Tubuhku terasa ringan, pikiranku terasa kosong, semua ini terasa aneh dan menakutkan tapi juga memberikan sebuah sensasi nyaman.
Aku melihat tubuhku terbaring lemas di tempat tidur rumah sakit. Monitor detak jantung sudah tidak lagi berbunyi 'bip bip bip'. Daksaku itu terlihat sangat pucat dan menyedihkan. Aku mencoba untuk memegang tangan daksa yang terbaring itu, rasanya aneh. Sentuhan fisik yang terasa tapi juga tidak terasa.
Tidak lama kemudian, pintu kamarku diketuk oleh seorang perawat.
Tidak ada jawaban.
Tentu saja tidak ada jawaban.
Aku sudah tidak ada lagi dalam daksa itu.
Perawat wanita yang sudah kukenal lama itu memasuki ruangan. Aku dapat merasakan tubuhnya yang gemetar. Ya, umurnya masih muda, belum seberpengalaman perawat lainnya.
Aku melihat selang-selang untuk menyongsong hidupku dilepas oleh para perawat, tubuhku diangkut ke belakang rumah sakit, kamar jenazah.
Ini adalah bab terakhir dari buku perjalanan hidupku.
Aku menyaksikan pemakamanku sendiri. Dihadiri oleh teman-teman dan rekan-rekan kerja. Bokuto dan juga Yaku menangis paling kencang. Ini pertama kali aku melihat Yaku menangis. Aku jadi merasa bersalah karena sering menjahilinya saat masa sekolah dulu.
Coba kalau teman-temanku dapat mendengar aku. Aku ingin menyampaikan rasa terima kasih pada mereka. Terima kasih karena sudah selalu ada di sisiku, terima kasih atas kebaikan hati kalian.
Hari-hari berikutnya, aku hanya berjalan-jalan di sekitar kota. Mengunjungi keluarga dan kerabatku, mengunjungi SMA Nekoma, bermain voli di gedung olahraga bersama arwah yang ternyata sudah ada di sana dari dulu.
Sekarang, aku harus melakukan apa?
Menyeberang?
Bagaimana cara untuk menyeberang?
Seolah-olah menjawab pertanyaanku, tiba-tiba dua sosok asing menghampiriku. Ini baru pertama kalinya aku melihat kedua sosok itu. Kalau kata generasi senior, dua sosok itu adalah penjaga yang akan menbawa jiwa orang yang sudah tiada ke alam lain.
Mereka memanduku, melangkah masuk ke suatu portal yang entah kenapa tiba-tiba muncul di perempatan jalan dekat sekolah.
Dibalik portal itu, terbentang sebuah sungai yang panjang. Aku dapat melihat arwah-arwah lain yang berbaris untuk menyeberangi sungai. Ada yang pantas, tapi ada juga yang tidak pantas untuk menyeberang.
Begitu terus prosesnya sampai tiba giliranku.
Aku melihat sosok yang begitu familiar di seberang sungai. Sosok berambut pudding dengan nayanika yang terlihat seperti kucing. Ia menungguku di sana, tersenyum lembut ke arahku.
Untungnya, aku berhasil menyeberangi sungai itu. Sosok itu mengulurkan tangannya, aku meraihnya.
Ya, itu adalah Kenma.
Kenma yang kukenal sejak dulu.
Kenma yang manis.
Ia telah menungguku di seberang Sungai Sanzu, menyambutku dengan senyumannya yang hangat.
"Kuroo, aku tidak menyangka kau akan datang secepat ini. Maafkan aku," Hatiku menjadi tenang ketika mendengar suara lembutnya.
"Tidak apa-apa, Kenma. Seperti yang kau katakan padaku kala itu: tidak ada yang namanya kebetulan, semua sudah direncanakan." Aku membalas senyumannya, memeluk tubuhnya yang kecil tapi terasa sangat pas di pelukanku.
Hangat.
Ini terasa seperti...
Rumah.
Euforia yang ku dapat setelah terombang-ambing di lautan kehidupan yang ganas dan akhirnya pulang ke rumah, menjadi renjana di sanubari.
Aku memberantakan rambut puddingnya dengan gemas. Tanpa sadar, air mata sudah membasahi pipiku lagi.
Aku rindu semua ini.
Kenma balas memeluk diriku, ia berkata "Kuroo yang cengeng, ayo, ke tempat kedua orangtuamu berada. Aku berani bertaruh mereka akan mengatakan 'Kamu masih cengeng seperti dulu, Tetsu-kun'"
Puisi dan syair arkais yang sering kudengar dari nenek dan kakek, semuanya benar. Tentang kehidupan setelah kematian dan tentang takdir.
Tidak dapat tertiup oleh angin,
Tidak dapat terguncang oleh badai,
Tidak dapat dirusak oleh hujan,
Tidak dapat dihanyutkan oleh ombak.
Hanya keabadian, ketenangan, kedamaian.
Aku menggenggam tangan Kenma, melukiskan sebuah senyuman di wajahku, melangkah ke depan, melintasi alam, ke arah cahaya.
»»——finished ❀
Picture source:
https://pin.it/2g3INtX
KAMU SEDANG MEMBACA
Opacararophile
ФанфикKuroo, seorang remaja berusia enam belas tahun yang banyak tingkah. Tetapi, di tengah kehidupan remajanya yang heboh dan terlihat selalu ceria, ia merasakan sebuah kehampaan yang mengisi hatinya. Tapi, semua itu berubah ketika seorang pemuda beramb...