Tiga

147 38 41
                                    

RADIT & JANI

-

Demi apapun, ia ingin mengakhiri hidup saat itu juga. Percakapan dua orang yang tak sengaja ia dengar itu benar-benar menusuk hatinya.

Radit hanya bisa terdiam ketika seseorang itu baru saja selesai beroceh sesuatu didepannya. Nafasnya tersengal. Sesak, dan berat. Itu yang ia rasakan.

"Bahkan, yang harus kamu tau, Ayah nggak pernah cinta sama perempuan itu. Radit itu pembawa sial."

"Pembawa sial?. Kan lo yang mabuk."

"Ayah nyuruh perempuan itu buat ngegugurin kandungannya waktu itu. Tapi, dia enggak mau."

"Terus ikatan kalian apa?"

"Nggak ada."

"Hah?"

Laki-laki dengan usia sekitar 40 tahun itu mengacak rambutnya.

"Iya, Ayah dan perempuan itu nggak pernah nikah!. Karena itu murni kecelakaan dan Ayah enggak pernah Cinta sama dia."

"Berarti lo nggak tanggung jawab dong."

"Udah ya, Ayah nggak mau bahas masalah ini lagi, Jun."

-

Jani melangkah menuju kantin. Gadis itu yakin, Cellia—karibnya sudah lama menunggu disana.

"Oke. Gue tunggu progressnya ya. Soalnya bentar lagi gue ditagih sama dosen. Masalah kekurangan lo bisa kasih tau gue ya. Kalo gitu gue duluan."

"Oke kak."

Sempat melihat seniornya yang kebetulan beranjak pergi ketika Jani baru saja mulai mendekati temannya itu.

"Itu kak Jissa kan, Cell?."

"Hooh."

Jani mulai duduk dan memesan makanan minuman pada salah satu pelayan kantin disana.

"Ngapain?."

"Oh, itu dia lagi make jasa joki skripsi Abang gue. Soalnya hape abang gue lagi rusak, jadi nitip pesennya ke gue."

Jani Cuma ngangguk paham.

"Cantik ye." Kagum Cellia, meminta persetujuan Jani. namun lawan bicaranya tampak tidak begitu menyetujuinya.

"Hemm.."

"Tapi sayang."

"Sempurna sih, cowoknya juga ganteng. Sayangnya dia make joki skripsi gitu? HAHAHAH."

Mendengar penuturan gadis didepannya, Cellia mengernyitkan dahinya.

"Hah?. Akhirnya lo mengakui kalo kak Radit ganteng."

Jani baru menyadari hal tersebut, membuatnya memutar memori ingatannya pada kejadian kemarin, ketika ia menyerahkan betadine kepada Radit, namun laki-laki itu malah menolak bantuannya.

"Gak denk. Gak jadi ganteng."

"Heleeeeeeh.."

2 menit berlalu, sampai mereka berdua tidak menyadari kedatangan 3 laki-laki yang bisa dikatakan tampan datang berbondong-bondong kearah mereka.

"Neng Cellia, Abang Daffi datang." Itu Abin. Dengan segala kekonyolan yang ia bawa sampai ke kampus, membuat Daffi yang se dari tadi fokus dengan ponselnya tiba-tiba mendongak.

"Apasih lu gajelas babi."

"DAF!"

"Marahin Cell, marahin!. Hahahaah." Tanpa permisi Wicky dengan santainya duduk disamping Jani.

Radit & Jani | taeyong ft. jennie [au]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang