9

212 71 34
                                    


Sepanjang perjalanan dari kecamatan Ganding menuju Pinggir papas setelah menghadiri pernikahan Maryam dan Azzam, Ji Dul Ripin tampak diam saja. Dul yang mengemudi dengan kecepatan sedang juga diam, sepanjang perjalanan mereka melihat sawah yang seolah berkejaran dengan mobil mereka. Hingga Fatmah membuka percakapan.

"Tadi aku lihat Bu Nyai Zainab seperti pucat ya Pak, apa beliau sakit ya? Tapi wajahnya bahagia melihat cucunya akur lagi sama suaminya."

"Kan memang baru sembuh sakit Dik, hanya karena yang rujuk cucu kesayangan, beliau memaksakan duduk, tapi tadi kan dipapah waktu mau masuk ke dalam kamar." Ji Dul Ripin tetap menatap ke depan.

"Itu tadi wanita yang kamu cintai sudah menikah, dia terlihat bahagia saat berfoto bersama suaminya tadi, apa akan masih kamu kejar?" Ji Dul Ripin bertanya pada Dul tanpa menoleh. Sedang Dul yang memegang kemudi tampak hanya menghela napas.

"Ya nggak Pak, masa aku mau ngejar istri orang."

"Oh, aku pikir kamu masih tetap bertahan mau ngejar sampai kamu dapatkan dia, syukurlah akal warasmu masih jalan, doa kami, bapak dan ibumu, kau menemukan pendamping yang bukan hanya cocok untukmu tapi juga cocok pada kami, keluarga besar Haji Arifin, karena menikah itu bukan hanya hubungan dua orang tapi hubungan dua keluarga."

"Iya Pak, semoga aku segera ada keinginan menikah, karena saat ini rasanya aku masih mati rasa."

"Heh, hanya badanmu saja yang gagah, tinggi, besar, ternyata jiwamu lemah, hanya karena ditinggal nikah oleh wanita yang kau sukai sudah tak ada keinginan menikah."

"Bapak tidak tahu rasanya ditinggalkan."

"Yah karena bapak bukan tipe laki-laki pengejar fatamorgana."

.
.
.

Dua hari kemudian Nurul kembali bertemu Mat Sani saat tanpa sengaja mengisi bensin di pom bensin daerah Pamolokan. Keduanya mencari tempat yang nyaman agar aman dari lalu lalang motor dan mobil setelah mengisi bensin.

"Dari mana Kak kayak habis perjalanan jauh kalo lihat jaket tebalnya."

"Neneknya Maryam meninggal, sesaat setelah Maryam menikah lagi sama Azzam."

"Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un, ya Allah ini bapak sama ibu nggak tahu, biar aku bentar lagi nelepon, kok mendadak ya Kak?"

"Iya kasihan Maryam menangis histeris dia, Bu Nyai Zainab kayak hanya nunggu Maryam dan Azzam rujuk baru meninggal, ya kembali pada takdir sih sudah jalannya Bu Nyai meninggal dengan cara seperti itu, saat sanak keluarga dan anak cucunya semua ada di dekatnya, jadi ya segera disucikan dan dikebumikan."

"Ini Kak Nurul mau pulang?"

"Iya kasihan ibu sudah tiga hari aku nggak pulang, eh iya sebenarnya ada yang mau tanyakan."

"Apa?"

"Ada soal matematika, enaknya kapan ya? Besok saja ya kita ketemuan di tempat aku ngajar bimbel jam empat sore bisa nggak?"

"Ok bisa, kuliah besok online juga kok."

"Loh jangan nanti malah ganggu."

"Maksudnya setelah kuliah aku baru ke Kak Nurul kan nggak ke kampus "

"Ok lah, sampai ketemu besok ya San."

"Iya Kak."

"Assalamualaikum."

"Wa Alaikum salam."

.
.
.

"Bu, mana Mat Sani?"

Fatmah yang sedang berada di dapur bersama seorang pembantunya hanya menoleh sebentar lalu melanjutkan pekerjaannya lagi.

"Entahlah Dul tadi pamit mau ketemu Nurul, mau diskusi apa gitu ibu nggak ngerti juga."

Mas Dul, Nikah Yuk! (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang