Malam semakin larut dengan bintang-bintang serta bulan yang setia menemani selaras dengan suara binatang-binatang malam yang saling bersahutan.
Terlihat seorang pria bersurai hitam legam lengkap dengan setelan jas tengah berdiri di sisi jalan, Ia nampak sibuk berbicara dengan seseorang via ponsel pintarnya, begitu serius hingga tak menyadari kepulan asap yang membumbung tinggi jauh di seberang sana.
Ponselnya kembali ia letakkan disaku begitu pembicaraan berakhir, kemudian pria itu memilih bersandar pada mobil mewahnya yang terparkir tepat dipinggiran trotoar sambil memejamkan mata.
Helaan nafas berat keluar begitu saja saat memori kelam kembali menyapa. Netranya ia buka, pandanganya jatuh pada cincin perak yang melingkar apik dijari manisnya dengan sebelah tangan yang mengelus lembut cincin itu. Sejenak membiarkan lelehan air mata jatuh dari mata sipitnya.
Kesendirian selalu berhasil membawanya menyusuri memori lama yang menyesakkan.
Namun tak bertahan lama sebab setelahnya ia memilih mengangkat pandangan, menulusuri objek apa saja yang bisa mengalihkan pikirannya yang tengah kusut.
Tak ada yang spesial. Dihadapannya hanya ada jalan luas dengan trotoar sepi dihiasi pohon juga lampu jalan lalu tak jauh dari situ terdapat ruko kecil yang sudah tutup, benar-benar biasa saja.
Tentu saja sebelum tiba-tiba matanya menangkap kepulan asap yang membumbung tinggi di seberang sana kontras dengan suara klakson kendaraan beroda delapan dengan siluet seorang gadis didepannya.
Waktu seakan berhenti kala netranya bersitubruk dengan kelereng serupa galaxy itu. Entah kenapa ia merasakan déjà vu.
Tubuhnya masih mematung, hingga suara klakson serta teriakan yang semakin mendekat menyadarkannya.
Ckiiiittt...
Dengan cepat ia berlari hingga sepersekian detik sebelum truk itu mencium tubuh Si gadis ia berhasil menariknya ke sisi jalan.
Setelah berhasil mengamankan Si gadis iapun membungkuk beberapa kali meminta maaf pada supir truk yang masih memaki tersebut, barulah setelah truk itu berlalu ia berbalik pada Si gadis.
Ia kembali merasakan déjà vu kala menggenggam tangan Si gadis, rasanya seperti ada aliran listrik yang menggelitiknya. Kemudian pandangannya ia bawa melihat wajah Si gadis yang kembali membuatnya mematung.
Wajah itu...lalu mata itu...bagaimana mungkin?
Tersadar dengan pikirannya yang semakin melanglang buana ia pun berucap,
"Apa kau baik-baik saja?"
Tidak ada jawaban. Gadis itu hanya memandangnya dengan entahlah ekspresi bingung?
Dengan begitu ia memilih membalik tubuh Si gadis agar menghadap sempurna padanya, kedua tangannya memegang bahu Si gadis guna menyalurkan rasa aman. Bahwa ia bisa mempercayai dirinya.
"Hey, kau baik-baik saja?" Kembali ia bertanya, kali ini dengan sedikit berteriak.
Namun nihil. Gadis di hadapannya masih memilih bungkam dengan netra yang tak lepas memandangnya, sukses membuat aliran listrik kembali menggelitik perutnya.
Ia baru akan kembali bersuara saat tiba-tiba netra serupa galaxy itu membulat dan tubuh si gadis yang mulai bergetar hebat. Ia bisa melihat gadis itu membuka mulut berusaha mengucapkan sesuatu, meski hanya gumaman tak jelas yang beradu dengan nafas tersenggal-senggal yang keluar, tak ayal membuatnya panik.
Kedua tangannya meraih tangan Si gadis dalam genggaman bermaksud menenangkankannya, saat gumaman tak jelas kembali menyapa pendengarannya. Keningnya berkerut berusaha memahami arti gumaman itu ia bahkan melupakan perkara asap yang semakin membumbung di seberang sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nakupenda
FanfictionHanya secangkir kisah tentang whalien 52 Dimana frekuensinya tak mampu menjangkau paus lain. - ON GOING -