Tanpa Tanya

3 2 0
                                    

Huuaaaa!!!
       
Ranu panik. Tangannya menepuk-nepuk kepala gadis kecil di hadapannya. "Ssstt! Jangan nangis..." bujuknya setengah berbisik. 
     
Gadis kecil itu terus menjerit. Telinga Ranu pengang, kepalanya terasa pening. "Kamu mau apa?" Ranu menelusuri saku kemeja dan celana panjangnya, sayang dia tak pernah menyimpan permen dalam sakunya. Dia menyodorkan sesuatu. "Hp mau?"
     
 Huaaaa!!!
       
Ranu bertambah bingung. Matanya melirik ke sana-sini. Apa yang akan dipikirkan orang-orang? Gadis kecil ini berlari-lari sendiri, jatuh sendiri, nangis sendiri. Ranu hanya ingin menolong. Aaarrrgh! Benar-benar membuat frustasi.
       
Gadis kecil ini juga sama sekali tak membantu. Suaranya sangat nyaring. Melebihi lengkingan penyanyi sopran paduan suara di kampusnya dulu.
       
Mata Ranu berkeliaran ke segala arah. Syukurlah teras ini sepi. Jika gadis kecil ini berhentu menangis, segalanya akan aman terkendali. Dia tidak akan disalahkan karena dianggap membuat seorang gadis kecil menangis. 
       
Boneka!
       
Sebuah boneka jerapah mungil dengan leher yang amat panjang teronggok dekat kursi tempat Ranu duduk tadi. Pasti boneka gadis kecil itu. Segera Ranu memungut dan membersihkan debu yang menempel di boneka itu.
       
"Ini punya kamu?" Ranu berjonggok di sebelah gadis kecil itu sambil menyodorkan bonekanya.
       
Huuaaa!!!
       
"Udah jangan nangis lagi. Ini boneka kamu, udah om bersihin."
       
Gadis kecil itu bergeming. Tetap bersimpuh di lantai. Air matanya bercucuran. Dua kuncir kuda di kepalanya bergerak-gerak sesuai irama sesenggukannya. 
       
"Mama kamu di mana?" Ranu memegang tangan gadis kecil itu, mengajak berdiri. "Yuk om antar ke mama."
   
"Azel!" 
       
Tiba-tiba saja gadis kecil itu direnggut. Genggaman Ranu terlepas dengan paksa.
       
"Ateeeee!"
       
Ternyata gadis kecil itu bisa mengucapkan kata selain huaa. Tapi suaranya tetap melengking.
       
Seorang gadis berkerudung hijau memeluk gadis kecil itu erat. Sangat posesif. Dia mundur beberapa langkah untuk menjaga jarak dari Ranu.
       
"Mbak, ini nggak seperti kelihatannya," Ranu mencoba menjelaskan. "Dia tadi lari, terus..jatuh.." 
       
Gadis itu menyipitkan matanya. Pandangannya tajam menuduh. Dia semakin erat memeluk gadis kecil itu.
       
Satu gadis kecil cengeng, satu lagi gadis yang luar biasa galak. Ranu tak tahu harus melakukan apa. Sore harinya yang tenang berubah  jadi penuh keributan.
       
Tanpa berkata apa pun gadis berkerudung hijau berbalik. Melangkah lebar-lebar menjauhi Ranu yang masih mematung kebingungan. Terdengar samar suaranya menenangkan gadia kecil di pelukannya yang masih terisak.
       
Itu tadi apa? Dia menuduhku apa? Penculik? Ranu Setya Andika, penculik? Yang benar saja. Ranu merasa sangat terhina. Dia merutuki dirinya sendiri yang tidak mampu berkata apa-apa untuk menjelaskan kejadian sebenarnya.
       
Ranu Setya Andika, seorang manajer paling berpengaruh di perusahaannya. Dia bisa membuat siapa pun mengikuti ide-idenya. Tapi kenapa lidahnya terkunci menghadapi dua gadis aneh itu?
       
Ranu berhenti menggerutu. Gadis berkerudung hijau itu menoleh ke arahnya. Telinganya di dekatkan ke wajah gadis kecil yang sedang menunjuk-nunjuk Ranu. Sepertinya gadis kecil itu sedang memberi tahu sesuatu.

Pasti gadis kecil itu menceritakan kejadiannya. Pasti gadis berkerudung hijau itu menyesal dan merasa bersalah. Saat gadis kerudung hijau itu melangkah ke arahnya, Ranu semakin yakin.
       
Ranu menunggu dengan percaya diri. Bagaimana pun, kebenaran akan terungkap. Dan gadis galak itu akan menyesal sudah menuduh Ranu sebagai penculik.
       
Gadis berkerudung hijau itu tiba di hadapan Ranu. Wajahnya tidak terlihat menyesal. Matanya tetap tajam menuduh. Dagu Ranu yang terangkat dan senyum angkuhnya memudar.
       
"Boneka!"
       
Ranu menatap boneka di tangannya dan langsung menyerahkan begitu saja. Gadis berkerudung hijau itu berderap meninggalkan Ranu yang kembali mematung. Memandangi sosoknya sampai hilang masuk ke dalam hotel.
     
Kembali Ranu merutuki dirinya yang tak mampu membela diri.

***

RendezvousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang