4

197 57 19
                                    


"Waaaah pasti dapat rejeki ini." Lik Sutinah menatap wajah Nurul yang berseri-seri sambil senyum-senyum.

"Iya Bu Lik, ketemu calon imamku."

"Waaah beneran?"

"Bener!"

"Alhamdulillah, akhirnyaaaa kesampaian juga punya calon imam, nggak kamu ajak main ke sini?"

"Dia nggak mau."

"Maksudnya?"

"Ya nggak mau sama aku, Bu Lik."

"Ya Allah Ruuuul, kamu ini ngomong kayak orang gak nyambung, Bu Lik kadung senang, ternyata calon imam halusinasi."

"Ck, Bu Lik ini gimana, ini nih bakal calon imam beneran, cuman hatinya belum tergerak sama aku, gitu loh."

"Iya wes terserah kamu, Bu Lik bisa pusing dengar omongan kamu yang gak jelas." Sutinah meneruskan langkah menuju dapur karena ia terlanjur berjanji pada mbakyunya yang ingin dimasakkan soto ayam kampung buatannya.

Sedang Nurul menuju kamarnya hendak berganti baju sebelum menemui ibunya, ia tertawa sendiri karena bu liknya yang langsung saja percaya pada apa yang ia katakan. Padahal Nurul sangat berharap doa dari Bu liknya agar jodoh yang ia inginkan dikabulkan oleh Allah.

"Kamu dari mana saja sih Rul, katanya mau jaga ibu, tapi kamu malah sering ngilang." Supiyah menatap Nurul yang senyum-senyum sendiri sambil mengempaskan bokongnya ke kasur tempat ibunya berbaring.

"Dari rumah Maryam Bu." Nurul berdiri lagi mengambil jepit rambut milik ibunya lalu menjepit rambutnya yang sudah ia jadikan satu di kepalanya, lalu duduk lagi di kasur hingga derit kayu terdengar.

"Untung ranjangnya terbuat dari kayu jati jadi tidak ambruk, kamu itu perempuan, coba berusaha lembut, pelan-pelan, biar cepat dapat jodoh belajarlah jadi wanita yang sesungguhnya."

Nurul mengembuskan napas napas.

"Ibu ini gimana sih aku ini wanita tulen, kok masih diragukan?"

"Rul, untuk jadi wanita seutuhnya tidak cukup seperti tampilan kamu yang sehari-hari di rumah pakai daster, kalau keluar rumah kamu pakai abaya sama hijab bukan hanya itu, tapi tingkah lakumu juga, kamu itu melebihi kakakmu si Akhmad, Akhmad saja masih bisa halus, kamu kadang semuanya serba cepat tapi jarang benarnya, terburu-buru terus."

"Lah terus Nurul harus berubah kalem? Ngomong pelan mendayu-dayu, malah kayak bencong Bu."

"Duuuh ma' cetak sajan ngello sengko' Rul, la ateppaan ja' acaca Bai ba'na." ( Duh, kepala kok malah tambah pusing ibu, Rul, lebih baik kamu nggak usah ngomong).

Nurul terkekeh geli.

"Rul, Bu Haji Ripin kayaknya mau ke sini, mau melanjutkan rencana perjodohan itu."

"Buuu beri kesempatan aku milih sendiri."

"Cobalah Rul, jika kau tak cocok tak masalah kau tolak, paling tidak kamu patuh pada ibu kali ini."

Dan wajah Nurul benar-benar ditekuk.

.
.
.

Sore itu kembali Nurul menuju rumah Maryam tapi ia malah dititipi untuk menjaga Akhtar, anak Maryam oleh ibunda Maryam karena Maryam dan bapaknya pergi ke Surabaya.

"Assalamualaikuuuum ..."

"Wa alaikum salaaaam, eh Mas Dul, masuk Mas, rajin amat sih ke sini, temenin aku bentaran Maaas," pinta Nurul pada Dul, Dul terlihat mencari-cari seseorang.

"Cari siapa sih Mas, ada aku yang cantik gini loh kok dianggurin." Nurul tertawa melihat mata Dul terbelalak.

"Kenapa Mas?"

Mas Dul, Nikah Yuk! (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang