"Kita ini saudara, jangan sampai masalah kecil buat hubungan persaudaraan kita rusak. Ngerti?"
***
12 November 2007
"LANA MAU SAMA AYAH!"
Wanita setengah baya yang sedari tadi berusaha menenangkan sang putri menghela napas. Dalam benak ia berpikir, kiranya cara apalagi yang bisa ia lakukan agar putrinya---Kelana---bisa mengerti dengan keadaan mereka saat ini?.
"Lana sayang, Ayah lagi ada urusan penting jadi Lana sama Bunda dulu ya?" Kelana menggeleng, menolak keras permintaan Sandara--Ibunda. Karena yang Kelana inginkan saat ini hanya Ayah. Dan Kelana tidak tahu mengapa Bunda dan kakaknya tidak bisa untuk mengerti.
"Hiks...Lana cuma mau Ayah. Lana kangen Ayah, Bunda..."
Air mata jatuh tanpa henti dipipi gembul Kelana. Membuat Sandara diliputi rasa bersalah. Harusnya ia bisa menerima risiko atas keputusannya yaitu berpisah dengan pria yang disebut-sebut Ayah oleh Kelana dengan alasan tidak lagi saling mencintai.
Namun ketika melihat betapa Kelana menginginkan kehadiran seorang Ayah, Sandara pikir keputusannya terlampau egois. Bagaimana bisa ia tidak memikirkan nasib putra dan putrinya?. Hidup tanpa Ayah, Sandara pikir itu akan menjadi sebuah mimpi buruk bagi Nakula maupun Kelana.
Sandara bersimpuh lutut dihadapan Kelana. Tangannya terangkat mengusap air mata si kecil. "Lana jangan nangis sayang, nanti setelah semuanya membaik, Bunda janji bakal ngajak Lana ke tempat Ayah. Tapi---" belum sempat Sandara menyelesaikan kalimatnya, tangan yang bertengger dipipi Kelana ditepis kemudian oleh sang empu.
Kelana menatap tajam dengan mata merah penuh air mata yang menggenang, "GAK MAU!. LANA MAU AYAH SEKALANG!" teriaknya dengan nada tinggi.
"Lana"
Ini bukan pertama kalinya untuk Kelana berteriak kencang seperti itu, tidak jarang gadis berusia lima tahun tersebut melakulan hal yang sama ketika permintaan Kelana tidak dituruti oleh orang rumah.
Namun dalam keadaan seperti ini, Nakula rasa Kelana---adiknya tidak pantas berteriak dihadapan Bunda. Apalagi sampai mengepalkan tangan seperti apa yang laki-laki itu lihat sekarang.
"Mas Nakula....Lana mau sama Ayah, hiks"
"Gak bisa Lana. Tolong paham sedikit"
Lagi-lagi Lana menggeleng, "Kenapa gak bisa?!. Jelasin bial Lana paham!"
Nakula menarik napas panjang. "Kamu masih kecil, gak akan paham. Udah ya sekarang kita beres-beresin barang pindahan ke kamar Lana" sembari menarik lembut tangan mungil Kelana.
Namun naas, nasib Nakula tidak berbeda jauh dengan Sandara. Kelana yang menolak lantas menepis tangan laki-laki tersebut.
"LANA BILANG LANA MAU AYAH. LANA GAK MAU TINGGAL DISINI!. DISINI GAK ADA AYAH!. LAN--"
"AYAH UDAH GAK BISA LAGI SAMA KITA! JADI STOP MEMOHON UNTUK AYAH ADA DISINI, LANA!"
Rengekan Kelana terhenti. Wajah memohon yang sejak tadi gadis itu perlihatkan pun menghilang, terganti dengan air muka ketakutan atas bentakan Nakula yang pertama kali ia dapatkan.
Tanpa sepatah kata, kakinya tergerak pergi meninggalkan rumah. Berlari entah kemana asalkan bisa menjauh dari keberadaan Bunda dan Nakula.
"Lana!" teriakan Sandara pun tidak dihiraukan oleh Kelana. Saat ini tujuannya cuma satu, yaitu mencari Ayah.
Kelana hanya ingin membuktikan kepada Nakula jika apa yang laki-laki itu ucapkan padanya adalah sebuah kemustahilan. Kelana amat-amat percaya jika bahwasannya Ayah tidak akan mungkin meninggalkan mereka. Dan Ayah tidak akan setega itu melakukan hal tersebut padanya, putri tersayang Ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
2gether ; Jisoo ft. Boys
Teen Fiction"Kalian itu sudah seperti saudara jadi bagaimanapun keadaannya harus selalu bersama, paham?"