1; Rasa Kasihan atau Memang Punya Perasaan?

6 4 1
                                    


Sore hari ini begitu senggang. Senja yang seharusnya bekerja pun kebetulan diliburkan. Begitupun dengan Zidan, adik tersayangnya ini yang biasanya sibuk dengan lesnya hari ini kebetulan diliburkan.

"Kak, besok Zidan mau ada tambahan les di sekolah. Boleh ikut?" Tanya Zidan dengan ragu. Takut-takut kakaknya ini keberatan karena Zidan sebenarnya telah mengikuti beberapa les.

"Ya boleh. Ikut aja. Lagian itu buat kebaikan kamu juga. Kakak kan gak bisa ngajarin kamu karena jarang di rumah, jadi biar buat persiapan masuk SMA juga," jawab Senja. Kini fokusnya pada adiknya itu.

"Tapi, kak..."

Senja mengerutkan keningnya bingung, "Kenapa?"

"Les tambahannya bayar, kak," Zidan berujar pelan. Pelan sekali bahkan Senja nyaris tak mendengarnya. Beruntung TV tidak dinyalakan, jadi keadaan rumah sangat sunyi.

Senja tersenyum hangat, lalu menepuk pucuk kepala Zidan dengan pelan, "Kamu bilang aja berapa. Nanti kalo udah pasti kakak kasih uangnya buat bayar," ujar Senja. Senyumannya masih menghiasi wajah cantiknya itu.

Zidan menatap tak enak pada kakaknya. Zidan tahu betul, kakaknya ini mati-matian kerja keras untuk membiayai hidup mereka. Usia keduanya hanya terpaut 2 tahun. Bisa saja Zidan turut bekerja untuk membantu kakaknya ini. Namun, dengan kuat Senja melarang Zidan bekerja. Tugasnya saat ini hanyalah belajar dan belajar. Masalah keuangan dan pekerjaan rumah, semua Senja yang turun tangan. Entah, sudah se lelah apa Senja saat ini.

"Bayarannya mahal, kak. Aku takut kakak--"

"Gak apa, Ji. Tugas kakak kan membiayai kamu sampai kamu sukses. Kakak gak masalah harus putus sekolah, asal adik kakak yang ganteng ini bisa sukses nantinya. Kamu ini harapan satu-satunya buat kakak, Ji. Lagian juga, buat apa kakak kerja cari uang kalo uangnya itu bukan buat kamu?"

Zidan mengangguk pelan. Ia bangga dan beruntung bisa mempunyai kakak yang baik seperti Senja.

"Terimakasih, kak."

Suatu saat nanti, Zidan bakal buat kakak bangga. Dan Zidan gak bakal lupain kakak. Kakak selalu menjadi yang nomor satu di hati Zidan, kak.

 Kakak selalu menjadi yang nomor satu di hati Zidan, kak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Senjani, mana buku tugasmu? Kok gak ada di meja ibu?"

Senja yang awalnya sedang mencatat materi pun sontak mendongakkan kepalanya. Merasa bingung, padahal tadi pagi ia sudah mengumpulkan tugasnya itu.

"Sudah saya kumpulkan kok, Bu. Mungkin nyelip diantara berkasnya Ibu? Tadi pagi saya ke ruangan Ibu langsung soalnya," jawab Senja dengan jujur.

Senja adalah tipikal gadis yang jujur. Ia tak suka berbohong kecuali itu demi kebaikan.

"Bohong tuh, Bu. Tadi pagi saya berangkat papasan sama Senja, tapi dia gak ke ruangan Ibu tuh," kompor Tyas, teman sekelasnya.

"Gak kok, Bu, saya udah---"

Pilu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang