memories of you, 2025

578 71 12
                                    

Eric mengucek matanya pelan. Meregangkan tubuhnya yang kaku sehabis bangun tidur. Menguap lebar, ia melirik jam di dinding.

Terkejut, Eric melotot.

Pasalnya Sunwoo memberi tahu bahwa ia akan sampai di sini pukul 4 sore. Dan sekarang sudah jam 7 malam. Eric terlambat 3 jam untuk menjemput Sunwoo di bandara!

Maka dari itu Eric dengan cepat mandi, membereskan diri, bersiap untuk pergi ke rumah Sunwoo. Namun sebelumnya ia akan meminta ijin pada Mama-nya terlebih dahulu.

Keluar kamar, turun tangga, Eric melihat sang Mama sedang sibuk di dapur— menyiapkan makan malamnya.

“Ma.”

Sang Mama menoleh lalu tersenyum melihat penampilan anaknya. “Anak Mama rapi banget. Mau kemana?”

Eric tersenyum antusias. “Mau ke rumah Sunwoo. Sunwoo pulang hari ini. Sampai sini jam empat sore tadi, tapi Eric ketiduran huhu...”

Senyum sang Mama luntur. “Eric..”

Eric yang sedang menata buah-buahan di meja makan menoleh. “Iya, kenapa, Mah?”

Mama berjalan mendekat, duduk di samping anaknya. “Eric sayang banget ya sama Sunwoo?”

“Iya, Eric sayaaaaang banget sama Sunwoo.”

Sang Mama tersenyum tipis. “Tapi Mama gak ngasih ijin, Eric. Ini udah malem. Mama takut kamu kenapa-kenapa.”

Eric mengerucutkan bibirnya sedih. “Tapi, Ma.. Eric kangen banget sama Sunwoo. Hampir 5 tahun kita gak ketemu sama sekali. Tau keadaan cuman lewat chat sama video call. Eric kangen Nunu..”

Sang Mama memaksakan dirinya untuk tersenyum. “Eric, Mama gak ngijinin kamu. Besok aja ya kalau mau berkunjung?”

Eric merengek sedih. “Maa...”

“Kamu belum bisa ngerelain Sunwoo ya, sayang? Mama tau kalau kamu sayang banget sama Sunwoo. Tapi relain Sunwoo ya? Sunwoo sedih kalau tau keadaan sebulan terakhir kamu kayak gini terus. Gak ada perubahan,” Mama mengusap punggung Eric sedih.

Eric mengernyit. “Ngerelain apa maksud, Mama? Eric gak paham.”

“Mama paling gak suka liat Eric nangis gak berhenti. Karena Mama selalu ikut sedih liatnya. Jangan kayak gini ya, sayang? Kamu sebulan nangis sepanjang malam, ngigau Sunwoo pulang padahal Sunwoo udah gak ada.”

“Maksud Mama apa? Sunwoo masih ada. Sunwoo janji ke Eric mau pulang, Mah.”

Dada Eric naik turun, beranjak dari kursinya. Hampir air matanya jatuh, Eric sesak.

Sang Mama menatap anaknya sedih. Tak kuat melihat Eric yang terus-terusan tersiksa. Maka dari itu Mama beranjak, memeluk Eric menenangkan.

“Sunwoo janji pulang ke Eric, Mah. Sunwoo udah janji.”

“Iya, sayang. Sunwoo janji pulang.”

“Hari ini, tepat tanggal 15. Sunwoo pulang, dia bilang ke Eric begitu.”

Mama menggeleng. Memang benar Sunwoo pulang tanggal 15. Namun itu sudah sebulan lalu.

Janji pulang dari Los Angeles yang kini tinggal kenangan. Saat pesawat yang ditumpanginya jatuh, Sunwoo tak selamat dalam kecelakaan tersebut.

Eric yang tak rela, terus-terusan dihantui potongan-potongan kenangan masa lalunya. Sebulan penuh, ia menciptakan sosok Sunwoo sendiri dalam bayangannya. Halusinasi mendengar suara merdu Sunwoo saat memanggilnya.

Eric tak sadar melakukannya, karena ia tak rela.

Eric ijinkan Sunwoo pergi selama 4 tahun untuk menyelesaikan kuliahnya, namun bukan untuk selama-lamanya.

“Sunwoo pulang, Eric harus bertemu.”

“Sunwoo pulang tapi gak kesini sayang...”

“Mama.. Sunwoo udah j-janji— hiks.. Janji p-pulang ke Eric— hiks..

“Eric..”

“T-tapi ke-kenapa— hiks.. Sunwoo pulangnya k-ke Tuhan?”

Sang Mama memeluk Eric erat. Ikut menangis melihat anaknya tersiksa atas kepulangan Sunwoo sebulan lalu. Peristiwa tragis itu membuat Eric terpukul. Setiap harinya ia hanya mengurung diri lalu menangis karena setiap sudutnya selalu mengingatkan tentang Sunwoo.

“Eric ka-kangen Sunwoo— hiks.. Masa Eric g-gak boleh ke-ketemu— hiks.. Sunwoo se-sekali. Eric ma-mau— hiks.. Ketemu Sunwoo se-sekali aja. Sekali a-aja— hiks.. G-gak papa..”

Eric menangis, memeluk sang Mama. Kembali mengadu perihal kerinduannya yang teramat besar dan tak bisa ia lampiaskan sampai sekarang.

“Eric cu-cuman— hiks.. Mau ke-ketemu Sunwoo...”

“Sayang, relain Sunwoo ya? Kamu sebulan kayak gini, Mama khawatir.”

Sang Mama melepas pelukan, mengusap air mata yang menetes di pipi Eric lembut. “Sunwoo pasti sedih liat Eric nangis terus. Eric mau, Sunwoo sedih?”

Eric menggeleng. “G-gak mau. Ta-tapi Eric— hiks.. Ka-kangen Sunwoo..”

Mama mengerti bahwasanya Eric hanya bingung meluapkan kerinduannya bagaimana. Belum sempat saling bertegur sapa, Sunwoo sudah pergi dulu— membuat Eric tak rela.

Eric yang paling tak sabar menemui Sunwoo kala itu, selalu dihantui mimpi tentang Sunwoo yang janji akan pulang ke rumah. Selalu, selalu begitu.

Mengusap rambut anaknya lembut, sang Mama tersenyum sendu.

“Sebulan ini, sejak kematian Sunwoo kamu belum berkunjung ke makamnya sama sekali. Besok Mama antarkan ya? Sapa Sunwoo, kamu bisa luapin rasa rindumu di sana. Sunwoo sedih kamu belum berkunjung, dia pasti nungguin. Besok pagi kita pergi ya? Ke makam Sunwoo?”

Eric menatap Mamanya dengan mata memerah karena kelamaan menangis. Terdiam sejenak, menimbang apakah ini keputusan yang baik atau bukan. Sebelum akhirnya ia mengangguk pelan.

Menunduk sendu, Eric harap bayang-bayang kematian Sunwoo berhenti menghantuinya. Harap kenangan buruk itu pergi, biarkan Eric mengingat kenangan-kenangan indahnya saja.

Yang eric sesali, saat dirinya terlalu tenggelam dalam halusinasi.

yah ini kejutannya..

honestly, aku juga kurang puas sama chapter ini tapiii aku harap kalian suka hehe :")

gak kerasa udah mau ending,
aku mau bilang makasih banyak buat kalian yang udah nyempetin baca cerita ini— dukung cerita ini dari awal sampai akhir
makasih banyak, guys!
cerita ini gak ada apa-apanya tanpa respon positif dari kalian

ah ya, HAPPY BIRTHDAY ERIC !
anak bontot kesayangan <3
semoga sehat dan bahagia selalu ya bayiikk😆

daaann, next chapter adalah endingnya hehe
sampai jumpa <3

mellifluous, sunric ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang