Bagian Tiga

183 37 0
                                    

Jihan tiba-tiba bergidik saat sedang mengupas bawang. Ibunya yang tidak sengaja melihatnya begitu, menjadi kaget. "Kamu kenapa, kok bergidik begitu?"

"Enggak apa-apa, Bu," jawabnya dengan gelengan cepat. Ibunya malah agak curiga melihat respon putrinya yang seperti itu. Tetapi melihat ekspresi Jihan yang sepertinya enggan ditanya lagi, ibunya memilih untuk mengganti topik.

"Yaudah, setelah itu tumis semua bumbunya ya, Ji."

"Sampai harum, 'kan, Bu?"

"Iya."

"Adikmu Lya belum pulang?" tanya ibunya saat menyadari anak ketiganya belum terlihat batang hidungnya di dapur.

"Belum, Bu. Tadi aku chat, katanya baru otw pulang, habis beli bahan buat ujian prakteknya."

"Belum selesai, kah? Bukannya seminggu sebelum puasa juga dia sudah beli bahan-bahannya."

"Kayaknya kehabisan atau dianya salah beli bahan, Bu. Si Lya kan biasa teledor," ungkap Jihan yang tahu betul kelakuan adiknya itu.

Biasanya jam begini Jihan ada di masjid membantu teman remaja masjidnya yang lain menyiapkan menu berbuka dari ibu-ibu perumahan Bumi Geria. Tetapi tentu saja dia tidak bisa setiap hari menjalankan tugasnya karena harus membantu ibu di rumah. Jadi para remaja masjid bergiliran mengurus menu berbuka puasa. Walau biasanya ada Lya yang membantu ibu menyiapkan menu berbuka, tetap saja Jihan merasa tidak enak kalau tidak ikut membantu karena terlalu sibuk.

Jihan berusaha fokus menumis bumbu untuk sayur kangkung. Walau raganya sibuk di dapur, tetapi pikirannya malah berlalu lalang ke arah lain. Masa wajah datar Taka masih terekam di benaknya hingga sekarang. Ekspresi pemuda itu seperti orang yang sedang dalam suasana hati yang tidak baik.

Perasaan setiap bertemu pandang dengan Taka, ekspresinya selalu begitu dan tidak pernah berubah. Apa jangan-jangan suasana hati Taka menjadi buruk setiap melihat Jihan? Memangnya dia pernah melakukan kesalahan seperti apa sampai harus mendapat hal semacam itu dari Taka?

Padahal realitanya mereka berdua tidak pernah bertengkar dan juga tidak pernah seakrab itu. Hubungan mereka itu netral menurut Jihan. Seingat Jihan, dirinya juga bukan gadis usil yang dapat memancing sikap permusuhan dari Taka.

Bukan mau berprasangka buruk, tetapi wajah kusut Taka selalu terlihat saat mereka berpapasan dan membuat Jihan kepikiran apakah Taka punya dendam pribadi dengannya, atau sebenarnya dari lahir raut wajah Taka memang sudah kusut walau sedang tidak dalam kondisi suasana hati yang tidak baik. Padahal, Taka itu sangat tampan dan manis jika tersenyum, kata mantan Taka-Syla-yang juga berteman dengan Jihan. Jihan sendiri sepertinya tidak pernah melihat Taka tersenyum, atau mungkin pernah tetapi dia lupa atau tidak memperhatikan.

"Ji, jangan melamun. Buruan masukin kangkungnya, udah harum tuh tumisannya," peringat ibu.

"Oh, iya, Bu." Jihan dengan gelagapan memasukkan sayur ke dalam wajan hingga bunyi tumisannya membuatnya kaget sendiri.

Ibunya hanya menggeleng-geleng melihat tingkah Jihan. Putrinya ini harus lebih sering berada di dapur. Supaya Jihan terbiasa dan dapat menjadi koki rumahan yang handal untuk dirinya dan keluarganya. Saat tahu bahwa Jihan belum terlalu tahu memasak, beliau langsung berinisiatif untuk sering-sering memanggil Jihan untuk menemaninya di dapur. Sekalian juga agar Jihan bisa belajar. Berbeda dengan Lya yang memang suka bereksperimen di dapur. Biasanya masakan gadis itu enak sampai Jingga tambah tiga kali, biasa keasinan hingga Jihan meminum banyak air, biasa juga terasa hambar yang membuat Leo si anak sulung mengomel dan menyuruh Lya untuk kembali memasak yang enak. 

"Bu, aku mau coba daftar beasiswa." Tiba-tiba hal seperti itu terbersit di benak Jihan.

Sang ibu menatapnya langsung dengan ekspresi heran. Tumben sekali, padahal dari SD sampai mau masuk SMA, Jihan tidak pernah berbicara tentang beasiswa. Mungkin sekarang Jihan membutuhkannya karena biaya kuliah yang pasti lebih mahal dari pada biaya sekolahnya. Tetapi walau tahu akan hal itu, ibu tidak pernah menyuruhnya untuk mencari beasiswa dengan alasan kesulitan membiayai pendidikan Jihan. Mungkin tidak semudah itu bisa membayar semuanya dalam waktu dekat, tetapi orangtua Jihan yakin bisa membiayai sekolah anak-anaknya sampai lulus.

Tetangga Masa Gitu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang