𝑭𝑰𝑹𝑺𝑻

25 4 0
                                    

September 2039

Matanya memandang ke layar ponsel di depannya dengan lekat, tak teralih sedikitpun. Dia tampak begitu fokus seraya menggigit boneka kesayangannya yang berbentuk awan putih—boneka kesayangan katanya— boneka itu selalu digigiti untuk melampiaskan emosi. “Arou-kun … ada yang ingin aku katakan kepadamu.”

"AAAAAAARRGGHHH!!! Tidak bisa, tidak bisa! Ini terlalu menggemaskan!” gadis itu melempar ponselnya ke sisi lain tempat tidur dan memukul-mukulkan boneka awan tadi ke wajahnya dan ke kepalanya. Berteriak-teriak seperti orang gila atau orang kerasukan dan berguling-guling hingga sprainya berantakan serta terlepas dibagian ujungnya. Ia kemudian mengambil ponselnya yang terlempar dan kembali ke posisi awal, berdehem sejenak, dan mencoba tenang, kemudian kembali melanjutkan tontonannya. Dengan dada naik turun dan bibir yang senantiasa tersenyum lebar, ia memfokuskan pandangannya ke layar ponsel lagi.

Hingga bunyi panggilan telepon masuk dan membuatnya lantas mendecakkan lidahnya lantaran merasa sedikit sebal. “Aduh, siapa yang meneleponku di saat-saat genting begini? Mengganggu sekali. Tidak tau apa Akira-chan akan mengungkapkan perasaannya pada Arou-kun, ini sedang dalam fase paling kutunggu-tunggu. Malah ada yang menelepon.” Mulutnya masih terus misuh-misuh dan melihat kontak panggilan yang namanya sudah sangat tidak asing di matanya. “Ricchan ternyata,” gumamnya dan langsung mengangkat panggilannya.

“Ricchan apakah kamu tidak tahu aku sedang sibuk, Akira-chan akan mengungkapkan perasaannya! Dan kamu menggangguku melihatnya. Ada apa?” Ia mengomel panjang memprotes temannya—Ricchan yang menelepon di saat-saat yang tidak tepat. Dia seharusnya menelepon 10 atau 15 menit yang akan datang, pasti tidak akan membuat gadis berambut hitam dengan poni berantakan itu mengomel.

Di seberang, yang disebut Ricchan itu malah terkekeh. Ia mengatakan sesuatu yang sukses membuat gadis itu terkejut, dan langsung sedikit panik. “OH IYA! AKU LUPA! Ricchan maafkan aku, beri aku 20 menit. Serius 20 menit saja. Aku akan menghabiskan episode 12 dahulu dan segera bersiap, aku bisa bersiap dengan secepat kilat, tenang saja. Tunggu aku ya, jangan pergi ke sana duluan! Ya, Ricchan?” jawabnya panik. Ia sedikit menyesal mengomeli temannya padahal dia sendiri yang salah.

Dan gadis itu benar-benar menepati janjinya, 10 menit setelah tontonannya bersambung ia langsung melompat dari tempat tidur seperti singa yang menangkap rusa. Ia mandi bebek dan memakai pakaian simple, hanya sebuah kaos yang dilapisi sweater berkancing berwarna pastel dan celana panjang berwarna hitam. Tak lupa pula ia merapihkan rambut hitam panjangnya dan mengikatnya ke belakang agar tidak mengganggu. Ber-make up seadanya, asal tidak terlihat kusut, pucat, apalagi kusam. Dengan segera ia memasukkan ponselnya dan beberapa barang lain ke dalam tas kecil dan ia sampirkan di pundak, tanpa kelamaan memilih sepatu ia akhirnya hanya mengenakan sneakers putih favoritnya.

Rekyara Aiko adalah nama gadis dengan rambut hitam panjang yang lurus hingga nyaris sepinggang dan poni halus berbentuk bulan sabit yang jatuh menutupi dahinya, sapa saja Aiko. Namanya persis nama orang Jepang, dan bahkan banyak orang percaya jika ia adalah asli Jepang. Sayangnya,  sebenarnya dia adalah seorang gadis Indonesia, asli Pekanbaru. Orang tuanya saja yang kebetulan menamainya Aiko seperti nama orang Jepang. Usianya 19 tahun, tingginya 158 cm, bukan tipe yang tinggi semampai seperti seorang model atau anggota girlband. Saat ini Aiko berstatus sebagai seorang mahasiswi di Universitas Tokyo jurusan Literature semester 3, ia berhasil masuk ke sana lewat jalur beasiswa. Kadang orang-orang merasa tidak percaya juga, seorang gadis yang hobinya hanya menggila sambil memandang ponsel bisa sampai ke Jepang lewat jalur beasiswa. Itulah kita tidak boleh menilai buku hanya dari sampulnya saja. Pada kenyataannya Aiko merupakan gadis yang cukup pintar dan berprestasi.

Kakinya melangkah terburu-buru menuju ke arah halte bis, di sana seorang gadis lain berambut pendek dan wajah khas Jepang tampak memperhatikannya yang sedang ngos-ngosan karena berlari dari tempat tinggalnya. Gadis di sana melambaikan tangan dan tersenyum lebar namun senyumannya tampak mengatakan. “Nah datang juga dia.”

Tidak Bisa MemilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang