5

222 60 24
                                    


Dul Sinal diam saja hanya termenung menatap pepohonan rindang di halaman rumah Nurul, kedua orang tuanya beserta orang tua Nurul berada di ruang keluarga menyantap hidangan yang disediakan oleh keluarga Nurul sementara keduanya setelah mengambil seperlunya lalu memilih duduk di teras.

"Kau tahu kalau ini keinginan orang tua kita, dan kita tidak bisa menolak karena kita tak ingin mereka kecewa."

"Awalnya sih iya, Nurul kan nggak tahu kalo Mas Dul laki-lakinya, tapi pas tahu Mas Dul ya gak papa kita coba, kalo aku gak perlu coba malah iya saja."

"Akunya yang gak bisa Rul, kamu tahu kan kalo aku sukanya sama Maryam, bukan sama kamu."

Nurul mengerutkan keningnya.

"Masa Mas Dul nggak bisa lihat aku sebagai wanita?" Nurul agak memberengut.

"Lah kan kamu sejak dulu wanita kapan aku tahu lihat kamu sebagai laki-laki? Masalahnya cinta kan nggak bisa di paksa, coba saja ingat suaminya si Maryam kan karena hatinya sudah dia letakkan sama wanita lain makanya dia sulit mencintai Maryam."

"Lah itu buktinya mereka bisa bersatu lagi, aku yakin dalam waktu dekat mereka nikah lagi, rujuk, Maryamnya sudah terkiwir-kiwir rindu dan suaminya juga sudah cinta beneran."

Dul menoleh menatap wajah Nurul dengan tatapan tak suka.

"Kata siapa? Kamu jangan jadi tukang ramal, aku tahu bagaimana Maryam marah dan tak ingin kembali pada suaminya." Suara Dul meninggi dengan mata melotot tajam pada Nurul.

"Ibunya Maryam loh cerita sama aku, dan buktinya? Maryam sama Pak Khaedar ke Surabaya, cari tahu kenapa Mas Azzam sudah sebulan gak ngengokin Akhtar, Maryamnya kangen sering ngelamun, gitu kata Bu Hasanah."

Dul menggeleng pelan.

"Rasanya nggak mungkin, masa Maryam mau balik sama laki-laki yang pernah membohongi dia?" Suara Dul jadi lirih.

"Cinta bisa menghapus semuanya Mas, dan yang jelas Mas Azzam sudah berubah dia mulai bisa mencintai Maryam."

"Aku hanya nggak mau kamu ngalamin kayak Maryam kalau memaksakan diri nikah sama aku, aku yakin akan sulit melupakan Maryam."

"Dan aku yakin bisa bikin Mas Dul lupa sama Maryam."

"Ukuran kamu apa sampai bisa yakin aku akan suka sama kamu?"

"Yang jelas eeemmm ... Aku humoris, Mas nggak akan bosan, trus aku cantik, tinggi semampai, pokoknya penampilan ok hahahah guyon Maaaas guyooon."

Dul menatap Nurul lebih dekat dan geleng-geleng kepala.

"Kamu pake kaca yang mana? Di rumah kamu apa rumah tetangga?"

"Kaca yang ada di hatimu Mas Dul." Dan Nurul terkekeh lagi.

"Preeeet, heh dengar makhluk aneh luar angkasa, baru kali ini aku dengar sendiri ada orang yang merasa dirinya cantik, dua kali loh kamu bilang kalo kamu cantik, tau nggak kamu kaca kita itu orang lain bukan ukuran kita sendiri, sekali pun banyak orang bilang kamu cantik lihat dengan hati kamu, dia tulus nggak muji kamu atau jangan-jangan dia hanya sekadar memuji kamu cantik karena kamu sudah merasa cantik takut kamunya kecewa kalo dibilang biasa-biasa saja, atau bisa jadi kamu cantik karena bedak kamu yang tebal, alis kamu yang ukirannya butuh berjam-jam atau apa itu duh eye liner tebel kamu sampe kayak matanya si mooooaaaaaaa tuh dengar kan dari kandang tetangga, intinya gini ya Rul laki-laki itu cari wanita bukan ukuran cantiknya, cantik tapi cerewet setengah mati, mulut kayak comberan atau pedes kayak ayam geprek sambel setan mending nggak deh kalo aku, karena bagi aku menikah itu hanya satu kali jadi aku mau cari yang bisa mendamaikan hati meski tidak pandai dandan, meski tidak cantik karena ukuran cantik itu ada di hati kita masing-masing."

Nurul diam seketika, ia pandangi wajah Dul.

"Mas, aku itu cuman guyon, kamu kayak nggak tahu aku."

"Iya aku hanya ngingatkan kamu, jangan terlalu bangga sama wajah cantik kamu karena modal cantik saja tidak cukup untuk jadi wanita dan ibu yang baik, aku tahu jika Maryam secara fisik kalah dari kamu, dia pendek, kulit juga lebih bersih kamu, wajah biasa saja tapi sejak pertama aku lihat dia di pondok aku sudah merasa bahwa dia pilihanku, dia bisa mendamaikan dan menenangkan saat orang lain butuh itu, aku tahu itu karena kami sama-sama aktif di organisasi saat di pondok."

"Aku juga Aktif di pondok kok Mas."

"Masa?"

"Iya Mas Dul gak pernah noleh sama aku."

"Lah kamu transparan paling."

"Loh kalian ini gimana sih masak makanan dari tadi hanya dipegang? Dua-duanya sama saja gak ada yang disentuh, ngapain aja?" Lik Sutinah tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Nurul.

"Kami serius membicarakan jalan lurus menuju masa depan Lik." Nurul tersenyum lebar.

"Iya tapi masih buntu ini jalannya Lik." Dul tak mau kalah menambahkan ucapan Nurul.

"Ngomong apa kalian ini?"

"Nggak tau Lik.". Keduanya kompak menjawab.

.
.
.

Mobil berjalan menyusuri sepanjang jalan utama di kecamatan pasongsongan menuju rumah Dul Sinal di daerah Pinggir Papas yang jarak tempuhnya kira-kira satu jam lebih, Dul menyetir mobil dengan hati gamang.

"Alhamdulillah ternyata Nurul seperti yang aku inginkan Dul, dia ramah, murah senyum, cepat menyesuaikan diri serta sopan." Hajjah Fatmah, ibunda Dul memulai percakapan. Dul tetap tak menyahut.

"Yah betul, nunggu apa lagi, usia kamu sudah cukup, Nurul 23 tahun dan kamu 25 tahun usia yang aku pikir cukup untuk berumah tangga, dulu seusia kamu bapak sudah punya anak 3." Ji Dul Ripin menambahkan ucapan istrinya.

"Menikah bukan karena ukuran usia sudah cukup Pak, tapi kita siap apa tidak?"

"Kamu ini, apanya yang perlu disiapkan, kamu sudah aku beri tanggung jawab untuk menangani tanah yang di Lenteng, Ganding dan Guluk-guluk, secara penghasilan sudah lebih dari cukup."

"Bukan masalah materi Pak, tapi hati."

"Wah kalo itu sampai kapanpun nggak siap kalo nunggu siapnya Dul, dulu ibumu ini sempat nggak mau dinikahkan sama bapakmu karena ibu merasa masih anak-anak, lulus SMA disuruh nikah, tapi setelah ibu jalani Alhamdulillah lacar semuanya, termasuk rizki, Allah itu akan memudahkan kita jika niat kita sejak awal baik Dul, ini kan niatnya untuk menyempurnakan ibadah, Allah akan memudahkan semuanya in shaa Allah Dul."

"Bukan itu masalahnya Bu, sama Nurul aku tahu kalo dia adik kelasku saat mondok dulu, memang tak akan lama untuk beradaptasi."

"Nah kan artinya tak ada penghalang apapun untuk menuju pernikahan, dua bulan lagi saja kalo gitu Pak."

"Iya tidak apa-apa Dik, nanti kita kasi kabar ke keluarga Bu Supiyah."

"Pak, Bu jangan dulu masalah aku tidak bisa mencintai Nurul."

"Kan cinta bisa datang setelahnya Dul, kayak aku sama bapakmu dulu."

"Sulit Bu, pasti sulit, karena aku sudah mencintai yang lain."

"Loh gimana sih kamu kok nggak bilang sama ibu Dul kalo kamu sudah punya calon sendiri, kamu ini bikin pusing saja. Siapa wanita itu?"

"Maryam Bu, anaknya Pak Khaedar."

"Lalu kamu mau nikah sama dia?"

"Nggak bisa Bu."

Kedua orang tua Dul saling pandang karena bingung.

"Gimana sih Dul katanya kamu cinta dia kenapa nggak bisa nikah sama dia?"

"Karena dia mau rujuk sama suaminya."

"Ya Allah Duuuuul."

💗💗💗

2 November 2021 (04.31)

Mas Dul, Nikah Yuk! (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang