Seoul, 27 Januari 2021
Mendung. Mega hitam di atas masih setia menghiasi Sang angkasa pun dengan Sang mentari yang memilih bersembunyi di baliknya. Angin mulai bertiup, cukup kencang untuk membuat orang-orang mulai merapatkan coat mereka. Dingin yang menyeruak sangat menggambarkan seoul di bulan januari.Tak berselang lama semesta menjatuhkan tangisnya. Payung-payung mulai dibuka seiras dengan langkah-langkah yang dipercepat. Hujan selalu berhasil membuat semua orang berlari.
Ah, ralat. Tak semua orang. Sebab Pria dengan setelan hitam-hitam di sana masih terlihat berjalan, terlampau pelan bahkan, seaakan pijakannya terbuat dari kaca. Pandangannya lurus ke depan terkesan kosong. Tubuhnya ia biarkan kebasahan total abai dengan fakta bahwa ia bisa saja terserang flu. Pria itu menangis.
"Maafkan aku..." Si pria bergumam. Getar dalam suaranya begitu pilu.
Mata rubahnya terpejam, membiarkan lelehan air matanya menyatu dengan hujan. Terimakasih pada semesta, setidaknya ia tak akan ketahuan sedang menangis.
Suara familiar dari saku celana membuat netranya kembali terbuka, tangannya terangkat mengambil asal suara hanya untuk kembali melihat nama yang sama yang sejak tadi menghubunginya.
Ibu.
Wanita itu kembali menghubunginya dan ia terlampau paham dengan apa yang akan wanita itu ucapkan. Maka tangannya bergerak menggeser icon merah pada layar, lalu meletakkan benda persegi itu pada sakunya sebelum kembali melanjutkan langkah.
Tungkainya terhenti di depan sebuah bangunan tua di pinggir kota. Bangunan yang penuh dengan kenangan. Sedikit terkekeh saat menyadari bagaimana 'dia' berefek begitu besar pada dirinya. Ia bahkan tak sadar sudah berjalan selama berjam-jam.
Netranya menelisik jauh kedalam bangunan tua itu sebelum tungkainya kembali ia bawa melangkah. Sang pria mulai masuk meneliti tiap ruangan yang tak berubah sejak kedatangannya terakhir kali. Hujan juga sudah berhenti beberapa saat lalu, bahkan Sang rembulan juga mulai muncul bersama ratusan prajurit bintangnya. Bangunan tua ini seakan menyambut kedatangannya.
Sang pria kembali berhenti. Pandangannya jatuh pada sebuah piano tua dalam ruangan kecil itu. Netranya kembali bergetar, dadanya mendadak terasa sesak. Menggigit bibir bawah guna menghalau tangis, Sang pria berjalan mendekat kemudian berakhir duduk di depan piano tadi.
Perlahan tangannya terangkat menekan tuts hitam-putih di sana, memainkan melody yang sudah melekat dalam memorynya. 0X1=LOVESONG .
Disaat kenangan semakin jauh membawa jiwanya air matanya kembali jatuh, lalu tanpa ia sadari bibirnya bergumam, menyanyikan lirik dari melody yang ia mainkan sejak tadi.
Say you love me
Say you love me
Till the end of the world
All or nothing
I want all of youI know I love you
Say you love me
Say you love me
Till the end of the world
All or nothing
I give all of youI know I love you
Dan disaat lagunya berakhir isakan berhasil lolos dari bibir tebalnya. Tangisannya kembali pecah. Dirinya sudah mencapai batas. Tubuhnya bergetar hebat dengan tangan yang mencengkram dada pun dengan raungan menyakitkan yang terus keluar dari bilah bibirnya. Ada kerinduan yang menyeruak namun tak menemukan tempat untuk bersinggah.
"Maafkan aku.. kumohon kembali lah..." Sang pria memohon. Ada duka yang terselip dalam setiap kalimatnya, ia merutuki diri dan hidupnya yang begitu brengsek.
Lalu pandangannya mengabur, pijakannya seakan runtuh membuat tubuhnya limbung ke samping berakhir mencium tanah. Terakhir ia bisa melihat sosok itu datang menghampirinya sebelum akhirnya gelap datang menyapa.
Namun sebelum kesadarannya benar-benar menghilang mulutnya kembali ia buka, lalu dengan suara lirih ia berucap...
"Aku mencintaimu."
Untuk kalian yang membaca karya ini, Aku harap kalian suka. Ini adalah karya pertama yang aku tulis dan publish di dunia orange ini, jadi aku minta maaf untuk segala kekurangan yang ada.
Sebenernya aku sendiri cukup gak percaya diri untuk publish this story. But, dilain sisi juga sangat disayangkan membuatnya terlantar di draft hingga berdebu.
Anyway hope u guys enjoy! See u in another chapter!👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Nakupenda
FanfictionHanya secangkir kisah tentang whalien 52 Dimana frekuensinya tak mampu menjangkau paus lain. - ON GOING -