J - O3

1.4K 154 16
                                    

Malam harinya setelah sholat Maghrib, Jevano berkutat dengan soal soal algoritma yang memusingkan kepala. Jevano menghela nafas panjang, lelah. Jevano meregangkan ototnya yang dirasa sangat kaku karena sedari tadi duduk anteng di depan meja belajarnya.

tok tok tok

"masuk" saut Jevano dari dalam kamarnya.

Pintu terbuka, Bi Ijah senyum hangat ke Jevano, "den ditunggu buat makan malam"

"Ohh iya Bi, sebentar lagi Jevan turun"

Jevano berdiri lalu membereskan buku bukunya. Jevano rasa latihan soal hari ini sudah cukup, kepalanya sudah mendidih.

Jevano lalu berjalan menuju ke arah ruang makan, sayup sayup terdengar ayah, bunda dan Jendra tertawa entah menertawakan apa. Jevano tersenyum tipis, bahagia sekali kelihatanya.

Saat Jevano sudah duduk di samping Jendra, suasana mendadak hening. Tidak ada lagi canda tawa seperti sebelum ada Jevan tadi. Jendra yang menyadari suasana berubah segera berdehem.

"Jev lo mau makan pakai lauk apa? ayam? ikan pindang? sayur? biar gue ambil buat lo" tawar Jendra

"Ngga usah di tawarin, biar ambil sendiri. Tangannya masih utuh Jen" ucap Hana, matanya menatap Jevano sinis.
Masih marah perihal lebam Jendra, mungkin.

"Iya benar kata bunda Jen, biar gua ambil sendiri. Lagian tangan gua kan masih utuh hehe" dadanya membuncah sesak saat mengatakan kalimat itu dengan mulutnya sendiri.

Tangan Jevano terulur untuk mengambil ayam yang berada di depannya, namun dengan cepat Hana menepis kasar.

"Enak aja kamu mau makan enak, udah buat Jendra lebam dan ngga tau malunya kamu duduk di meja makan?!"

"Tapi bun, Jevan laper" lirih Jevano

"Iya bun, biarin Jevano makan ya. Lagian itu salah Jendra yang berantem sama Dirga, bukan salah Jevan. Justru Jevan yang nolong Jendra" jelas Jendra memberitahu rentetan kejadian tadi siang.

"Ya tetap aja kamu salah Jevano! kamu becus ngga sih jadi Abang?! Harusnya adiknya dijagain bukan malah lalai. Ngga berguna!"

Jevano muak, ia meninggalkan meja makan tanpa sepatah kata pun. Wajahnya datar tanpa ekspresi. Dengan cepat Jevano berjalan menaiki tangga menuju kamarnya.

"Heh dasar anak ngga tau sopan santun. Orang tua lagi ngomong itu di dengar bukan malah pergi. Dasar ngga tau diri!" Gustomo naik darah melihat kelakuan Jevano. Jendra yang melihat tidak bisa melakukan apa apa. Jendra menatap kursi kosong di sampingnya, yang biasa digunakan Jevano. Dada Jendra sesak.

Jendra memberanikan diri berbicara kepada orang tuanya.

"Bunda, ayah tolong jangan marahi Bang Jevan. Dia ngga salah, yang salah disini Jendra bukan abang"

hening, tidak ada jawaban dari keduanya, sampai akhirnya Gustomo membuka suara

"Ck, anak berandalan itu pasti ngajarin kamu yang ngga bener, iya?"

"Ngga ayah, Jendra yang inisiatif bilang sendiri. Bang Jevan ngga nyuruh dan ngga pernah ngajarin Jendra yang ngga bener"

"Halah alesan"

Kesal dengan jawaban Gustomo, Jendra memilih pergi meninggalkan meja makan dan naik ke kamarnya.

"Si Jendra pasti udah ketularan Jevano, dasar ngga bener"

🌍🌍🌍

"Jev, gue masuk ya" ucap Jendra sambil membuka pintu kamar Jevano. Terlihat Jevano sedang duduk di balkon kamarnya dengan gitar ditangannya. Memandangi langit malam yang bertaburan bintang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hadiah Untuk Jevano - LJNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang