Aku juga bakal up si kalisha sebentar lagi. Jangan lupa beri aku semangat ya..._______
Rosy termenung menatap gedung-gedung yang bersaing mencapai angkasa. Lampu kota menyemarakan malam Singapura. Garry sudah terlelap beberapa jam lalu, dan Rosy berkesempatan memikirkan apa yang sedang menimpanya.
Terbayang ekspresi aneh di wajah Ibu Gerald saat Rosy datang tanpa pemberitahuan. Rosy sengaja menginap di rumah mantan mertuanya itu demi bisa mencari sedikit informasi yang dia butuhkan, mengingat Steve tidak mau mengatakan apa yang terjadi. Meskipun begitu, Ibu Gerald menyambut mereka dengan hangat. Bahkan sepanjang waktu memeluk Garry demi melepas kerinduan.
Rasa bersalah menyusup di relung dada Rosy, apakah sebaiknya dirinya jujur akan siapa ayah biologis Garry pada wanita lebih lima puluh tahun itu?
Mungkinkah sesungguhnya Ibu Gerald tahu apa yang disembunyikan Gerald selama ini?
Atau ini semua hanya ilusi Rosy saja? Rosy mengusap air mata yang akhirnya tak perlu dia tahan lagi sejak pagi.
Kalau begitu kapan dirinya terbangun? Rasa-rasanya Rosy mau gila. Maka saat pagi berikutnya datang, segera setelah sarapan berakhir, Rosy meminta bicara berdua dengan ibu Gerald. Sementara Garry jalan-jalan ke belakang rumah bersama Sam, suami Ibu Gerald.
"Ma, apa mama pernah bertemu dengan orang yang mirip Gerald?" Tidak sedikitpun ada nada ragu dalam ucapan Rosy. Dia sudah bertekad untyk.mencari tahu.
Seperti dugaan, keterkejutan di wajah ibu Gerald itu terlalu tak biasa bagi Rosy. Wanita yang sudah memiliki uban tersebut memaksakan tawa hanya untuk mengelak dari sesuatu yang tergambar jelas di wajahnya. Terbesit setitik kecewa. Andai Gerlad masih hidup mengapa sampai memalsukan kematiannya, ada apa sesungguhnya sampai Gerald melakukan ini terhadap dirinya?
"Apakah semirip itu Ros, sampai membuatmu mengingat dia?" Kata Ibu Gerald diakhir tawanya yang dibuat-buat.
Tujuh tahun bersamanya, bahkan jauh sebelum itu kami sudah menjalin hubungan. Aku mengenal dengan baik suamiku, suara batin Rosy.
"Tentu saja Ma, aku sangat merindukan dia, mau manapun dia berada." Walau selama ini Rosy tak pernah mempedulikan sesuatu yang ditutupi Gerald. Rosy pura-pura tidak tahu, karena itulah bertahun-tahun keluarga kecil mereka bahagia.
"Gerald beruntung mendapatkan kamu sebagai istri, hanya saja nasib tak berpihak pada kalian. Kini Gerlad sudah bahagia. Relakan dia Ros, menikahlah dengan pria lain. Gerald pasti juga senang melihatmu bahagia." Mantan ibu mertuanya itu menepuk-nepuk tangan Rosy. Di wajahnya yang mulai keriput, terpampang kisah kehidupan yang mungkin baginya tak mudah.
"Mama pikir, mudah bagiku menerima pria lain. Tiga tahun ini aku masih terus belajar hidup tanpanya, Ma. Nyatanya tetap seperti dulu, tidak semua bisa ku lakukan sendiri karena terbiasa meletakkan hidupku di punggungnya. Rasanya, aku tidak bisa, Ma..." Dada Rosy penuh dengan emosi. Kembali terngiang, bagaimana bijaknya kalimat bernada sejuk Gerald saat tahu dirinya hamil dengan pria lain. Teringat rasa hangat ketika pria itu memeluk dirinya lelah berkutat dengan lelahnya hari.
"Ros, mama paham perasaanmu. Mama sudah mengalaminya saat papanya Gerald pergi. Tapi Gerald tidak me~"
"Ya?" Lanjutkan, Ma. "Gerald tidak apa Ma?"
Ibu Gerald membuang muka bersaamaan dengan ritme nafasnya yang jadi berat, "Gerald tidak meninggalkanmu karena dia mau." Ralatnya cepat secepat dia menghentikan kosakata yang hendak terucap.
"Bukankah mama berpisah dengan papa juga karena kematian? Bukan karena papa mau, Ma. Atau ada yang mama...?" Rosy mengernyit curiga.
"Benar, Gerald sudah bahagia sekarang." Itu pilihannya, lanjut perempuan berkulit gading itu dalam hati. Kasihan sekali menantunya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Boss Gangster dan Bu Dokter Indigo
ParanormalSteve Kimm yang hampir mati konyol saat lari dari kejaran musuh, menggedor pintu rumah siapapun demi pertolongan. Siapa sangka seorang bocah tengil lah yang akhirnya membawanya masuk dan membaringkannya pada ranjang berbau kirei. Seakan keberuntun...