2.

6.2K 350 3
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
Happy reading chingu yaa...

Malam telah menggilas apartemen yang kini kutinggali, langit sepekat tinta spidol yang bisa kugunakan untuk menulis ragam teori ekonomi atau mengajari murid-murid ku cara membuat neraca pembayaran, raja malam yang tangguh bertengger kelabu. Pukul sebelah dan aku baru saja selesai mengecek tugas murid, mataku sedikit sakit karena terlalu lama menatap layar leptop. Aku meregangkan tangan agar bahu ku rileks, lalu menyesap sisa kopi susu yang berenang di dasar gelas. Kulihat keadaan luar dari jendela di samping meja kerjaku, tak ramai dan hanya satu dua mobil berseliweran.

Aku bangkit dari duduk dan berjalan ke kamar mandi dengan senandung ringan di mulutku, tak tahu lagu apa yang berusaha kunyanyikan malam ini. Aku menyikat gigi dan buang air kecil, kebiasaan semua orang sebelum tidur. Kutatap pantulan diriku di cermin besar itu, mata elang yang menukik, netra sekelam malam yang tak menahu bintang atau bulan, rahang yang menyombongkan diri tanpa tahu malu, dan bibirku yang menjadi kunci kehidupan bercinta. Aku mengacak rambutku yang senada manik mata itu dengan kasar.

Hidupku selama dua puluh satu tahun ini tak begitu berarti, tetapi aku menikmati semuanya tanpa banyak protes. Umur matang dengan pekerjaan yang mapan rasanya cukup untuk menyumpal mulutku dengan makanan, membeli beberapa barang mahal atau membayar jalang di klab ketika waktu bercintaku menggebu. Orang tuaku sudah berulang kali menyuruhku untuk menikahi seseorang karena tak sabar menggendong cucu pertama dari anak tunggalnya. Tetapi aku merasa belum cukup apalagi siap untuk satu komitmen sehidup semati yang mengikat sampai ajal menjemput. Aku terlalu banyak bermain, seperti itulah kalimat ibuku.

Ayah bahkan sempat merencanakan kencan buta dengan perempuan cantik yang merupakan anak rekan kerjanya, tetapi aku mengetahui rencana bodoh itu dan marah. Aku menolak untuk pulang sampai ibu mengunjungiku di Sydney sendiri dan meminta maaf sampai menangis. Saat itu, aku merasa seperti putra paling durhaka seantero bumi. Ibu bilang, ia percaya suatu hari nanti aku akan menemukan seseorang yang tepat untuk hatiku yang tak jauh dari definisi es ini. Baiklah, aku akan percaya pada wanita yang telah menaruhkan nyawanya untuk melahirkanku ke bumi.

Selama empat tahun tinggal dan bekerja di Sydney, aku sudah mengencani dua Omega menawan. Hubungan pertamaku bertahan satu tahun dan kami memutuskan untuk berpisah karena ia mencari seseorang yang serius untuk umur tiga puluh miliknya. Hubungan keduaku juga bertahan satu tahun dan harus mengucapkan selamat tinggal karena ia hamil dengan Alpha lain. Setelah hubungan itu, aku menjadi bosan karena ujungnya selalu sama dan menyayat perasaanku. Aku mencoba untuk mengencani beberapa wanita, tetapi mereka menolakku karena merasa tak pantas untuk aku yang begitu mapan. Akhirnya aku membayari beberapa jalang di klab langgananku jika tubuh ini minta dipuaskan, aku seperti pria kurang ajar di novel-novel.

Aku membaringkan diri di atas kasur yang memanjakan tulang belakangku yang penat, kucoba menutup mata, tetapi tak langsung tertidur. Mungkin karena kafein yang kukonsumsi saat bekerja tadi masih tersisa dalam darahku. Padahal aku memilih kopi susu yang tak begitu kental agar dapat tertidur tepat waktu, tetapi sesuatu dalam tubuhku benar-benar membuatku muak. Aku mengacak surai rambutku dan mengumpat karena mengubah posisi yang biasanya membuatku terpejam tak lagi manjur. "Sialan, aku ada kelas untuk diajar besok!" Aku berteriak sendiri karena tak kunjung tertidur.

Setelah empat puluh menit tak dapat tertidur, aku akhirnya menarik laciku dan mengambil botol obat tidur. Tak baik memang, tetapi tak ada lagi yang dapat kulakukan untuk menutup kelopak mata sialan ini. Aku tak ingin tertidur di kelas, sial, itu akan merusak karismaku di depan murid-murid. Kutelan satu kapsul obat itu dengan dorongan air mineral. Setelah itu aku berbaring dan menghela napas pelan, kutatap langit-langit kamarku yang senada krem dan membiarkan obat ini mengambil alih tubuhku. Perlahan pandanganku mengabur dan aku tak lagi mendengar denting jarum jam di kamar.

.
.
.
.
.
.
.
TBC

Intoxicating  { HeeJake Enhypen }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang