bapak mencari saya. Maaf pak, kalau boleh tau ada apa ya pak?" ucap Andhira yang mengawali pembicaraan dengan sopan.

"Ini Andhira," ucap Pak Dodi menyerahkan sebuah amplop putih.

Beberapa detik Andhira sempat mengamati amplop itu sebelum akhirnya Dia menerimanya  dengan ragu.

"Itu rincian biaya semesteran, karena sudah 3 bulan ini biaya semesteran kamu belum dibayarkan," jelas Pak Dodi membuat Andhira membatin. Pasalnya, selama ini ayah Andhira selalu tepat waktu tentang apapun yang berhubungan dengan kuliahnya. Termasuk mengenai biaya semester. Bahkan, Ayahnya sering membayar di awal waktu. Tidak heran, Ayahnya adalah salah satu orang yang bekerja di perusahaan ternama di Jakarta. Meskipun hanya sebagai karyawan biasa tapi selama ini hidup Andhira dan Adiknya bisa dikatakan tercukupi.  Pernah satu kali Ia ingin bekerja sekedar membantu ayahnya dan berujung kena marah. Ayah Andhira selalu bilang tugas Andhira hanya kuliah dan belajar.

"Baik, pak nanti saya sampaikan ke orang tua saya," balas Andhira ramah.

"Saya harap mohon dilunasi segera ya, karena kalau belum lunas maka kamu tidak bisa mengikuti ujian praktik minggu depan," jelas Pak Dodi sekali lagi.

"Baik, pak nanti saya sampaikan," jawab Andhira.

****

Seperti biasa jalanan di Kota Jakarta terbilang ramai. Lalu lalang kendaraan menambah riuh hari yang sedang terik-teriknya. Andhira menatap jalanan sambil menyeruput segelas Red Velvet kesukaannya. Rasanya berada disebuah cafe dan ditemani segelas red Velvet menjadi salah satu cara bagi Andhira untuk menenangkan pikirannya.

"Udah ketemu Pak Dodi?" tanya Luna yang sedari tadi diam menikmati makanannya.

Andhira hanya menoleh sekilas dan mengangguk iya.

"Btw, kenapa Lo dipanggil?" tanya Luna yang sedang mengunyah makanannya.

"Ayah Gue lupa bayar semester," ucap Andhira dengan santai.

"Pasti ayah Lo sibuk banget tuh"

Andhira menghembuskan nafasnya pelan.

"Gue kasian sama ayah. Pikirannya, waktunya, tenaganya harus ke bagi sama urusan kantor dan rumah," jelas Andhira sambil membayangkan betapa berat Ayahnya harus berperan ganda jadi ibu sekaligus ayah untuk Andhira dan Adiknya selama ini.

"Cariin istri dong," celetuk Luna.

Andhira tertegun. Ia terdiam untuk beberapa saat. Bukan marah. Andhira bukan tipe orang yang terlalu mempermasalahkan hal kecil. Hanya saja kenapa baru terfikirkan sekarang. Meskipun, Andhira tau tidak ada satu orangpun yang akan bisa menggantikan ibunya. Tapi, ayahnya pasti butuh seseorang yang bisa selalu menemaninya. Rasanya terlalu egois jika Andhira hanya memikirkan dirinya sendiri.

Luna yang merasa terlalu frontal kemudian langsung merutuki dirinya sendiri. "Eh, m-maksud Gue..."

Andhira kembali menyeruput Red Velvet yang tinggal setengahnya itu.

DIARY ANDHIRA (ON-GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang