"Jadi aku pergi begitu saja. Aku tidak tahan satu detik pun dengan omelannya..."
Junkyu mendengarkan Jeongwoo berbicara sebelum terhanyut lagi ke dalam lamunannya. Dia hampir tidak bisa memperhatikan apa yang Jeongwoo katakan, karena pikirannya dipenuhi oleh kemuliaan dari tubuh sahabatnya.
Jeongwoo sedang berbaring di lantai kamar tidur miliknya, seperti patung seni yang sedang dipamerkan. Kakinya yang kuat dan lengannya yang berotot melentur dari waktu ke waktu. Perut yang bisa membuat siapa pun mengeluarkan air liur di atasnya, bahu lebar atletis dan dada yang begitu lebar sehingga siapa saja bisa terkapar di atasnya dan mati karena kebahagiaan saat sedang melakukannya.
Sementara itu, Jeongwoo terus mengoceh di lantai, sama sekali tidak menyadari tatapan milik Junkyu yang terasa seperti haus darah.
Tapi bukan salah Junkyu kalau dia tidak mendengarkan, tubuh sahabatnya itulah yang seharusnya patut untuk di salahkan.
Junkyu tahu, kalau dia adalah sahabat terburuk yang pernah ada. Dia seharusnya mendengarkan tentang apa yang Jeongwoo katakan, sahabatnya itu tengah kesal dengan seorang gadis, tapi dirinya malah tidak bisa menahan diri untuk tidak melamun tentang tubuh sahabatnya yang sempurna.
Junkyu bergeser tidak nyaman di tempat tidurnya, meletakkan bantal diam-diam di atas pangkuannya dan memaksa matanya untuk menjauh dari tubuh sahabatnya. Dia tidak ingin Jeongwoo memperhatikannya.
Junkyu seharusnya lebih mendengarkan tentang masalah yang sedang menimpa Jeongwoo, lalu mendukung tentang semuanya, bukan malah berfantasi tentang tubuh sahabatnya.
Jeongwoo menanyakan sesuatu dan Junkyu balas menatapnya, mengangguk dengan setuju. Lelaki itu tampak senang dengan jawaban yang diberikan oleh Junkyu dan langsung kembali mengeluh tentang gadisnya.
Junkyu menghela napas pelan, lega karena sahabatnya tidak melihat kemana arah perhatiannya, dan setengah sedih karena dirinya kembali meneteskan air liur saat melihat tubuh sahabatnya lagi.
Rasanya seolah-olah darahnya perlahan mendidih di dalam, itu benar-benar siksaan!
Cuaca juga tidak membantu sedikit pun. Akhir-akhir ini cuaca sangat panas, sehingga Jeongwoo memutuskan untuk mengenakan pakaian setipis mungkin yang bisa dia kenakan. Sepanjang minggu pria itu selalu berkeliling kota dengan pakaian seperti itu. Tentu saja, mata Junkyu senang dengan hal itu.
Tapi tidak bisakah sahabatnya itu sedikit lebih baik pada hati gaynya yang malang?
Maksud Junkyu, celana pendek olahraga milik sahabatnya itu memperlihatkan semua lutut sampai pergelangan kaki! Dan kaos putih yang biasa dia pakai dibuang begitu saja dan ditinggalkan di sudut ruangan setelah memasuki kamar miliknya.
Ya.
Kalian telah membacanya dengan benar.
Saat ini, Jeongwoo setengah telanjang di lantai kamar tidurnya, semua berkeringat dan meresahkan. Junkyu rasa dia akan mati sebelum musim panas berakhir, dia bersumpah.
Itu sangat panas, dan sangat sulit untuk memperhatikan apa yang sahabatnya katakan.
Tidak bisakah dia setidaknya menutupinya dengan sesuatu?
Beruntung bagi Junkyu, Jeongwoo sepertinya tidak memperhatikan apa-apa, lelaki itu hanya berbaring di lantai, melempar dan menangkap bola, sementara dirinya malah mencabuli tubuh sahabatnya sendiri dengan matanya.
Jeongwoo menanyakan sesuatu lagi dan Junkyu sangat setuju dengan hal itu, padahal dirinya tidak mendengarkan tentang apa pertanyaan itu.
"Apa maksudmu?" Jeongwoo memalingkan wajahnya ke arah Junkyu, menatapnya dengan bingung. "Menurutmu aku harus memberinya kesempatan lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TWO BOYS
FanficJeongwoo - Junkyu - Haruto Kisah Kim Junkyu yang dimulai seperti asmara lainnya. Seorang anak laki-laki yang diam-diam jatuh cinta dengan sahabatnya, tetapi tidak memiliki keberanian untuk mengakui bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Sampai hari...