"Ladies and Gentleman, in few minutes Neos N127 Railway will arrive in Kwangya, to all passengers to ended trip in Kwangya. Please prepare your belongings, we remind you to stay in your seat until the train stop. Thank you for using our services and see you on the next trip."
.
.
.
Hamparan jalan raya yang dihiasi dengan gedung-gedung tinggi di kanan kirinya mulai nampak dari jendela kereta. Arlene menatapnya datar. Kagum bercampur takut, itu yang ia rasakan saat ini. Banyak hal-hal tersembunyi yang masih Arlene takutkan tentang kota ini. Sangat berbeda dengan kehidupan sebelumnya yang sederhana namun damai, kota ini terlihat sangat penuh, begitu sesak dan menyilaukan mata.
Ayolah, ini hanya perlu sedikit adaptasi ...
Arlene turun dari kereta dengan perlahan sambil memastikan tidak ada barang bawaannya yang tertinggal. Netranya mulai menelusuri setiap sudut stasiun. Mencari keberadaan Pamannya yang berjanji akan menjemputnya siang itu. Setelah beberapa menit mengamati, tampak sosok pria paruh baya yang melambai ke arahnya dengan senyum yang mengembang sempurna di wajahnya.
"Arleeneee!!!"
Ya, itu dia. Pamannya yang menjadi tokoh utama dari segala perkara yang Arlene hadapi akhir-akhir ini.
Arlene kembali menenteng barang bawaannya untuk menghampiri Sang Paman.
"Halo Paman. Lama tidak berjumpa. Apa kabar?" Sapa Arlene
"Baik Arlene. Paman selalu merasa baik jika bertemu denganmu. Kamu apa kabar?"
"Baik seperti biasa, Paman." Jawabnya datar.
"Syukurlah kalau begitu. Ayo kita mampir dulu ke perusahaan Paman ya. Setelah itu kamu bisa beristirahat di asrama sekolah yang sudah disediakan. Biar Paman bantu bawa barang-barangmu."
Arlene hanya menggangguk tanda mengerti. Meskipun ia sebenarnya bertanya-tanya mengapa harus mampir ke perusahaan dulu? Ia sudah cukup lelah dengan perjalanan hari ini. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah tidur di kasur yang nyaman. Tapi apa boleh buat?
...
"Permisi Pak Direktur. Izinkan saya memperkenalkan keponakan saya. Arlene Nada Savana. Gadis yang saya ceritakan belakangan ini."
Arlene memasuki sebuah ruangan kantor eksklusif dengan ragu-ragu. Netranya menelisik secara diam-diam ke seluruh penjuru ruangan. Bahkan sejak awal memasuki komplek perusahaan itu dirinya tidak berhenti berdecak kagum melihat kemewahan yang ada. Kini pandangannya tertuju pada sosok pria tua yang penuh dengan kharisma dengan setelan jas rapih dan mewah yang menyelimuti tubuhnya. Tatapannya terlihat sangat tajam dan menyimpan banyak misteri, namun senyumnya menghangatkan.
"Ah, jadi namamu Arlene? Kamu terlihat cantik dan sederhana. Pamanmu banyak bercerita tentang kehidupan dan juga prestasi-prestasimu di sekolah."
Arlene menoleh pada Pamannya sejenak. Ia bertanya-tanya tentang hal apa saja yang Sang Paman ceritakan pada Direktur ini. Ia berharap Sang Paman tidak melebih-lebihkan citranya. Ia takut Sang Direktur kecewa karena setelah bertemu dirinya secara langsung, ekspektasinya terhadap hal-hal yang diceritakan akan hancur.
"Benar Pak. Nama saya Arlene Nada Savana. Biasa dipanggil Arlene. Terima kasih atas pujian yang bapak berikan. Semoga saya bisa menjaga kepercayaan Bapak terhadap saya." Jawabnya dengan sebisa mungkin tidak menyinggung perasaan direktur perusahaan besar yang ada di hadapannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEO CULTURE ACADEMY
Fanfiction"We are pleased to inform you that you have been accepted as a student at Neo Culture High School of Neo Culture Company." Hidupnya berubah sejak saat itu. Arlene yang semula hanyalah seorang gadis desa sederhana, dipaksa untuk berubah semenjak ia m...