2

103 24 4
                                    

Sepanjang jalan Luna hanya menatap punggung lebar itu, senderable sekali. Hm berapa jumlah pull up yang biasa cowok ini lakukan sampai memiliki bahu selebar ini?

Sepertinya ketika sampai dirumah nanti Luna akan langsung membuat sebuah draf baru berganre teenlite dengan tema yang cukup pasaran, bad boy. Walaupun begitu ini cukup menantang karena Luna adalah penulis dengan ganre historical romance.

Karakter seperti Alterio ini adalah tipe-tipe yang paling banyak digandrungi oleh para wanita, dingin, pintar, tampak kaya. Satu kata yang tepat adalah sempurna.

Jika saja Luna tertarik dengan mahluk 3d mungkin ia mengejar Alterio tetapi satu-satunya yang menarik perhatian Luna hanyalah mahluk 2d.

Semakin tidak nyata semakin bagus, dengan begitu kemungkinan untuk disakiti sangat rendah.

Ketika sampai di dekat lampu merah, Luna menepuk pundak Alterio sampai laki-laki itu menepikan motor nya.

"Kenapa?"

"Sampe sini aja." Kata Luna berusaha untuk turun tetapi ia kesulitan karena tinggi motor itu. Ia hampir terjengkang karena Alterio malah memiringkan motornya ke arah sebaliknya agar ia tidak dapat turun.

"Duduk yang tenang, terus tunjukkin gue arah rumah lo." Kata cowok ini dengan suara yang terendam dibalik helm full face nya.

"Eh gak usah makasih, sampe sini aja gak papa. Gue bakal naik ojek dari sana." Luna menunjuk ojek pangkalan yang berada tidak jauh dari mereka.

Alterio berbalik sedikit melihat rok pendek Luna yang tersingkap saat ia duduk. Hari ini  mereka mengenakan seragam wajib berwarna merah dan bawahan hitam. Merasakan tatapan yang tertuju pada nya secara otomatis Luna merasa tidak nyaman.

Cowok itu menghela napas tepat ketika lampu merah masih berlangsung ia melepaskan jaket nya, membuat krenyit heran pada kening Luna. "Tutupin pake ini."  Kata Alterio tanpa menoleh. Luna meraih jaket itu dan menutupi paha nya sambil bergumam terimakasih.

"Hm."

Lampu hijau menyala, Alterio mengendarai motor nya melewati jalanan dengan instruksi dari Luna menuju kearah rumah nya. Mereka memasuki kompleks perumahan yang sepi, tidak ada tetangga yang duduk-duduk di depan rumah untuk bergosip. Semua pintu dan pagar terkunci rapat, satu-satunya kesempatan untuk bertegur sapa hanya lah di pagi hari.

Luna tidak perlu merasa takut akan ada seorang tetangga yang melihat dan menggunjing, karena para tetangga nya memilih untuk tidak ikut campur dengan urusan orang lain. Tetapi ketika salah satu mengalami sebuah kesusahan maka pintu mereka akan langsung terbuka tanpa ragu.

Luna menunjuk sebuah rumah hook berwarna cream yang terlihat sederhana. "Itu rumah aku." Kata Luna membuat Alterio menghentikan motor nya tepat di depan pagar. Cowok ini cukup peka untuk memiringkan sedikit motor nya agar Luna lebih mudah untuk turun.

"Makasih udah nganterin. Ini jaket nya biar aku cuci dulu ya, besok aku balikin." Kata Luna hanya mendapatkan sebuah anggukan singkat dan sahutan yang tak kalah singkat. "Hm."

'dia ini bukan murid nya limbad kan?' pikir Luna.

Luna masuk ke halaman rumah dan baru menyadari jika Alterio masih belum pergi, saat ia berniat untuk keluar cowok itu hanya mengayunkan tangan nya seperti menyuruhnya untuk masuk ke dalam. Padahal Luna hanya ingin bertanya mengapa dia belum pergi juga, bukan berniat untuk memberikan tawaran bertamu.

Jika Luna sampai ketahuan membawa cowok disaat rumah kosong, ia bisa membayangkan bagaimana dingin nya jalanan karena diusir dari rumah oleh Mami nya.

Benar saja ketika Luna sudah masuk kedalam rumah, Alterio baru menghidupkan motor nya dan pergi dari sana. "Aneh, ke lempar tas gak akan bikin orang gager otak kan?"

SacrificesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang