Bagian Lima

194 33 2
                                    

Senin pagi di sekolah SMA Garda Madya tidak terlalu ramai. Hal itu dikarenakan hanya siswa dan siswi kelas 12 saja yang hadir untuk melaksanakan ujian kelulusan sekolah. Setiap minggu ujian, kelas para siswa akan ditukar dengan kelas lain. Seperti sekarang, Taka sedang berjalan di koridor IPS. Matanya menatap papan-papan kelas untuk menemukan ruangan ujiannya. Semalam di grup Humas, guru sudah mengirimkan file dokumen yang berisi waktu berlaksananya ujian, roster ujian, nama-nama guru yang mengawas, dan nama-nama siswa yang ditempatkan di ruangan yang berbeda dari kelas asal mereka.

Taka menemukan dirinya ditempatkan di kelas IPS 1. Jaraknya lumayan memakan waktu 3 menit jika berjalan dari kelasnya. Sebab, gedung IPA dan IPS tidak sama, alias berhadapan.

Di dalam kelas IPS 1, Taka sudah melihat teman-temannya yang sibuk mengobrol, bermain game, selfie bersama sahabatnya, dan ada juga yang kepalanya tertunduk serius menatap buku paket untuk tetap mengingat materi-materi yang akan keluar di ujian, sesuai kisi-kisi yang diberikan tiga hari sebelum ujian.

Begitulah rata-rata karakter siswa IPA 1 di kelas Taka. Jika mereka terlihat santai di pagi hari sebelum ujian, maka hanya ada dua kemungkinan, mereka sudah belajar malam hari atau beberapa hari sebelum ujian, dan ada juga yang tidak belajar sama sekali karena ingatannya tentang materi yang akan diujiankan masih kuat. Ada juga yang sangat ambisius, dari beberapa hari sebelum ujian bahkan pada saat pagi hari sebelum guru pengawas masuk, dia tetap belajar. Biasanya tipe ambisius tersebut menduduki peringkat lima besar.

Taka sendiri termasuk siswa yang hanya belajar pada malam hari sebelum ujian. Itupun pada saat tengah malam sambil memutar musik rock di speaker kamarnya. Karena dari jam 7 hingga 10 malam, Taka sibuk makan, salat, nonton bola, dan bermain game hingga waktu menunjukkan tengah malam, barulah dia bangkit mengambil bukunya dengan bibir bergerak mengikuti nyanyian musik yang dia putar.

Karena ingatannya masih tersimpan dari malam hingga pagi hari.

Yuda, pemuda jangkung yang memiliki darah Jepang di tubuhnya tersebut menyapa Taka dengan cengiran tampannya. Dia memang tampan, visual Jepangnya lebih terlihat daripada visual Indonesia dari ibunya.

"Besok pengumuman SNBP, Cuk!"

"Iye tau," sahut Taka yang kini duduk di kursinya setelah melihat sudut meja barisan ketiga pojok kiri ditempeli kartu ujian milik Taka.

Bianca, gadis yang memiliki tampang kalem tersebut, tiba-tiba ikut nimbrung ke obrolan dua temannya. "Deg-degan gak, sih?"

Yuda menghedikkan bahunya. "Mau lolos apa enggak, aku pasti speechless."

Taka tidak menjawab sahutan Bianca, dikarenakan hatinya yang tak menentu. Tidak mau terlalu berharap, tetapi posisinya sebagai peringkat satu eligible IPA, malah membuat harapannya tumbuh.

Peringkat eligible IPA dan IPS memang terpisah. Jadi, ada juga siswa peringkat satu IPS yang nilainya menyaingi nilai Taka.

"Apa pun itu, serahin aja sama Allah. Yang penting kan, kita udah berusaha dengan belajar selama 3 tahun di SMA." Joshua si bendahara kelas yang paling disegani, ikut menyahut obrolan karena posisi kursinya tepat di depan Yuda.

"Pilih apa, Jo?" tanya Taka penasaran dengan pilihan si peringkat tiga eligible tersebut.

"Kedokteran, Ka."

"Univ mana, Jo??" Bianca menyerobot dengan pertanyaannya.

"Universitas Nasional, Bi."

Bianca, Yuda, dan Taka terperangah. Yah, walau jurusan kedokteran merupakan jurusan langganan dan favorit di IPA, tetapi tetap saja mereka merasa Joshua hebat dengan pilihannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tetangga Masa Gitu?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang