Hopeless Chapt 2

36 1 0
                                    

Luna mengoleskan make up agak tebal di wajahnya yang pucat, hanya untuk menutupi lingkaran hitam di sekitar matanya, dan menyapukan blush on di tulang pipi agar terlihat lebih segar dari keadaan sebenernya yang nampak seperti mayat hidup, lalu mengoleskan lipstik palet nude di bibir mungilnya.

Sekarang sudah 10 hari setelah hari kematian Aldi, dan air mata Luna pun sudah kering untuk menangisinya. Hari ini Luna sudah bisa mulai bekerja di kantornya.

Sesampainya di kantor Luna sudah disambut oleh pelukan sahabatnya, Ninda.

Seharusnya Aldi yang menyambutnya seperti ini, lalu menanyakan apakah sudah sarapan atau belum. Oh, Aldi.

"Be better huh?" Tanta Ninda di sertai senyum elegant yang selalu menghiasi bibir tebalnya.

"Yeah, better" jawab Luna sambil memaksakan senyum agar sahabat kesayangannya ini tidak khawatir.

"Aku tau kamu bohong, honey. Tapi tunjukkan ke semua orang bahwa kamu baik-baik saja, bahwa kamu ga seperti apa yang mereka pikir" lanjut Ninda yang langsung melepas pelukannya, meyakinkan Luna bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Yeah. I'm okay sweetheart" teriak Luna dengan memasang wajah riang.

Mereka berdua pun langsung beranjak naik lift untuk ke devisi nya masing-masing.

Ninda berpisah dengan Luna di lantai 6 karena disitulah devisinya berada, sedangkan devisi Luna masih beberapa lantai lagi.

"Lunaaaa.. I miss you, babee!!"teriak Dimas sambil merenggangkan tangan untuk memeluk Luna. Dimas adalah sahabat lelaki satu-satunya yang dimiliki Luna, jika orang-orang tidak tau hubungan persahabatan mereka, maka pasti akan langsung menyimpulkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih.

"I miss you too, Prince. Very miss you" yang langsung menyambut pelukan Dimas.

Tak sadar satu tetes air mata Luna jatuh.

Dimas tahu bahwa sahabatnya ini tidak baik-baik saja. Oleh karena itu, ia langsung memeluk Luna, berharap kesedihan yang di rasakan sahabatnya ini menguap sampai tak bersisa.

"Jangan nangis disini honey, you'll be alright. I'm here" bisik Dimas diantara pelukannya. Luna langsung menghapus air matanya, dan kembali memasang wajah riang andalannya.

"Lo ga mandi ya dim, bau amat!" Teriakan Luna mengundang orang orang sekitarnya untuk tertawa. Sementara Dimas yang dijadikan bahan lelucon nya mengerti bahwa sahabatnya sedang mengalihkan mood.

"Kan dari kemarin kamu ga masuk, ya buat apa aku mandi" balas Dimas dengan mengerucut kan bibir bawahnya.

"Ih jijaayy" jawab Luna sembari meninggalkan Dimas dan berjalan menuju mejanya.

Namun ada hal ganjal yang menyorot arah pandangnya. Yaitu secarik kertas berwarna hitam yang ditulis oleh pulpen berwarna silver diatas mejanya.

"Hari pertama yang sulit bukan?
Ini belum seberapa, tunggu hal lain nya, manis♥"

K

Hanya beberapa kalimat namun sukses membuat bulu kuduk Luna meremang.

Luna mencoba terus menerus melancarkan nafasnya. Tetapi sulit, sangat sulit. Jantungnya terus berdegup kencang dan tidak teratur.

Luna menyimpan surat di laci meja kerjanya, dan mulai melanjutkan aktifitas seperti biasa. Dan sepertinya berhasil.

Luna sudah mulai melupakan surat tersebut sampai jam pulang kantor, dikarenakan laporan yang menumpuk.

Dering ponsel membuyarkan lamunannya tentang Aldi.

Unknown number calling...

Luna pun menggeser icon hijau.

"Halo" sapa Luna.

"Hati-hati pulangnya, Luna--tut tut tut"

Deg.

Luna yang sangat khawatir, langsung memijit speed dial 1.

"Halo" .....

Regards

JIHAN ALYA ARRAHMI

HopelessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang