Kiki mengangguk mengerti. Dia mengangguk kemudian menjauh meninggalkan Ayu dan Marina.
"Ada apa ya, Mbak?" tanya Ayu ramah seraya meletakkan air putih kemasan di depan Marina.
Perempuan berkacamata itu mengucapkan terima kasih. Terlihat ragu dia kemudian menarik napas dalam-dalam.
"Ayu, boleh aku menanyakan hal yang mungkin sedikit mengganggu privasimu?"
Kening Ayu berkerut membalas tatapan perempuan di depannya.
"Maksudnya?"
Mariana tersenyum getir mengeluarkan cincin dari tas tangannya.
"Ini milikmu, kan?" tanyanya seraya menyodorkan benda itu pada Ayu. "Cincin itu milikmu, kan, Ayu?"
Ayu bergeming.
"Katakan sedekat apa kalian!"
Masih tak menjawab, Ayu menarik napas dalam-dalam seraya merapikan jilbab.
"Ayu. Entah kenapa aku merasa Askara masih begitu mencintaimu. Bahkan cincin yang seharusnya tak lagi dia simpan, masih ada di lemari pribadinya!"
"Aku berhak tahu sedalam apa hubungan kalian. Ini penting untuk aku mengambil keputusan, Ayu!"
Terasa ada yang menusuk hatinya saat Marina mengatakan hal ini. Ayu masih ingat bagaimana Askara mencintainya meski dia masih separuh hati menerima. Bagaimana kilas harap terlintas di mata pria itu ketika tahu dia tak lagi bersama Yudhis.
"Keputusan apa yang Mbak maksud?"
Marina menarik napas dalam-dalam kemudian menceritakan kegalauan hatinya. Perempuan tunangan Askara itu mengungkapkan kekhawatirannya jika pernikahan tetap digelar sementara hati dan pikiran Askara masih pada Ayu.
"Beberapa kali dia kudapati sendirian dengan wajah murung dan menggenggam cincin ini. Ketika kutanya dia selalu mengelak dan cepat meletakkan kembali cincin itu."
"Aku nggak menyangka jika ternyata kamu yang selalu dipikirkannya, Ayu. Aku berpikir perempuan itu bukan kamu."
Ayudia memejamkan mata dan menarik napas panjang.
"Mbak Marina, Mbak harus yakin dan percaya saya dan Mas Askara tidak ada lagi hubungan apa pun," jelas Ayu.
"Tapi dia masih ...."
"Mbak ... untuk kisah masa lalu saya, biarkan jadi catatan saya sendiri. Orang lain tidak berhak tahu seperti apa perasaan dan perjalanan masa lalu saya. Jika memang Mas Askara memang seperti yang Mbak Marina ceritakan, saran saya justru Mbak yang harus meyakinkan diri Mbak sendiri. Melangkah atau justru berhenti."
Marina menatap Ayu tajam.
"Aku justru ingin terus melangkah, Ayu! Tapi aku khawatir kamu akan selalu jadi orang ketiga di antara kami."
Cepat Ayu menggeleng.
"Itu nggak akan pernah terjadi, Mbak. Saya bukan perempuan murah seperti yang Mbak pikir!" tukasnya.
"Mungkin bukan, tapi bagaimana jika Askara masih terus dihantui oleh dirimu? Sementara kalian aku lihat memang sedemikian dekatnya? Dia begitu terlihat sangat sayang padamu, Ayu!"
"Cukup, Mbak. Berhenti mengucapkan hal yang belum terjadi! Saya tahu apa yang Mbak rasakan. Saya paham ketakutan Mbak Marina. Percayalah, Mbak! Saya tidak akan pernah menjadi batu sandungan atau perempuan yang akan mengotori hubungan Mbak dengan Mas Aska."
Hening.
"Sekarang Mbak boleh pergi. Sudah nggak ada yang perlu dikonfirmasi lagi, kan? Saya sudah mengatakan hal yang sesungguhnya. Mbak nggak perlu takut kehilangan Mas Askara. Dia milik Mbak, dan selamanya akan jadi milik Mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Selalu untuk Selamanya (Sebelumnya When The Sun Goes Down)
RomanceBlurb : Menjadi anak asuh dari keluarga berada dan keturunan terpelajar adalah sebuah kebanggaan. Keinginannya untuk membuktikan bahwa dirinya bisa dibanggakan akhirnya tunai, meski setiap hari dirinya harus berlomba dengan perasaan cinta yang tak b...