Bergamis dusty pink dengan khimar serasi, Ayu terlihat memesona. Kesederhanaan perempuan itu sebenarnya telah banyak menyita perhatian Yudhis. Tidak pernah ada sapuan blush-on atau make up tebal di wajahnya. Hanya lipstik sewarna bibir yang tampak.
Sore itu dia dan Yudhis menghadiri pesta ulang tahun pernikahan mertuanya. Di mobil tampak Yudhis sudah menunggu. Setelah pintu rumah dikunci, Ayu bergegas menuju mobil yang telah siap berangkat.
"Sudah dikunci semua pintu?"
"Sudah, Mas."
"Nggak ada yang ketinggalan?"
Ayu menggeleng.
"Oke. Kita berangkat!"
Mobil meluncur meninggalkan kediaman mereka. Seperti yang sudah-sudah, jika keduanya berada di dalam mobil hanya keheningan yang tercipta. Tidak ada satu dari mereka yang mencoba memulai pembicaraan atau sekadar berbasa-basi.
"Kita mampir beli kado dulu di mall depan sana," tutur Yudhis tanpa menoleh.
"Iya, Mas."
"Kamu sudah punya gambaran mau kasi kado apa?" Kali ini Yudhis menatapnya sekilas.
"Tadinya aku mau kasi kue tart, tapi pasti di rumah sudah ada. Nggak tahu, Mas. Menurut, Mas?"
Yudhis mengangkat bahu.
"Kalau rangkaian bunga segar bagaimana, Mas?"
"Bagus juga! Aku tahu di mana tempat penjual bunga segar."
Mendadak ingatannya bermuara pada Prita. Perempuan itu sangat suka dengan bunga, terutama bunga lily. Mengingat itu, Yudhis menarik napas dalam-dalam.
Ayu dapat menangkap wajah muram pria itu. Dia paham pria di sampingnya itu tidak sengaja bernostalgia dengan masa lalunya. Karena beberapa kali dia pernah diajak ke toko bunga untuk memberi kejutan bagi Prita.
"Mas teringat Mbak Prita?" tanyanya lirih.
Yudhis bergeming, dia fokus mengemudi.
"Percayalah, Mas. Aku akan berusaha mencari tahu tentang Mbak Prita."
Mendengar perkataan Ayu, dia menoleh sejenak.
"Untuk apa?"
"Untuk menyatakan kalian berdua. Menyatukan cinta pada keadaan yang semestinya," paparnya tersenyum tipis.
Yudhis menggeleng kemudian menginjak menaikkan kecepatan kendaraannya.
"Kamu nggak perlu repot, Mayra. Aku pikir buat apa berharap pada sesuatu yang kita tidak yakin."
"Tidak yakin? Tapi Mas mencintainya, kan?"
Yudhis mengangkat bibirnya miring.
"Mungkin aku lebih tepatnya hanya ingin tahu kenapa dia pergi, cinta? Entahlah!"
Senyum kecil terbit di bibirnya.
"Aku sekarang hanya butuh sendiri dan melupakan. Itu saja!"
Kembali suasana hening di mobil hingga mereka tiba di toko bunga.
"Kamu pilihkan saja bunga dan rangkaian yang bagus untuk mama papa. Aku tunggu di mobil. Nggak apa-apa, kan?"
Senyum Ayu mengembang. Dia mengangguk kemudian keluar dari mobil.
**
Suasana meriah menyambut kedatangan mereka. Sudah ada beberapa rekan Pak Cokro dan Bu Mita di sana. Aroma daging barbeque menguat dari arah halaman belakang. Sementara canda tawa terdengar begitu hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Selalu untuk Selamanya (Sebelumnya When The Sun Goes Down)
RomansaBlurb : Menjadi anak asuh dari keluarga berada dan keturunan terpelajar adalah sebuah kebanggaan. Keinginannya untuk membuktikan bahwa dirinya bisa dibanggakan akhirnya tunai, meski setiap hari dirinya harus berlomba dengan perasaan cinta yang tak b...