Salju dan Darah

94 21 2
                                    

Terdengar langkah-langkah kaki yang cepat, berjalan di atas salju. Bisa dibilang, berlari kecil.

"Semuanya sudah siap?" tanya seorang pria yang merupakan ayah dari Kuroo.

"Iya~" tiga orang lainnya menjawab dengan serempak.

Istri dari pria tadi, Kuroo, dan Kenma.

Hari itu, 23 Desember, mereka akan melakukan perjalanan musim dingin ke Nagoya. Keluarga Kenma sudah tiba lebih dulu di sana. Tapi, karena ada pertandingan voli musim dingin antar SMP, Kenma harus menyusul bersama Kuroo.

Manik-manik salju kecil mulai turun dari nabastala ke hamparan rumput.

"Tidak ada yang tertinggal, 'kan?" Tanya Kuroo pada semuanya.

Untungnya, tidak ada yang tertinggal.

Mungkin.

"Ada yang lihat nintendoku?" Kenma bertanya dengan nada kebingungan bercampur sedikit panik.

"Sayangnya tidak."

"Tidak, nak."

"Jangan-jangan masuk ke lubang WC."

Jawaban-jawaban itu, apalagi yang terakhir belum dapat membuat Kenma puas.

Baginya, video game adalah jiwanya, api hidupnya. Tanpa game, Kenma tidak bisa bertahan hidup.

Ada yang aneh...

Batin Kenma.

"Tetsurō, kenapa kantung celanamu terlihat lebih berisi dari sebelumnya?"

"Itu dompetku."

"Hmm? Boleh aku lihat?"

"Ohh, tentu saja boleh~"

Kuroo mengeluarkan sebuah benda dari saku celananya. Tak lain dan tak bukan, benda itu adalah nintendo milik Kenma. Kuroo mengangkatnya tinggi-tinggi agar Kenma tidak bisa mengambilnya.

"Tetsurō, kembalikan!!!"

"Ambil sendiri dong!"

"Nintendoku!!!" Kenma merengek seperti anak kecil yang mainannya diambil.

Tampaknya Kuroo menikmati hal ini, membuat Kenma kesal. Jelas sih, wajah Kenma semakin menggemaskan ketika dia kesal atau ngedumel.

"BWHAHAHAHAHA!"

Tuiiinnggg~

"EHHHHHHHH.....?!"

Sontak, kedua orangtua Kuroo, Kuroo, dan tentunya Kenma terkejut ketika melihat nintendo itu melayang di angkasa. Semuanya berusaha untuk menyelamatkan nintendo itu, tapi...
Hasilnya, nintendo butut Kenma malah masuk ke selokan.

"......." Kenma memanas.

"Ahh, maafkan aku, Kenma. Aku tidak bermaksu-" sebelum Kuroo dapat menyelesaikan kalimatnya, Kenma menggumamkan sesuatu.

"Tetsurō... Apa yang kau pikir kau lakukan?" Nada itu pelan tapi dapat membuat beberapa orang merinding saat mendengarnya.

"Sungguh, maafkan aku, Ken-"

DUUKKKK!!!!!!!

"WAAAAAAAAA!!!!!"

Kenma menendang bokong anak berambut aneh yang menyebalkan itu sekuat tenaga. Kedua orangtua Kuroo hanya bisa tertawa melihat kelakuan dua anak kucing itu.

"Tetsu-kun, tampaknya kamu harus berpuasa selama beberapa bulan untuk menggantikan nintendo Kenma-kun." kata ibunya Kuroo yang sudah pasrah dengan kelakuan sang anak.

"Hahahaha, kamu itu mentang-mentang tinggi! Kasian Kenma-kun!" Sang Ayah memberantakan rambut kedua anak itu.

Setelah pertengkaran kecil itu, mereka memasuki mobil dan memulai perjalanan mereka. Semoga saja mereka dapat sampai di tujuan tepat waktu.

Perjalanan yang cukup jauh itu diiringi oleh senandung-senandung ceria, Kenma yang ngedumel, tawa dan canda.

Matahari sudah mulai tenggelam, hari mulai gelap. Salju mulai turun lebih deras lagi. Mereka sudah setengah jalan ketika badai salju terjadi di daerah sana.

"Musim dingin tahun ini lebih dingin daripada sebelum-sebelumnya, ya..."

"Iya, sampai-sampai ada badai salju."

Kepingan-kepingan salju yang tadinya turun dengan lembut dan anggun, kini berubah menjadi sebuah amukan langit yang dilampiaskan pada bumi begitu saja. Angin bertiup dengan kencang, kaca mobil menjadi buram, jalanan juga licin.

Sebenarnya, ayah Kuroo adalah seorang pengemudi yang handal. Ia sudah bertahun-tahun mengendalikan mesin besar itu.

Siapa sangka hal itu dapat terjadi.

Di tengah badai salju yang lebat, sebuah truk besar berjalan dengan kecepatan tinggi. Atau mungkin, melebihi batas normal.

Truk itu terus berjalan, bagai seekor rusa bermata buta yang sedang dikejar oleh harimau.

Lebih cepat.

Lebih cepat.

Semakin cepat.

Sangat cepat.

Sang penjaga waktu tidak memberi ampun.

Apakah ini semua pantas?

Apa ini adil?

Terdengar bunyi hantaman yang cukup kencang. Cukup kencang untuk membuat beberapa pengendara mengerem karena terkejut. Bahkan ada beberapa mobil yang terpeleset.

Suara orang yang memanggil-manggil pun terdengar.

Diikuti suara teriakan.

Lalu, suara sirine yang berasal dari entah mobil polisi atau ambulans.

Mungkin keduanya.

Kecelakaan hebat telah terjadi di tengah badai salju yang ganas. Diperkirakan, pengemudi truk itu sedang mabuk dan tidak sengaja menabrak mobil keluarga yang meluncur di jalan raya.

Pelakunya menyesal dan menyerahkan diri pada polisi.

Ini semua hanya kecelakaan.

Hanya kecelakaan?

Walaupun hanya kecelakaan, tetap saja kejadian ini merengut nyawa orang-orang tak berdosa.

Mobil yang menjadi korban itu penyok, keadaannya sangat parah dan menggenaskan.

Harusnya tidak ada yang selamat dalam kecelakaan itu.

Entah karena keajaiban atau kutukan, seorang anak laki-laki menjadi korban selamat. Setelah koma dan diopname selama beberapa bulan, ia dapat menjalani kehidupan normalnya lagi.

Tapi, apakah semuanya akan sama seperti semula?

Ada beberapa kebahagiaan yang tidak dapat diambil kembali, bukan?

***

OpacararophileTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang