Sebuah Akhir di Awal Cerita

12 0 0
                                    

Now Playing : Anthony Lazaro - Coffee Cup

Sore itu Sia berjalan menuju tempat kerjanya di salah satu sudut jalan kota Semarang. Panas mentari masih menyengat meskipun sudah pukul empat sore, wajahnya kemerahan dibuatnya. Kota Semarang agaknya memang benar - benar panas.

Sudah sekitar satu tahun lebih Sia bekerja sebagai barista yang merangkap server di salah satu coffee shop kecil di kota Semarang. Hal itu dilakukannya setelah mengetahui kabar bahwa ayahnya bangkrut. Awalnya memang sulit, tapi Sia sudah terbiasa dengan kesulitan - kesulitan yang perlahan datang di kehidupannya. "Selama aku tidak menjadi gila, aku rasa semua akan baik - baik saja." Pikirnya.

Sesampainya di tempat kerja, Sia segera menuju loker dan meletakkan tas ransel kecil berwarna hijau tua di dalam almari loker di bagian belakang coffee shop. Sia menyeka keringat yang muncul di dahinya akibat berjalan di tengah panasnya cuaca kota Semarang, kemudian merapikan diri, mengikat rambut secara pony tail dan bergegas menuju bar.

"Aku kerja dulu, yang" Sia mengirimi pesan kepada Aldo pacarnya. Mereka LDR, dan hubungan mereka sudah berjalan sekitar tiga tahun. Tidak ada yang menarik kalau Sia memutuskan untuk menceritakan kisahnya dengan Aldo. Dia pernah berselingkuh beberapa waktu yang lalu. Entah mengapa dengan kebodohannya, Sia menerima begitu saja permintaan maafnya. Hampir tidak ada kenangan romantis bersamanya. Mereka bertemu setiap sebulan sekali, itupun hanya beberapa jam. Hambar sekali. Sia sendiri tak mengerti, apa yang membuatnya mempertahankannya. Mungkin Sia hanya kesepian. Tapi ada atau tidak adanya Aldo, Sia tetap merasa sepi. Entahlah.
"Drrrtttt... " Hape milik Sia bergetar.
"Okey, semangat ya sayang~" Balas Aldo yang pesannya tak lagi dia balas.

Setibanya di bar, Sia langsung di sambut oleh Kak Joe. Dia salah satu seniornya di coffee shop tempat Sia bekerja. Dia juga salah satu orang paling berjasa untuk karir Sia di dunia perkopian. Kak Joe orang yang sangat ramah. Dia tidak pernah merasa senior. Selain itu dia sangat sopan kepada siapapun tak terkecuali Sia. Wajahnya manis dengan gigi gingsul yang mengintip dibalik senyumnya, tak heran banyak sekali pelanggan perempuan betah berlama-lama ngopi disini.

Sore itu Kak Joe mengenakan kemeja stripe berwarna biru navy dengan warna dasar berwarna putih. Kulitnya yang cerah tampak cocok dengan outfit seperti itu. Berbeda dengan Sia, dia hanya mengenakan kaos oblong berwana hitam dengan back print bertuliskan We are Equals dipadu dengan rok selutut berwarna krem.

"Selamat sore, Sia! Gimana nih, udah berani open bar tanpa aku? " Sapa Kak Joe sambil tersenyum jenaka menyambutnya.

Sia membalas senyumnya, kemudian menjawab, " Ihh Kak Joe, belum berani. Aku belum bisa bikin latte art... "

"Loh bukannya kemarin udah jago ya?" Kak Joe mengernyitkan dahinya.

"Jago dari Hongkong! Kemarin aja pas latihan sama Dimas masih bleber kemana-mana" Ucapnya sambil menyentil halus pundak Kak Joe. Kak Joe hanya tertawa kecil sambil menepuk punggung Sia.

Setelah berbincang sebentar, Sia bergegas meraih sapu dan menyapu seluruh lantai di toko, dilanjutkan mengepel tanpa menyisakan sedikit debu. Diikuti Kak Joe yang mulai mengelap kaca-kaca di toko dan membersihkan mesin espresso.

Sia menghidupkan speaker dan menyetel lagu milik The Beatles yang berjudul I Want to Hold Your Hand. Lagu favoritnya yang sudah dia dengarkan ribuan kali tanpa sedikitpun merasa bosan.

Tak selang beberapa lama, Dimas datang dengan santainya, padahal jelas sekali dia terlambat.
"Dim, awas ya kamu besok telat lagi!" Teriak Sia bercanda sambil menodongkan sapu kearahnya.
"Ehh, ampun - ampun, tadi kuliah sampe jam setengah empat" Dimas menangkis sapu yang dia todongkan. Mereka pun tertawa.

Sebenarnya, mereka tak terlalu mempermasalahkannya, karena memang mereka bekerja secara santai. Yang paling penting adalah kualitas kopi dipertahankan, pelayanan terhadap konsumen harus tetap baik. Kak Joe selalu bilang, kalau ada salah satu dari mereka yang berhalangan, harus saling meng - cover. Intinya kerja tim.

Hari itu waktu seolah berjalan cukup cepat. Sia menikmati setiap candaan bersama teman - temanku, bersama setiap pelanggan yang datang. Tak teras waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Sudah waktunya untuk close order. Tapi, kalau ada pelanggan yang masih ingin nongkrong, mereka akan menunggunya sampai pukul sebelas sekali lalu berberes.

Setelah mereka selesai menutup toko, mereka pun pulang ke tempat masing.
"Sia, yuk pulang bareng aku aja" Kak Joe menawari Sia tumpangan. Sia memang berjalan kaki setiap kerja untuk menghemat pengeluaran. Betapa borosnya dia kalau setiap hari harus naik ojek online. Lagipula, jarak kos dan toko lumayan dekat, ditempuh sekitar 20 menitan dengan berjalan kaki sekitar 10 menit dengan motor.

Sia mengangguk mengiyakan ajakan Kak Joe. Sepertia yang Sia bilang, Kak Joe memang baik dan juga perhatian. Hal itu juga yang membuatnya betah bekerja dengan Kak Joe.

Tunggu dulu, kalian bertanya - tanya apakah Sia menyimpan perasaan terhadap Kak Joe? Tentu tidak. Meskipun Kak Joe masih jomblo, Sia memutuskan untuk tidak tertarik dan menyukainya dengan perasaan lebih dari sekedar teman kerja. Karena Sia tidak suka berselingkuh dan memang sedang tidak bergairah untuk menyukai siapapun. Bahkan pacarnya. Setelah Aldo berselingkuh, perasaan Sia seolah mati terhadapnya. Sia tidak lagi memperdulikannya. Bahkan mungkin kalau Aldo selingkuh lagi, Sia tidak akan lagi peduli. Akan dia biarkan Aldo berselingkuh semaunya dan dan mengakhiri hubungan sampah dengannya.

Sampai di kos Sia langsung membersihkan diri dan bersiap untuk menonton drama korea kesukaannya sambil merebahkan tubuh di atas kasur. Menikmati waktu yang sepi tanpa chat dari Aldo yang jelas tidak akan mencarinya dan bertanya - tanya apakah Sia pulang dengan selamat, atau bagaimana hari - hari yang dilalui Sia. Dia ingin segera mengakhirinya, tapi harus mulai dari mana. Bagaimana jika Sia menyesal setelah mengakhirinya?

Are We Gonna Make It? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang