minggu

171 5 0
                                    

"Nah, ini orangnya datang," sambut Sungjin, abang gue, begitu gue keluar dari mobil. Mukanya semringah, berbeda seratus delapan puluh derajat dengan gue yang cuma bisa setor tampang bloon.

Pagi-pagi buta ditelepon, di hari Minggu pula, adalah sebuah pelanggaran berat yang menurut gue pantas dijatuhi hukuman.

Sayangnya belum ada undang-undang yang mengatur tentang itu, sementara tersangkanya adalah abang gue sendiri.

Jadi gue pilih mengalah lalu berangkat ke rumahnya dengan mata yang melek sebelah.

"Oh, Brian sudah datang?" kini suara kakak ipar gue, Kak Merry, dari dalam rumah.

Gue mengernyit saat melihat Kak Merry keluar rumah mengenakan kebaya lengkap dengan sanggul di puncak kepalanya.

Cantik, sih. Tapi raut mukanya mencurigakan.

Bahkan gue baru sadar kalau Sungjin ternyata memakai kemeja putih bersih dan sepatu pantofel. Terlalu formal untuk pergi berlibur di akhir pekan.

"Yan, kita titip Moonella sama kamu ya. Maaf banget, tapi dia nggak mau ikut ke kondangan," kata Kak Merry cepat. Gue masih bengong. "Dia nangis dari tadi, nggak mau ikut. Ada Selena soalnya. Udah gue paksa-paksa biar ikut, eh, malah jadi gue yang dimarahin sama abangmu," sambung Kak Merry makin membuat gue tidak mengerti.

Oke, jadi peran gue di sini adalah?

Eh, Kak Merry sebut siapa tadi?

"Ajak dia ke Bandung ajalah, ke rumah mama. Nanti pulang kondangan, gue yang jemput," kata Sungjin yang langsung disambut pelotot amarah istrinya.

Seandainya gue nggak lagi bingung, gue yakin gue langsung ketawa lihat abang gue yang mengerut digalakin istrinya.

"Ya masa mama disuruh jagain Moon? Kasihan mamalah. Kemarin abis telepon asam uratnya kambuh. Nggak bisa jalan," alasan Kak Merry yang bikin gue takjub bagaimana bisa abang gue dapat jodoh sebaik ini.

Gue bahkan lupa kapan terakhir gue telepon mama.

"Kan, ada Selena," abang gue masih berkilah.

Oh, Selena.

Eh, siapa Selena?

"Ya tapi Bandung, 'kan, jauh, Sayang. Emang Brian mau?" tatapan Kak Merry pun beralih ke gue sementara gue masih belum tahu siapa Selena.

Gue sendiri baru sadar keponakan gue bernama Moonella itu belum muncul menyambut gue seperti biasa.

Apa mungkin Selena itu pengasuh Moonella yang baru?

"Terserahlah pokoknya mau diajak ke mana Moonella. Pokoknya kalau kalian ke Bandung, jangan sampai mama kerepotan karena Moonella. Oke?" pesan Kak Merry yang sebenarnya terdengar seperti ancaman. Jadi gue cuma mengangguk pasrah, berjalan memasuki ruang tamu, dan akhirnya gue tahu siapa Selena yang dimaksud.

"Princess Rapunzel apa Princess Jasmine?" seorang perempuan yang sepertinya memang bernama Selena itu tampak riang bermain bersama keponakan gue.

"Anna! Moonella suka Anna!" keponakan gue bersemangat berteriak. Tidak ada dalam pilihan, tapi perempuan di depan Moonella tetap tertawa-tawa.

"Moana atau—"

"Selena, ini Brian, adik ipar aku udah datang. Kalau Moonella bosen di rumah, minta jalan-jalan ke mana gitu, biar Brian yang anterin kalian. Hati-hati ya. Rame banget ini weekend," Kak Merry memotong kalimat Selena. Selena seketika mengangkat muka, dan langsung memerbaiki posisi duduknya begitu melihat gue. "Rumahnya jangan lupa dikunci kalau kalian pergi ya," kata Kak Merry sambil mondar-mandir dengan kebayanya yang cukup menyita perhatian.

Kalau kakak ipar gue itu tampil di televisi, gue yakin kameramen bakal suka menyorot dia.

"Ini susu sama baju buat Moonella. Siapa tahu nanti bajunya basah atau gimana, aku siapin di sini," Kak Merry memberikan instruksi. Perempuan bernama Selena itu mengangguk-angguk patuh.

Oke, fix, gue yakin dia pengasuh Moonella yang baru.

"Dan, oh iya, kalau manajer telepon, bilang aja file-nya akan dikirim lewat email nanti malam. Atau kalau kamu sempet, kamu langsung kirim ke dia. Butuh ada yang diedit sih, bagian halaman terakhir. Udah ada catatannya, tinggal ganti. Tapi kalau kamu sempat, ya. Kalau enggak juga nggak papa, biar aku aja malem nanti sekalian kirim proposal draft 4 ke supervisor marketing," tapi perintah Kak Merry berikutnya sepertinya bukan perintah yang ditujukan untuk babysitter.

Gue jadi bingung lagi.

"Sayang, Selena ke sini, 'kan, karena mau main sama Moonella. Masa malah ngomongin kerjaan?" keluh Sungjin. "Udah, Sel. Nggak usah dipikirin itu kerjaan. Lagian hari Minggu kok masih ngurusin kantor. Hari Minggu ya libur," sambung Sungjin disambut tawa Selena.

Di sini gue rasanya pengen meninju Sungjin dan berteriak kalau keluarga kecil bahagianya ini sudah merusak hari libur gue.

"Nggak papa, Mas. 'Kan, bonusnya jadi bisa main sama Moonella," seloroh Selena membuat gue mendelik. Segitu sayangnya lo sama keponakan gue?

"Pantesan Moonella pilih nangis-nangis biar main sama kamu, Sel," Kak Merry menghela napas panjang, seperti menyindir gue yang tidak bisa menjadi paman yang baik buat Moonella. "Ya udah, kalo gitu kita berangkat ya?" tutup Kak Merry seiring kami semua keluar dari rumah.

Iya, pada akhirnya Moonella tidak mau di rumah.

Dan gue yang didaulat jadi sopirnya.

To be continued.

[✔️] My Sun Day || young k x ocTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang