4. Idaman?

1.1K 126 13
                                    

"Aaahhh! Tolooong!" Begitulah terdengar jeritan cempreng Taufan membahana memecah keheningan di siang hari. Si empunya suara berlarian panik kalang-kabut tak tentu arah di dalam rumah sembari berusaha menggendong seorang bocah bayi sejauh mungkin dari dekapannya.

Bocah bayi, yang tidak lain adalah Sori, menangis sejadi-jadinya di dalam genggaman Taufan karena merasa tidak nyaman dengan celana kecilnya yang basah oleh ompolnya sendiri. Jadilah tangisan Sori beradu keras dengan jeritan panik Taufan.

Bukan hanya Taufan sebetulnya karena Gempa yang menyaksikan Taufan berlarian kalang kabut itu pun menjadi ikutan panik.

"Hey! Hey! Taufan! Stooop!" Gempa berusaha mengejar dan menghentikan Taufan yang masih saa berlarian panik di dalam rumah.

Thorn, Ice dan Solar yang juga berada di ruang keluarga hanya bisa menyaksikan adegan kejar-kejaran antara Gempa dan Taufan sambil tercengang. Ketiganya sebenarnya ingin meolong namun tidak tahu harus berbuat apa. Selain itu, mereka bertiga juga tidak ingin memperburuk situasi.

Blaze sendiri?

"Sini! Sini Kak Ufan, oper ke aku!" Blaze malah ikutan berlarian di depan Taufan sembari memberi isyarat untuk mengoper Sori.

Singkat kata, situasi pada saat itu benar-benar kacau. Sepertinya hanya Gempa saja yang mengerti harus berbuat apa namun terhalangi oleh kepanikan Taufan dan aksi sukarela Blaze yang sepertinya salah faham dengan apa yang sedang terjadi.

"Yeet!" Taufan mengoper Sori kepada Blaze yang sudah siap menerima dan menyambut si bocah bayi ke dalam gendongannya.

Gempa berani bersumpah kalau ia melihat tubuh Sori itu seakan melayang melawan gravitasi saat dioper oleh Taufan kepada Blaze. Tidak mungkin rasanya Sori bisa terbang menurut pemikiran Gempa. Sepertinya bocah bayi itu dilambungkan seperti bola oleh Taufan dan ditangkap dengan sempurna oleh Blaze.

"Astaga! Hoi!" pekik Gempa terkejut. Jantungnya terasa lepas dari rongga dadanya saat ia melihat penerbangan Sori. "Mati itu anak orang!" jerit Gempa lagi sembari beralih mengejar Blaze, yang kini sudah menggendong Sori.

Tidak kunjung merasa nyaman, Sori pun menangis semakin keras dan semakin histeris. Usaha Blaze untuk menenangkan Sori pun gagal total. Bahkan sebagai hadiah atas usaha sengklek mereka itu, Taufan dan Blaze mendapat hadiah berupa sebuah jitakan dari Gempa.

"Kalian ini semuanya payah!" ketus Halilintar. Tak disangka-sangka, sang kakak tertua mengambil alih komando. Dengan mudahnya Halilintar mengambil alih menggendong Sori dari Gempa. Tanpa membuang-buang waktu, Halilintar langsung meletakkan Sori di atas sofa dan melepas celana bocah bayi itu. Bermodalkan beberapa lembar tissue basah yang diambilnya dari tas ransel Glacier, Halilintar langsung membersihkan selangkangan Sori yang basah karena ompol. Setelah bersih dan kering barulah Halilintar memasang popok yang baru pada Sori.

"Begini saja kalian ngga bisa ...." Hailintar lanjut menggerutu sembari menggendong Sori dan mengayun-ayun bocah bayi itu.

Segera saja tangis dan rengekkan Sori mereda. Setelah tangisannya berhenti barulah Halilintar memberikan Sori susu yang tadi sudah dibuat oleh Glacier.

"Wah, bisa juga kamu membuat bayi jadi kalem, Hali." Gempa memandangi kakaknya yang sedang menimang-nimang Sori dengan penuh kekaguman. Belum pernah Gempa melihat Halilintar menggendong bayi, apalagi sampai menghentikan tangisan bayi dengan begitu cepatnya.

Taufan pun tidak jauh berbeda. Beberapa kali dia mengucek-ngucek matanya untuk memastikan kalau apa yang ia lihat itu adalah sebuah kenyataan dan bukan halusinasi semata. "A-apa dunia mau kiamat?" tanya Taufan sembari meneguk ludah.

Halilintar menjawab pertanyaan Tafan itu dengan sebuah geraman singkat dan lirikan tajam legendaris dari netra merah rubinya. Dia tidak memedulikan komentar-komentar dari adik-adiknya dan lanjut menimang-nimang Sori sampai kelopak mata bocah bayi itu mengedip-ngedip perlahan.

Baby On Board.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang