Harta karun 2.0

301 62 18
                                    


“SUNOO! TUNGGU!”

“SUNOO! BERHENTI LARINYA, JANGAN JAUH-JAUH!”

“SUNOO! LEBAHNYA UDAH NGGAK NGEJAR KOK!”

Setelah mendengar itu, Sunoo baru benar-benar menghentikan larinya, dan Sunghoon baru bisa mensejajari Sunoo yang beberapa detik lalu tiba-tiba menjadi atlet lari. Sunghoon berani bersumpah, itu lari tercepat Sunoo yang pernah ia lihat.

“Huh.. Capek..” Keluh Sunoo, seraya duduk berselonjor di tanah.

“Kan udah aku bilang, jangan lari!”

“Tapi aku takut disengat! Aku nggak mau ya pipiku disengat lebah untuk kedua kalinya!”

Alis Sunghoon menukik, “emang pipi kamu pernah disengat?”

Yang ditanya mengangguk, bibirnya mengerucut, ia menunjuk pipi kanannya. “Nih, disini nih. Sampe bengkak gede pipiku.”

“Makin gembul dong,” Sunghoon tertawa, “harusnya tadi aku bawa satu lebah buat nyengat pipi kamu, biar aku bisa lihat gimana gembulnya pipi kamu yang bengkak habis di sengat lebah.” Sambung Sunghoon, yang kemudian ditanggapi desisan sinis Sunoo.

“Jahat banget, nyebelin.”

Hening. Hanya ada suara dedaunan rimbun dan kicau burung disekeliling mereka. Hingga akhirnya mereka menyadari, bahwa keduanya telah terlalu jauh dari jangkauan teman-temannya yang lain.

“Sunghoon... Temen-temen pada kemana?”

“Eh? Iya juga, kok sepi banget...”

Keduanya melihat sekeliling, lantas bertatapan. Raut wajah mereka berubah menjadi pucat pasi. Kebun luas yang awalnya mereka jadikan tempat berburu harta karun itu, telah berubah menjadi kebun yang pepohonannya lebih rapat, hampir mirip seperti hutan.

“Kayaknya kita kejauhan deh larinya...”

Sunghoon mengangkat bahunya, “kamu doang kali, kan kamu yang duluan lari, aku ngikutin doang.”

“Loh salah siapa ngikutin?”

“Emang kamu mau nyasar disini sendirian?”

Sunoo tak menjawab, nyalinya semakin ciut saat melihat langit mulai dihiasi awan kelabu.

“Semoga nggak hujan,” batinnya.

Mereka mulai berjalan pelan, sambil mengingat-ingat dimana arah kebun tempat awal mereka berkumpul tadi.

“Sunoo, masih inget arah jalan pas lari tadi nggak?”

“Nggak. Tadi aku larinya merem.” Jawab Sunoo enteng, sambil menendangi batu kerikil di sekitar kakinya.

“Yaah, gimana sih.”

“Kamu sendiri, inget nggak?”

“Nggak. Kan aku tadi larinya sambil ngikutin jejak kamu, nggak sempet hapalin jalan.”

“Dih, sama aja. Gimana sih Sunghoon.”

Dua anak itu terus berjalan tanpa arah, Sunghoon memimpin arah, meyakinkan satu sama lain bahwa mereka sudah pada arah yang benar. Kadang, dipersimpangan jalan mereka beradu argumen, harus ke kanan, ke kiri, atau lurus. Keputusan Sunghoon selalu diikuti Sunoo.

Sementara itu langit mulai menitikkan airnya.

Beruntungnya, itu hanya gerimis.

Sunghoon melepaskan ranselnya, lalu menaruhnya di atas kepala Sunoo.

“Nih, biar nggak kehujanan, kita nggak bisa neduh soalnya.” Ujar Sunghoon, menuntun tangan Sunoo untuk memegangi ransel itu di kepalanya.

“Aku juga bawa ransel kok, ini kamu pake aja!”

Sunghoon menggeleng, “ransel kamu berat, ada makanannya. Nanti kamu pegel peganginnya. Sini, aku bawain.”

Yang lebih kecil hanya menurut, lantas keduanya melanjutkan langkah kecil mereka

Sunoo bersenandung kecil untuk mengusir rasa cemas dan bosannya, sementara Sunghoon terus memegangi tangan Sunoo agar tidak terpisah.

Menit demi menit berlalu lamban sekali, kaki mereka berdua mulai lelah, gerimis belum juga berhenti. Nasib baik, tidak turun hujan deras.



“SUNOO, LIAT ITU!”

Pekikan Sunghoon mengagetkan Sunoo, lantas matanya melihat ke arah yang ditunjuk Sunghoon.

Matanya membelalak tak percaya, sekitar sepuluh meter di depannya terdapat sepeda Sunghoon yang terparkir disana.

Itu tandanya, mereka telah kembali.

Sunghoon dan Sunoo melompat-lompat girang, tak perlu berpikir dua kali, mereka berlari menuju sepeda itu dan langsung bergegas pulang, bahkan mereka tak lagi peduli dimana teman-temannya berada.

Takut jika hujan semakin menderas.

“Sunghoon, maaf ya.” Celetuk Sunoo ditengah perjalanan pulang.

“Kenapa?”

“Kamu jadi gagal cari harta karunnya, gara-gara aku dikejar lebah tadi.”

“Nggak apa-apa. Mungkin temen-temen udah nemuin duluan.” Jawab Sunghoon. “Lagian, aku udah punya harta karun kok.” Sambungnya, membuat Sunoo kebingungan, untuk apa Sunghoon mencari harta karun jika ternyata ia sudah memilikinya?

“Emang iya? Harta karun apa tuh?”

“Kamu.”

“Hah? Maksudnya?”

“Aku nggak pernah nemu temen sebaik kamu, Sunoo. Kamu itu kayak harta karun. Kamu temen terbaik aku.” Jelas Sunghoon, membuat Sunoo merasa terbang.

Sunghoon melanjutkan kalimatnya, “tadi aku panik banget pas kamu lari kenceng, takut aku nggak bisa ngejar trus kamu hilang. Apalagi pas nyasar, aku udah ngira kamu bakalan nangis, ternyata enggak. Makasih udah percaya sama aku buat mimpin nentuin arah jalan, aku tau kamu pasti sebenernya takut kalau kita semakin nyasar dan nggak bisa pulang.”

“Kamu jangan ngomong gitu, aku jadi sedih. Makasih juga ya! Udah mau temanan sama Sunoo, dari bayi sampe umur tujuh! Janji ya? bakal bareng-bareng terus sampe jadi buyut?”

Sunghoon tertawa, “janji. Pinky promisenya nanti aja ya, tanganku lagi nyetir sepeda.”

“Iya-iya.”

Sambil mengayuh sepeda, Sunghoon bisa merasakan dengan jelas teman kecilnya itu memeluknya dari belakang.





“Ih Sunghoon bau kecut.”

***














Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

InnocentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang