GEEYA | BAB 13

51K 5.9K 125
                                    

Di dalam ruangan 5x5 meter persegi, seorang wanita sedang menatap lembaran foto di tangannya dengan mata berkaca-kaca.

"Ini anak gue, Ra?"

Mendengar suara serak yang ditimbulkan oleh Freya, Raline tersenyum. Dia bisa merasakan suasana haru yang menyergap sang sahabat.

"Iya, usianya enam minggu."

Seketika Freya mendongak, mengalihkan pandangan dari foto USG kandungannya. "Kok ... gue 'kan baru nikah sebulan lebih dikit, Ra?" tanyanya bingung.

Sekali lagi, Raline tersenyum. "Usia kandungan bukan dihitung dari saat kalian berhubungan, Frey, tapi dihitung dari hari pertama haid terakhir."

Freya ber-Oh ria. Dia mengangguk-anggukkan kepalanya sebentar sebelum kembali memfokuskan pandangan pada foto USG di tangannya.

"Ini beneran anak gue, Ra?"

"Iya, anak lo dan Gerald."

"Pasti Gerald senang dengar kabar ini," ujar Freya. Pandangannya tidak lagi beralih dari foto USG tersebut. "Dia memang cepat-cepat pingin punya anak. Sayangnya baru ketahuan pas dia udah berangkat ke luar kota."

Di balik meja kerjanya, Raline tidak bisa tidak ikut merasa terharu. Bahkan, dinding ruang kerja Raline yang ada di Rumah Sakit Merpati itu seakan bisa ikut merasa haru.

"Glad to hear." Raline berkata, "Awalnya gue sempat ragu lo nggak bahagia karena nikah tanpa dicintai balik. Tapi, setelah melihat semuanya, I know you are happy with him. Really happy."

Kepala Freya mendongak. "Ya ... dia baik, Ra. Banget. Gue nggak pernah nyangka akan dapat perhatian besar dari dia setelah menikah dan semua kekurangan gue diterima dengan lapang dada."

"Oke," sela Raline kemudian. Dia langsung bergerak menuliskan resep obat dan vitamin yang baik untuk ibu hamil karena tidak tahan terus berada di suasana haru.

Setelah selesai menulis resep, ia memberikannya pada Freya.

"Frey, kurangin makan makanan yang mentah, ya."

"Siap!"

"Ada lagi?" tanya Freya semangat.

"Sesuai dengan apa yang udah gue bilang tadi, jaga kesehatan dan jangan terlalu capek."

***

Freya kembali ke rumah orang tuanya setelah selesai memeriksa kandungannya dengan Raline. Tentu saja, dia harus menggunakan supir karena daddy posesifnya itu tidak memperbolehkan nyetir sendiri.

Demi keselamatan bayinya.

Begitu katanya.

Sesampainya di rumah, Freya tidak menemukan siapapun di sana. Pasti sang daddy sedang bekerja, sedangkan mommy tadi katanya ingin pergi dengan teman-teman kuliahnya dulu.

Jadilah Freya hanya sendiri di rumah.

Tidak sih, ditemani oleh beberapa asisten rumah tangga maksudnya.

Mumpung tidak bekerja, Freya ingin mengistirahatkan diri. Apalagi mengingat hari kemarin ia tidak enak badan.

Namun, sial, ketika baru ingin merebahkan tubuhnya ke kasur, ponsel yang baru ia letakkan di nakas itu berbunyi nyaring tanda panggilan masuk.

Husband is calling ....

Hampir saja Freya melompat dari kasur karena terlalu senang jika tidak mengingat ada bayi di dalam perut datarnya. Akhirnya, Freya mengurungkan niat tersebut.

Tanpa menunggu lama, Freya merampas ponselnya yang berada di atas nakas dan menempelkan pada sebelah telinga setelah panggilan tersambung. "Rald!" sapa Freya riang.

"Hai, Frey ... maaf baru bisa telfon, aku baru dapat sinyal siang ini."

"It's okay!" Freya membalas cepat, "Makasih udah telfon, Rald."

"Jadi, apa kabar?"

Freya mendengus kecil. "Pertanyaan kamu kayak ke teman lama yang nggak ketemu aja."

Di seberang sana, Gerald terkekeh. "Okay, ganti pertanyaan. Kamu udah makan?"

"Udah dong!"

"For your information, tadi pagi aku masak pasta," lanjut Freya.

"Bagus," ujar Gerald. "Ada kemajuan. So proud."

Hanya dua kata; So proud. Namun, dengan begitu Freya merasa sangat dihargai usahanya. Padahal semua orang pasti bisa memasak spaghetti juga, tinggal tumis bawang-bawangan dan rebus pasta saja, siapa yang tidak bisa?

"Kan, kamu yang ajarin masaknya." Freya membalas ucapan Gerald lagi. Wanita itu mengambil duduk menyandar di kepala ranjang. "By the way, do you feel you missed something, Rald?"

Freya memancing Gerald. Dia hanya ingin tahu apakah lelaki itu mengingat hari ulang tahunnya.

Jika tidak, maka tidak masalah. Freya mengerti Gerald sudah berusaha bersikap baik padanya. Tidak semudah itu pasti untuk lelaki itu menerimanya, termasuk mengingat hari pentingnya.

"Ada barang aku yang ketinggalan?" tanya Gerald dengan nada ragu.

Hal itu mengundang tawa kecil dari bibir Freya. "No. Just info, today is my birthday."

"Astaga!" Gerald berseru, disusul dengan suara tepukan keningnya. "Sorry, aku lupa, Frey."

"Selamat ulang tahun, wifey. Wish you always happy with me. Because if you're happy, I'm happy too," imbuh Gerald.

Mendengar itu, mata Freya berkaca-kaca lagi untuk yang ke-sekian kalinya hari ini. Bagaimana bisa kebahagiaan datang kepadanya secara bertubi-tubi dalam beberapa waktu belakangan?

Menikah dengan Gerald, diperlakulan seperti ratu oleh suaminya, dan mengandung anak dari lelaki yang sejak dulu tidak pernah terpikirkan di benaknya akan menjadi pasangan hidupnya.

Ngomong-ngomong soal anak, sepertinya Freya harus menginformasikan hal ini segera pada sang suami. Namun, ketika ia baru ingin membuka suara lagi, Gerald sudah mendahului, "Frey, kita rayain ulang tahun kamu setelah aku pulang, ya. Aku tau itu masih lama, tapi why not?"

"Oh iya, ini aku mau jalan lagi. Kalau nanti suaranya putus-putus, berarti hilang sinyal, ya," lanjut Gerald.

"Okay."

"Rald."

"Ya, Frey? Halo?"

"Aku punya berita baik untuk kamu."

"Frey ... kayaknya sinyal aku mulai hilang. Kamu bicara apa? Nggak jelas."

Freya bungkam sejenak.

"Hallo, Frey? Kamu masih di sana?"

Setelah berkutat dengan pikirannya, Freya memilih memutuskan panggilan secara sepihak. Lalu, ia mengirim pesan pada Gerald kalau sepertinya sinyal lelaki itu memang sudah hilang hingga tidak bisa mendengar ucapan Freya.

Dan, tanpa memberitahunya soal kehamilan Freya.

Freya pikir, pasti menyenangkan jika nanti saat Gerald pulang dari luar kota sudah menemukannya dengan keadaan perut membuncit. Mungkin, ini bisa menjadi kejutan tak terlupakan bagi suaminya.

Maka dari itulah Freya tidak jadi mengatakan soal kehamilannya pada Gerald.

Freya akan menyimpan hal ini sampai suaminya pulang, dibantu dengan keluarga dan sahabat-sahabat mereka.

Freya meletakkan ponselnya kembali ke nakas, lalu membaringkan tubuhnya di kasur sambil mengusap perut datarnya. "Baby jangan nakal, ya, di dalam perut Mama, soalnya papa lagi nggak di dekat kita. Nanti papa udah pulang kok pas kamu mau keluar."

Sambil mengusap perutnya, Freya membayangkan wajah terkejut Gerald saat pulang nanti. Dia tersenyum sendiri memikirkan hal itu sampai akhirnya tertidur pulas di atas kasur kesayangannya.

***

Spam 'NEXT' bisa kali🥲

GEEYA (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang