Prolog

550 44 1
                                    

Bulan Ramadan begitu terasa suasana bahagianya. Sebuah masjid bernama Nurul Ittihad terletak di dalam perumahan Bumi Geria. Waktu menunjukkan pukul setengah lima sore. Beberapa remaja masjid terlihat berlalu lalang mengurus makanan untuk berbuka puasa. Ada juga yang mempersiapkan mikrofon yang akan digunakan seseorang untuk mengaji sebelum waktu berbuka tiba. Sehingga suara orang yang sedang mengaji tersebut terdengar ke seluruh penjuru perumahan Bumi Geria.

Sudah menjadi kebiasaan setiap bulan Ramadan tiba, masjid Nurul Ittihad selalu menyiapkan menu buka puasa. Tidak peduli jika orang-orang perumahan Bumi Geria lebih banyak yang berbuka puasa di rumah bersama keluarga. Karena, pihak masjid bukan hanya meniatkan menu berbuka ini hanya untuk warga Bumi Geria, namun diperuntukkan kepada semua umat muslim yang sedang berpuasa. Seperti orang dari luar yang singgah karena dalam perjalanan dan mengharuskannya beristirahat dan berbuka puasa di masjid, atau pun pedagang kaki lima. Itu semua diniatkan sebagai sedekah.

"Ustadz, ini ada kue bolu buatan Bundaku. Katanya tambahin ke menu buka puasa di masjid," ucap seorang gadis berkerudung merah muda yang memegang sekotak besar kue bolu coklat pisang.

Ustadz Habib tersenyum sumringah. "Wah, sampaikan ucapan terima kasih Ustadz ke Bundamu, ya. Kue bolu Bundamu ini memang enak-enak semua." Kemudian ustadz Habib memanggil seorang gadis remaja masjid yang baru saja selesai menata Aqua gelas di karpet teras masjid. "Rosa, sini bantuin Jihan. Kalian berdua salin bolunya di piring-piring."

Rosa langsung menghampiri Jihan yang sudah meletakkan kotak bolu tersebut di atas meja. "Rasa apa nih, Ji?" Matanya berbinar-binar menatap kotak tersebut.

"Rasa yang pernah ada," jawab Jihan yang langsung dihadiahi jitakan dahi dari Rosa. Seketika Jihan mengaduh dan balas menyikut lengan temannya itu.

"Yang bener, dong!"

"Rasa coklat pisang, Ros. Kamu suka, 'kan?"

Rosa mengangguk antusias. Segera dia mengambil penjepit makanan yang terbuat dari aluminium lalu menyusun potongan bolu dari dalam kotak ke piring-piring.

"Kayaknya hari ini bakal banyak yang bukber di masjid deh. Aku jamin makanannya semua habis gak ada yang sisa," oceh Jihan dengan wajah percaya diri.

"Kayaknya enggak. Tergantung menu dong, Ji," ucap Rosa dengan nada skeptis.

"Emangnya kamu mau buka di mana, Ros?"

"Gak ada nasi dos, kah?" tanya balik Rosa.

Jihan menggeleng. "Enggak deh, kayaknya. Baru hari pertama mungkin cuma kue-kue."

"Ya sudah, aku mau di rumah aja dulu."

"Yee dasar nyarinya yang ada menu nasi," nyinyir Jihan pada sahabatnya itu. Rosa hanya membalas dengan cibiran karena yang Jihan katakan itu fakta. Rosa paling semangat kalau ada nasi dos.

Mereka kembali sibuk menyusun kue bolu tersebut lalu menatanya di karpet-karpet. Tiba-tiba seorang bocah lelaki mengenakan baju koko biru dan peci putih di kepala, berlari tergopoh-gopoh menghampiri Jihan dan Rosa.

"Kak Ji!"

"Kenapa, Cakra?"

"Jingga masih main bola di lapangan. Belum ganti baju koko, padahal bentar jadwalnya dia yang pertama ngaji sebelum buka puasa," adu Cakra lalu menunjuk-nunjuk ke arah samping masjid yang terdapat sebuah lapangan luas di sana.

Rosa menganga sementara Jihan melotot garang. "Main bola? Dia bolos ngaji dari jam setengah empat?!"

Cakra mengangguk-angguk. Jihan dengan wajah kesal segera menyerahkan urusan kue berbuka pada Rosa. "Aku ngurus bocah kunyuk dulu, Ros. Kamu atur sisanya, ya."

Tetangga Masa Gitu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang