Liburan Keluarga

27 5 6
                                    

By : Siti Maryam

Hampir seharian waktu yang kereta dari Kota Barbar menuju Kota Cerama tempuh. Kereta tiba di stasiun Kota Cerama, para penumpang berhamburan keluar dari masing-masing gerbong. Adib dan Khai menantikan kehadiran sepupu dan pasangannya di antara kedatangan para penumpang. Pasangan suami istri itu menyambut ketika rombongan sepupunya keluar dari stasiun. Selanjutnya dipersilakan untuk menaiki minibus miliknya untuk melanjutkan perjalanan ke villa.

Hilman, Dan, dan Yuni merasa beruntung sekali bisa berlibur gratis berkat Adib. Sepupunya bahkan menyediakan penginapan selama lima hari ke depan. Mobil menelusuri jalanan terjal dan berbatu. Selanjutnya melewati kawasan Hutan Cerama sebelum akhirnya tiba di villa dekat bukit. Adib memerintahkan para asistennya agar membawakan barang bawaan sepupunya begitu berhenti di tempat parkir villa.

"Mari masuk!" ajak Adib membukakan pintu villa. "Malam ini kami sudah siapkan makan malam untuk semuanya. Kalian pasti belum makan apa-apa sejak berangkat dari stasiun."

"Belum, Dib. Kami hanya menyantap cemilan." Hilman menggaruk kepala tak gatal.

"Kamu siapin apa ini buat makan malam?" tanya Dan tak sabaran.

"Sate kelinci. Sudah lama ya kita tidak menyantap sate kelinci sejak kakek meninggal?" Adib memimpin rombongan sepupunya yang baru tiba berhenti di ruang makan. Di sana ada istri dan pembantunya yang menyiapkan makan malam. "Ayo! Ayo! Khai, biar Mbak Sari saja yang bereskan. Kamu ikut makan bersama sepupu Mas ini."

Khai yang baru selesai merapihkan peralatan makan lantas mengambil tempat duduk di samping Adib. Mata Dan berbinar-binar melihat sajian sate kelinci yang sangat diminati seluruh keluarga. Lani yang baru menjadi bagian dari keluarga mengerutkan dahi ketika di depannya hanya ada sate kelinci juga teh seduh. Sedangkan Putri dan Cipu yang beberapa kali makan sate kelinci tidak merasa heran dengan sajian tuan rumah.

Seluruh anggota keluarga kecuali Lani mengambil beberapa tusuk sate. Mereka memanjatkan doa sebelum menyantap hidangan makan malam. Hilman menepuk pelan pundak istrinya. Kelihatan sekali Lani belum mengambil sate kelinci lantas menawarkan diri untuk mengambilkannya.

"Lan, ini makanan favorit keluargaku loh! Ayo cobain! Rasanya hampir sama seperti sate ayam yang biasa kita makan waktu kita masih pacaran," titah Hilman.

"Ah, iya. Aku cobain, ya." Karena merasa tak enak menolak pemberian tuan rumah, Lani memakan sate kelinci.

"Kamu belum pernah ya makan sate kelinci?" Putri membuka pembicaraan pada Lani.

"Belum, Mbak Putri."

"Gini loh kebiasaan keluarga kami. Tiap kali liburan, biasanya kami sering mengadakan acara makan bareng di villa. Apalagi makan sate kelinci ini. Mendiang Kakek kami sangat suka, Lan," bebel Dan sambil menyuapkan nasi dan menggigit potongan daging yang telah dibakar.

"Kalau sedang ngomongin liburan begini, aku jadi teringat mendiang Kakek. Eh, tahu nggak? Aku, Adib, Dan, sama Yuni sering rebutan nangkap kelinci waktu kami masih kecil." Hilman ikut memeriahkan acara makan malam ini.

"Terus sekarang gimana?" tanya Lani.

Adib terdiam ketika seluruh keluarganya membahas tentang sosok mendiang Kakek. Sudah lima tahun sejak meninggalnya kakek, mereka belum pernah merasakan kebersamaan ini. Namun, kenangan pahit sebelum kakek menghembuskan napas terakhir terngiang di kepala. Lain lagi dengan Yuni yang lebih banyak diam ketika sepupunya membicarakan tentang keluarga.

"Hm ... Ma-masih kok. Pas akhir tahun-" Putri merasakan tenggorokannya panas.

"Uhuk!" Cipu terbatuk-batuk ketika menyeruput segelas teh.

Antologi Keenam  (thriller) Kloter PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang