Ryan melangkahkan kakinya di koridor. Segala macam bentuk tatapan tertuju padanya. Siapa yang bisa mengabaikan sosok tampah itu, seorang kapten futsal dengan paras yang menawan menjadikan ia dijuluki most wanted di SMA Merdeka. Terdengar mareka juga saling berbisik seperti ' banget jodoh gue' aduhh lemes adek bang' liat jodoh gue lewat' dan sebagainya
Namun Ryan tak menghiraukan ocehan para siswi tadi, ia terus berjalan dengan wajah datarnya
Di lain sisi ada dua sosok yang sedang memperhatikan Ryan tengah berjalan. Mereka adalah Hafizh dan satria teman Ryan
" gue kangen Ryan yang dulu"
Satria menepuk bahu Hafizh. Ia juga merindukan Ryan yang dulu. Satria menta ke arah Hafizh yang kini masih setia memperhatikan Ryan dari jauh, satria mengerti Hafizh sangat kehilang sosok Ryan. Mereka sudah berteman bahkan jauh sebelum satria hadir di antara mereka. Satria baru berteman dengan mereka saat satria duduk di bangku SMP
Saat itu Seorang anak kecil duduk termenung dipinggir danau, ia menangis menatap lembaran kertas yang ada di tanganya. Tiba-tiba perhatianya teralihkan oleh dua sosok anak laki-laki yang sebaya dengannya itu
Bocah dengan ransel berwarna biru mendekatinya dan duduk disampingnya. Sedangkan bocah berambut pirang yang satunya masih setia di posisinya saat itu.
" kenapa kamu nangis? Kata pak Arif anak laki-laki nggak boleh nangis"
Bocah berambut pirang menggelengkan kepalanya, ia heran mengapa temanya itu selalu memanggil ayahnya seperti itu
" aku sedih nilai MTK ku jelek"
" Hah?! Jadi kamu nangis cuma karena nilaimu jelek?" Bocah Ransel biru itu tidak menyangka jika ada manusia yang sedih karna nilai MTKnya jelek, sedangkan ia yang sering mendapat nilai tertinggi dari 'bawah' malah merasa seneng
" iya, aku takut kena marah ayah"
Bocah Ransel biru mengambil kertas itu. Ia melihat angka 80 disana. Nilai yang cukup besar bukan? , kenapa ia malah bersedih?
" nilai kamu 80, itu nilai yang cukup bagus"
Satria menghela nafas pelan
" ayah ingin aku menjadi sempurna, semuanya harus sempurna. Aku sering dipukuli ayah karena nilaiku nggak sempurna, Mereka lupa aku hanya manusia biasa. Bahkan Aku nggak punya temen karena ayah selalu nglarang aku buat main, dan nggak ada juga si yang mau temenan sama aku. Aku aneh"
Bocah Ransel biru ikut sedih mendengar ucapan satria. Kenapa ada orang tua yang setega itu menyiksa anaknya sendiri hanya karena sebuah angka di selembaran kertas?
" Nggak, kamu nggak aneh yang aneh itu ayahmu kenapa dia tega pukulin kamu hanya karena nilai?"
Bocah ransel biru itu mendekat ke arah satria dan memeluknya "tenang aja, aku dan Hafizh mau temenan sama kamu. Nanti kita belajar dan main bareng, Hafizh pinter di bidang MTK nanti kamu minta ajarin dia"
Bocah ransel biru itu melepas pelukannya, dia mengulurkan tangan "Nama aku Ryan Adi Nugroho, anak pak arif dan bunda sintia"
Satria tersenyum dan menjabat tangan Ryan " Namaku Satria Bagas"
Satria menoleh ke arah seorang yang sedari awal masih setia dengan posisinya itu " kalo kamu siapa?"
" Aku Hafizh Pramudya" satria mengangguk "sekarang kita teman?"
"Teman!" ucap Hafizh dan Ryan bersamaan
Mereka tersenyum dan memeluk satu sama lain.
Berjalanya waktu mereka semakin dekat susah, senang mereka hadapi bersama. Satria sangat bersyukur karena tuhan mengirim mereka padanya. Mereka menjadikan hari-hari satria penuh warna. di saat orang tuanya sendiri selalu memberikanya luka, seperti obat mereka selalu menghibur satria.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
Short StoryFollow dulu sebelum membaca Takdir yang dituliskan Tuhan merupakan hal terbaik dalam hidup kita, walau terkadang yang terbaik itu tak selalu indah.