stay with me, 2021

477 78 0
                                    

Sunwoo menyalakan ponselnya, jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam dan ia masih senantiasa terjaga entah kenapa. Tak peduli dengan materi yang harus ia pelajari, keadaan sekarang lebih mengkhawatirkan ketimbang ia hanya duduk sedangkan Papa-nya berjuang untuk bertahan hidup diluar sana.

Mengotak-atik ponselnya, mengetikkan dengan cepat harap pesannya akan terkirim dan direspon cepat juga.

Keluar dari kamar, memastikan keadaan. Sunwoo bertanya pada Saeron, kakak-nya.

“Papa gimana?”

Saeron menggeleng sedih. “Belum ada kabar,” mengecek ponselnya sekali lagi tak ada balasan dari sang Mama, Saeron menatap Sunwoo dengan wajah iba. Adik kecilnya pasti merasa terpukul apabila Papa tak kunjung sadar juga.

Sunwoo menghela napas. Memilih kembali ke kamarnya, duduk dikursi balkon sembari menghembuskan napas kasar.

Sudah berapa lama waktu yang ia habiskan dengan sia-sia? Tanpa memberi kabar pada Eric-nya yang mungkin sedang khawatir hingga menangis tanpa suara?

Sunwoo merasa dirinya egois.

Dari menyalakan ponsel yang ia lihat pertama kali adalah senyum Eric dengan membawa es krim— Sunwoo justru tampak sedih dan menyesal karena tak memberi tahu alasan sebenarnya.

Sunwoo jelas ingat kenangan ini, saat Eric membujuk ingin membeli es krim padahal sudah dilarang. Dengan segala rengekannya akhirnya Sunwoo membelikan juga— dengan syarat, besok gak boleh beli lagi atau kamu bakal sakit flu nantinya.

“Boleh ya, Sunwoo?”

“Eric,” Sunwoo menghela napas. “Aku gak mau besoknya kamu bersin gara-gara ini.”

“Aku mau es krim, Sunwoo!” Eric merengek. “Ini yang terakhir, janji! Besok gak beli lagi, ya ya ya??”

Berakhir es krim yang Eric dambakan sudah dipegang ditangan dengan senyuman sumringah bahagia, diam-diam Sunwoo ikut tersenyum dan mengabadikannya dalam bentuk foto yang ia jadikan lockscreen di ponselnya.

Sederhana saja, senyum Eric membuatnya ikut tertular bahagia.

Maka dari itu, ketika rindunya semakin membara, dengan cepat Sunwoo ketikkan pesan kepada Eric-nya dengan kalimat, “aku bakal pulang suatu saat nanti”— namun lagi-lagi suara pintu didorong membuatnya terkejut.

“Apa lagi, Kak?”

Demi Tuhan, Sunwoo sudah jenuh diganggu saat sedang merindu.

Saeron bukannya menjawab, malah menggelengkan kepalanya dengan isak tangis ditahan.

Dan Sunwoo jelas paham akan hal itu, ini bukanlah pertanda hal baik akan datang.

Bahwa Papanya pergi untuk selama-lamanya.

-----

“Halo, Ric, lama gak ketemu. Eh, lagi liatin apa? Fokus banget?”

Eric terkejut, buru-buru mematikan layar ponselnya dan menggelengkan kepalanya cepat. “Ah, enggak. Nggak papa.”

Na Jaemin; sahabat dekat Eric, paham situasi. Menepuk bahu Eric pelan, duduk dibangku sebelah Eric. Suasana taman sepi, memudahkan Jaemin berkomunikasi tanpa harus mengeraskan nada bicaranya. “Sunwoo ya?”

Eric gelagapan. “Ng-nggak! Bukan Sunwoo,” Eric jawab begitu pun sudah ketara, dengan kepala tertunduk sedih, memegang ponselnya dengan erat.

Jaemin menghembuskan napas berat, melihat taman disekeliling mereka. “Apa taman ini juga ngingetin lo sama Sunwoo, Ric?”

Eric terdiam sejenak, sebelum mengangguk. Jaemin yang melihatnya merasa iba.

“Berapa banyak tempat yang ngingetin semua hal tentang Sunwoo? Tempat yang nyimpen kenangan— bikin lo tersiksa karena inget kenangan itu?” Jaemin bertanya.

“Ada banyak, Na,” Eric mengalihkan pandangan ke bangku yang letaknya tak jauh dari tempat ia sekarang, di mana ia biasa duduk di sana bersama Sunwoo. “Kemanapun gue pergi, selalu ada sudut di mana kenangan itu kembali. Sunwoo terlalu banyak ninggalin memori, yang jelas gue susah lupain gitu aja.”

Jaemin membisu, sedang Eric tersenyum tipis melihat samar-samar bayangan yang tercipta dalam imajinasinya— sosok Sunwoo berdiri di sana, membawa sebuket bunga mawar merah— menyodorkan kepada Eric dengan penuh cinta.

Kenangan di tahun 2019, di mana awal mereka memulai sebuah hubungan.

“Susah ya lupain satu orang yang kita sayang, Na?” Eric bertanya sebelum tertawa dengan nada sedih. “Gak taunya, dia datang bawa bahagia— perginya norehin luka—”

Eric melanjutkan, “kenangannya mau bagaimana?”

Jaemin tak bisa merespon dengan kata-kata, usapan ia berikan pada yang lebih muda. Jelas, kehilangan yang Eric alami bagaimanapun akan selalu menyiksanya.

Eric menangis. “Sunwoo gak ngasih kabar. Setidaknya dengan balas pesan, gue udah seneng, Na.”

Menyalakan ponselnya yang lagi-lagi tak ada notifikasi pesan sama sekali bahkan dari orang yang ia tunggu kehadirannya sejak lama, Sohn Eric menangis hebat disamping Na Jaemin. “Sekedar kasih kabar kalau dia baik-baik aja, gue tenang. Gue gak tau dia di sana lagi apa, apa harinya buruk, atau mungkin dia lagi terpuruk? Barangkali gue di sini bisa bantu doa dan usaha. Nyatanya yang gue harepin, sia-sia.”

Eric dengan tangisnya, menatap Jaemin. “Apa Sunwoo gak rindu? Sampai gak mau ketemu?”

Jaemin tahu segalanya, tapi sayang tak bisa memberi jawabannya.

maaf ya cerita ini agak bikin mikir :(

tapi kalo udh smpe ending, kalian bakal ngerti kok sama apa yg sebenernya terjadi

mellifluous, sunric ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang