Jeongwoo mengeluarkan video game dan melambai dengan penuh semangat di depan wajah Junkyu.
"Kamu tidak akan percaya dengan game ini, ini game yang sangat bagus!" Jeongwoo tersenyum, sangat bersemangat.
Junkyu membalas tersenyum lemah pada Jeongwoo, dia seharusnya tau bahwa permainan yang dimaksud oleh sahabatnya itu adalah sebuah video game. Dia seharusnya tidak mengharapkan hal-hal lain.
Mereka berdua bermain video game sepanjang sore, hanya berhenti beberapa kali untuk mengambil makanan. Lebih tepatnya seperti makanan ringan.
Ayah Jeongwoo sedang berada di luar kota, sedang melakukan salah satu perjalanan bisnisnya. Ayah Jeongwoo sering meninggalkan rumah untuk bekerja dan selama waktu itu, Jeongwoo hidup dari makanan ringan.
Jeongwoo sering ke rumah Junkyu ketika ayahnya sedang melakukan perjalanan bisnis. Rumah Junkyu adalah sumber utamanya untuk makanan yang layak dan pakaian bersih selama beberapa tahun terakhir.
Pertama kali ibu Junkyu melihat Jeongwoo menggunakan pakaian yang sama selama seminggu penuh, ibu Junkyu langsung menyuruh lelaki itu untuk mampir ke rumahnya dan membagikan cucian kotornya. Ibu Junkyu juga menyediakan banyak makanan buatan sendiri. Dia tahu jika Jeongwoo mungkin akan makan pizza setiap hari jika dia tidak memberinya makanan sehat.
Tatapan kotor yang diberikan ibu Junkyu kepada ayah Jeongwoo sangat menakutkan. Pria itu tidak bisa begitu saja pergi selama berminggu-minggu dan menelantarkan putranya seperti itu, tetapi ayah Jeongwoo tampaknya tidak peduli sama sekali pada putranya.
Hanya Jeongwoo dan ayahnya yang berada di rumah sepi itu. Ibu Jeongwoo telah meninggal saat melahirkan, ada beberapa komplikasi serius yang terjadi selama persalinan dan para dokter tidak bisa menyelamatkannya.
Sejak awal, Jeongwoo telah belajar bahwa dia perlu menjaga dirinya sendiri, karena ayahnya pasti tidak akan melakukannya. Itulah kehidupan yang Jeongwoo tahu, hidup sendirian dengan ayah yang tidak peduli, terpisah, dan jauh.
Jeongwoo tidak keberatan dengan ketidakhadiran ayahnya, hidupnya lebih baik tanpa pria jahat itu. Ketika ayahnya kembali dari perjalanan bisnisnya, selalu ada banyak teriakan dan pertengkaran di antara mereka.
Junkyu selalu menghindari rumah Jeongwoo ketika ayah sahabatnya itu ada di rumah, ayah Jeongwoo memiliki pola pikir yang sangat kasar dan keras. Itulah sebabnya, hampir setiap hari Jeongwoo hanya berkeliaran di rumah Junkyu. Dengan cara itu, mereka berdua bisa menghindari ayah Jeongwoo dengan tenang.
"Jadi, bagaimana reaksi mantanmu ketika kamu mengajaknya putus." tanya Junkyu saat sedang memainkan game mobil balap di ruang tamu.
"Tidak baik. Dia mengamuk dan ketika dia menyadari bahwa aku tidak akan berubah pikiran, dia menjadi sangat marah dan mulai melemparkan barang-barang padaku."
Junkyu tertawa. "Apa yang terjadi setelah itu?"
"Aku pikir dia akan memukulku atau melakukan sesuatu..." nada suara milik Jeongwoo menjadi sedikit lebih gelap pada saat itu, tetapi kemudian dia menepisnya dan melanjutkan.
"Tapi kemudian dia pergi begitu saja dan itu adalah akhir. Aku senang ini sudah berakhir, aku tidak tahu mengapa aku bisa bertahan dengannya begitu lama. Kurasa aku terlalu malas untuk mengakhirinya." Jeongwoo mengakui, menekan tombol pengontrolnya dengan sekuat tenaga.
Junkyu baru saja akan menjawab, tetapi ponselnya berdering dan menampilkan nama 'Bitch' di atas layar.
Jeongwoo menghentikan permainan.
"Aku bertanya-tanya kapan dia akan menelepon." Jeongwoo terkekeh, dia berdiri. "Aku akan mengambil sesuatu untuk diminum, kalian bisa bergosip di sini."

KAMU SEDANG MEMBACA
TWO BOYS
FanfictionJeongwoo - Junkyu - Haruto Kisah Kim Junkyu yang dimulai seperti asmara lainnya. Seorang anak laki-laki yang diam-diam jatuh cinta dengan sahabatnya, tetapi tidak memiliki keberanian untuk mengakui bagaimana perasaannya yang sebenarnya. Sampai hari...