17

4.4K 859 46
                                    

Ayu tertawa kecil kemudian menggeleng cepat. "Nggak usah kasi ide konyol deh!"

"Bukan konyol, tapi itu memang salah satu cara supaya tahu perasaan dia sebenarnya ke kamu," timpal Mia.

Ayu tak menanggapi, dia segera memakai jilbab berwarna peach dan menyelipkan pin bunga kecil di bawah dagunya.

Deru mobil terdengar, Kiki membelalakkan mata seraya berkata, "Dia datang! Kamu udah siap, Ay?"

Perempuan bergamis itu mengangguk tersenyum.

"Awas, kalian bukan suami istri. Jangan khilaf!" ledek Wulan menahan senyum.

Ayu hanya tertawa kecil menanggapi ucapan rekan-rekannya.

"Ya udah, aku pergi dulu ya," pamitnya seraya menyeret koper keluar kamar diikuti ketiga rekannya.

Langkah Ayu terhenti ketika melihat Askara berada di pintu menunggunya keluar.

"Mas Aska?"

Pria bermata teduh itu tersenyum kemudian berkata, "Berangkat sekarang?"

Ayu mengangguk, sementara di belakang, ketiga rekannya kasak-kusuk saling berbisik.

"Jangan lama-lama ya. Kamu punya tugas dari sini," ujar Aska lagi.

"Iya, Mas. Aku usahakan secepatnya kembali begitu Mama sudah baikan."

Askara mengangguk. Matanya memindai penampilan Ayu kemudian tersenyum.

"Kamu dijemput?"

"I ... ya."

Perempuan itu merasa tak nyaman ketika melihat Yudhis turun dari mobil dan mendekat.

"Sudah siap, Mayra?"

"Eum ... sudah, Mas. Mas Yudhis, ini Mas Aska yang ...."

Yudhis tersenyum kemudian berkata, "Aku tahu."
Pria itu menjabat tangan Askara.

"Ayo, May! Nanti kita kemalaman di jalan!" titahnya setelah sedikit berbasa-basi dengan Askara.

"Mas Aska, aku pergi dulu ya."

Askara mengangguk.

"Take care, Ay. Aku tunggu kamu balik!"

Ayu mengangguk kemudian melangkah meninggalkan Askara dan teman-temannya.

**

"Maaf kalau kepulangan ini mengganggu pekerjaanmu, May." Yudhis membuka pembicaraan ketika mobil mulai meluncur.

"Nggak apa-apa, Mas. Mama adalah hal terpenting dalam hidupku."

Yudhis tersenyum tipis mendengar ungkapan Ayu. Diam-diam dia semakin sadar jika mulai ada simpul yang perlahan mengikat perasaannya dengan perempuan berjilbab itu.

"Makasih, May. Makasih kamu bersedia pulang."

"Sama-sama, Mas. Saya juga berterima kasih Mas sudah mau memberikan tumpangan untuk saya pulang."

Pria di balik kemudi itu mengerutkan kening kemudian menoleh sekilas.

"Kamu kok bicaranya begitu? Kamu pikir aku nggak ikhlas gitu?"

Ayu menggeleng cepat sambil tersenyum.

"Bukan begitu, Mas. Tapi Mas kan sebenarnya bisa aja pulang duluan ketika mendengar kabar Mama."

Yudhis menaikkan alisnya kemudian tersenyum.

"Aku nggak mau kamu naik kendaraan umum. Selain berjejal, pasti akan lama sampainya."

Selalu untuk Selamanya (Sebelumnya When The Sun Goes Down)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang